Edisi LKIP06
“Sastra Indonesia miskin tradisi kritik”, mungkin ini salah satu ratapan yang kerap kita dengar dalam dunia sastra Indonesia. Kalau pun ada, dewasa ini produksi kritik sastra sering kali tampak hanya beberapa kali pasang, tapi banyak surutnya. Padahal pada gelombang lain, karya-karya sastra banyak ditawarkan secara online mau pun offline: di toko buku. Beberapa judul berhasil merayu. Sebagian membuat kita ragu. Di antara perasaan itu penilaian atas isi sebuah karya terasa perlu.
Namun, apa benar tuduhan di atas? Dalam ‘rubrik teori’ edisi ini, Yovantra Arief ingin membuka diskusi tentang masa depan tradisi kritik sastra Indonesia dengan memaparkan secara ringkas sejarah kritik sastra di Indonesia sejak masa Balai Pustaka hingga era H. B. Jassin dalam tulisannya bertajuk Ideologi dan Kritik Sastra: Ketika Politik Jadi Panglima, 1920-1965. Tidak lupa kami juga hadirkan sebuah tulisan lama dari A. S. Dharta yang bertajuk Ukuran Bagi Kritik Sastra Indonesia Dewasa Ini dalam ‘rubrik kliping’.