
Sitor Situmorang. Ilmu Alam di Bawah Kata
SITOR SITUMORANG mengeluarkan lukisan-lukisannya, sebagian menggunakan cat air di atas kertas. Rata-rata lukisan pantai dan sebuah lukisan istrinya (Barbara Brouwer) yang sedang tidur. Sebuah lukisan
SITOR SITUMORANG mengeluarkan lukisan-lukisannya, sebagian menggunakan cat air di atas kertas. Rata-rata lukisan pantai dan sebuah lukisan istrinya (Barbara Brouwer) yang sedang tidur. Sebuah lukisan
Ekspansi modal memengaruhi pertumbuhan banyak kota, tidak terkecuali Surabaya. Ketika yang diutamakan adalah profit, bukan orang-orang yang tinggal di dalamnya, maka hasilnya dapat mudah diketahui.
Hak-hak petani tidak datang dari langit. Kita melihat itu saat membaca sejarah Indonesia. Ia selalu diperjuangkan, dan sayangnya kini berada di titik kritis. Namun demikian, harapan tetap tidak boleh habis.
Ilustrasi gambar oleh Dadang Christanto RILIS Komnas HAM mengenai Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 pada tanggal 23 Juli 2012 menyatakan, “Sesuai dengan
Tanpa basis organisasi yang kokoh, Serikat Pekerja Kampus hanya akan mengulang kegagalan serikat yang telah ada sebelumnya atau hanya akan menjadi NGO pada umumnya.
Kredit ilustrasi: http://www.trafficchallan.co.in DARI semenjak merdeka hingga hari ini, pengelolaan anggaran Indonesia selalu berkutat dengan masalah defisit. Satu celah yang membuat Indonesia tidak bisa
MENYIMAK kompleksitas masalah yang melekat pada kota Jakarta dan bagaimana pemerintahan baru di bawah duet Jokowi-Basuki coba mengatasi masalah-masalah tersebut, saya ingin mendiskusikan apa yang
Koalisi lebar neolib Draghi akhirnya rontok
Kritik sastra adalah produk budaya modern; bukan sesuatu yang lahir dari kebudayaan-kebudayan lokal atau nasional Indonesia. Namun kebudayaan Indonesia memiliki semacam ‘basis material’ yang memungkinkan kritik sastra modern itu bisa tumbuh. Kritik sastra di Indonesia tidak bekerkembang dari ruang kosong; bukan tiba-tiba saja orang-orang bule datang dan ‘menghadiahkan’ kritik sastra pada pribumi, melainkan juga karena dalam kultur pribumi sendiri, ada lahan yang memungkinkan bibit-bibit kritik sastra untuk bersemai.
‘Basis material’ dari kritik sastra Indonesia modern adalah, pertama-tama, bahwasanya kritik adalah sesuatu yang internal dalam sastra itu sendiri. Tentu hal ini tidak berlaku secara general; tidak semua karya sastra merupakan kritik. Rumusan ini setidaknya menunjukkan bahwa sastra pada dirinya sendiri memiliki kemungkinan untuk menjadi kritik dan, dalam berbagai karya, ia menjelmakan kemungkinan itu. Imanensi kritik dalam sastra ini mengemuka dalam dua modalitas; pertama, ia adalah kritik atas realitas, dan kedua, ia adalah kritik atas karya yang lain. Dalam modalitas pertama, sastra tampil dalam relasinya dengan realitas sosial yang melatari sekaligus memungkinkannya, mengenali kontradiksi-kontradiksi yang inheren di dalamnya, untuk kemudian memformulasikannya dalam bentuk sastrawi. Dalam modalitas kedua, kritik (yang internal) dalam sastra merupakan rentetan relasi internal dalam semesta sastra itu sendiri; dicirikan oleh oposisi suatu karya dengan karya yang lain. Karena aktivitas sastrawi menyangkut produksi dan reproduksi makna, maka konfigurasi oposisi itu tidak sepenuhnya bergantung pada kontradiksi spesifik yang melahirkan mereka, melainkan terutama dipengaruhi oleh situasi sosial tertentu yang menuntut pemaknaan tertentu pula.
Potret pemukiman kumuh di Jakarta. Kredit foto: aktual.com TUJUH orang Katolik yang telah meninggal diberikan gelar ‘orang kudus’ (santo/santa) oleh Paus Fransiskus pada 14 Oktober
Cara pandang kolonial terhadap binatang mewarisi berbagai bentuk kekerasan, tidak hanya pada binatang itu sendiri tetapi juga manusia. Oleh karena itu kita harus mempertanyakan ulang cara memandang binatang.
Bagi masyarakat pesisir Cirebon, khususnya para nelayan, ritual Nadran adalah bagian dari siklus hidup mereka yang kehidupannya bergantung pada lautan. Ritual ini merupakan kesatuan dari suatu rangkaian kegiatan: melarung sesajen ke tengah laut, pementasan wayang purwa disertai ruwatan, dan makan-makan bersama. Selain ritual, kegiatan lainnya berupa pertunjukan berbagai kesenian siang dan malam. Namun, dalam konteks ritual komunitas nelayan tersebut, perhatian kami tertuju pada pementasan wayang purwa dengan lakon Budug Basu.
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.