Asides

Jembatan Bacem, Riwayatmu Kini, Sedari Sekarang, Perhatian Insani

Ketika kita sedang bicara tentang jembatan, dalam relasinya dengan sungai Bengawan Solo, kita perlu memahami kata tersebut dalam dua medan makna: sebagai jembatan material-sosial, yakni jembatan dalam arti konotatifnya sebagai monumen yang menghubungkan kegiatan sosial dari dua daratan yang dipisahkan oleh sungai, serta sebagai jembatan historis, yakni sebagai ruang tempat suatu peristiwa historis terjadi. Jembatan dalam kedua arti tersebut rupanya seringkali luput dari kesadaran kita. Mungkin, bagi kita yang tidak pernah secara langsung ada di Solo, tidak akan terkejut bahwa, ternyata (!), ada jembatan di atas Bengawan Solo; beberapa dari kita mungkin berasumsi begitu saja: pastilah ada jembatan untuk melintasi sungai itu, supaya kendaraan bermotor bisa melintasinya—karena merepotkan juga kalau kendaraan-kendaraan itu harus naik perahu getek seperti dalam lagu karangan Gesang. Bagi kita yang mengenal jembatan itu, atau bahkan cukup sering melintasinya, mungkin akan melihatnya sebagai sesuatu yang ada di luar sana, sesuatu yang sedari dulu ada di sana, begitu saja.

Sebuah Percakapan dengan Titarubi

Apa yang disebut Titarubi sebagai pertanyaan-pertanyaan yang memeras otak itu sebetulnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan proses berkarya Titarubi dan juga zaman otoritarian Soeharto. Titarubi memang berkarya pada zaman itu pula dan ia pun pernah aktif dalam gerakan pembebasan dan peningkatan kesejahteraan tahanan dan aktivis Orde Baru. Tak hanya itu, ia pun akrab dengan beberapa aktivis kala itu. Selain itu, ada juga beberapa pertanyaan yang menyentuh isu-isu yang menarik perhatiannya dalam berkarya dan posisi perempuan dalam seni rupa. Selang sebulan surel itu saya terima, pertanyaan-pertanyaan itu menemukan jawabannya dalam tatap muka kami.

Debt Collector

Sepeda motor menjadi senjata Jim membelah jalanan Jakarta siang itu. Tak seperti membelah kelapa di kampungnya, membelah jalanan Jakarta menguras segala yang dimiliki Jim. Dari kantornya, ia menuju ke selatan. Lantas membelok ke timur. Ia menuju daerah Kramat Jati kini. Jarak yang bisa ditempuh dalam waktu 30 menit itu, dihabisi Jimi satu setengah jam. Maklum saja, pengemudi baru di jalanan Jakarta. Setelah berputar-putar sejam di gang-gang untuk bertanya sana sini—di tambah Jimi hanya menggunakan ingatan tanpa bisa membaca—sampailah ia di alamat tujuan.

Kontemplasi Tato

Tidak satu pun orang yang pernah kutemui memiliki kegemaran yang sama denganku. Aku merasa perlu menularkan minat agar aku tak kesepian, itu saja motifku sebenarnya. Ya, aku seorang dari ratusan juta ras Mongoloid yang telah bercampur dengan Deutro-Melayu. Tinggi sedang, kulit kuning kecokelatan, hidung pesek, dan rambut lurus hitam. Namun, yang menjadi identitas kuat di sini adalah… justru aku tidak bertato.

Makin Terbatas, Makin Luhung: Surat untuk Samin tentang Musik Non-Arus-Utama di Jakarta

Gimana kabarmu, Min? Sudah jadi PNS, Min? Kaupasti sudah punya sepeda motor seperti layaknya pemuda desa, ‘kan? Kredit motor ‘kan murah, belilah satu biar kausama dengan mereka. Sumber, kampung kita, pastinya sudah maju ‘kan?

Namun, tampaknya semaju apa pun Sumber[1], aku belum mau pulang. Jakarta belum memberikan apa yang kuharapkan. Gajiku masih digerogoti sewa kostan yang mencekik. Dan jangan tanya masalah kelas sosial; konon pekerja kantoran level manajer rendahan sepertiku ini sudah masuk kelas menengah, tapi aku tak percaya. Wong, rasanya sama saja. Hidup cuma habis di bus kota dan kostan, atau khusus untuk aku, di pagelaran musik.

Banyak Orang Menebang Hutan

Saut Situmorang lahir 29 Juni 1966 di sebuah kota kecil di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, tapi ia dibesarkan sebagai “anak kolong” di Asrama Kodam I/Bukit Barisan, Medan Sunggal, Medan. Pendidikan S1 (Sastra Inggris, Film, dan Creative Writing) dan S2 (Sastra Indonesia yang tidak selesai) dilakukannya di Selandia Baru yang menjadi tempat ia hidup merantau sebagai imigran selama 11 tahun. Saut mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia selama beberapa tahun di almamaternya, Victoria University of Wellington dan University of Auckland, Selandia Baru.

Persetan Media

Ilalang Zaman adalah band multigenre yang menuliskan lagu-lagu yang mengangkat permasalahan-permasalahan sosial, antara lain berhubungan dengan kritik terhadap media korporat (“Persetan Media”, “Jurnalis Palsu”), common sense (“Apa yang Kita Rayakan?”), dan penindasan (“Sesaji Raja untuk Dewa Kapital?”, “Kalimantan”, “Palestina”, “Jangan Diam”, “Papua”). Nama Ilalang Zaman dipilih karena dinilai merepresentasikan gagasan yang diusung para personelnya dalam lagu-lagu mereka. Seperti ilalang dalam arti sebenarnya—gulma bagi tanaman mapan—Ilalang Zaman pun beritikad untuk menjadi gulma bagi kemapanan di zaman mereka hidup. Kini, Ilalang Zaman tengah menggarap album indie perdananya.

Asolole: Antara Rhoma dan Irama

Nada-nada demikian kini marak disebut ‘dangdut koplo’. Layaknya jamur di musim penghujan, dangdut koplo marak dan tersebar di mana-mana. Persoalan maraknya dangdut koplo di hampir seluruh pelosok Nusantara merupakan persoalan yang penting dalam perkembangan musik Indonesia. Dengan tulisan ini, saya menempatkan pembahasan dangdut koplo pada arus yang sama dengan ketika orang-orang membicarakan musik metal, underground, atau indie—dan bahkan mungkin dapat lebih melampaui itu: sebagai musik pop itu sendiri. Sebagai budaya alternatif, sebagai musik tandingan, dangdut koplo mampu menghisap massa yang tak sedikit dan mampu bertahan hidup dalam arus musik modern. Mengapa demikian? Mari kita telusuri bersama beberapa aspek-aspek yang terdapat dan melingkupi musik dangdut koplo.

Puisi-puisi oleh Gema Laksmi Mawardi

RITUS malam tadi kau njelma laron di pijaran neon aku adalah cicak menunggu, ngintai dan hap kau aku sergap sayapmu basah oleh ludah gurihmu aku

Puisi-puisi oleh Gita Romadhona

CERITA YANG SALAH   pada malam-malam larut, angin tak pernah surut tak pula memberi isyarat tentang cerita yang sudah salah dari mula dan, ia terjaga,

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.