1. Beranda
  2. /
  3. Harian Indoprogress
  4. /
  5. Page 147

Harian Indoprogress

Sebagaimana digambarkan dalam lirik lagu The Internationale bahwa dunia telah berganti rupa, demikian pula strategi dan taktik untuk mewujudkan sosialisme hari ini harus menyesuaikan diri.
Dari semua tuntutan demonstran, rupanya ada yang luput disebut, yaitu pejabat yang kedudukannya lebih tinggi dari anggota DPR dan belum dikuak penghasilannya; dan yang berhak mengajukan dan mengesahkan Undang-undang.
Dalam menghadapi kapitalisme ekstraktif, kita perlusuatu bentuk organisasi perlawanan yang memiliki struktur yang jelas, terkelola dengan baik, memiliki kepemimpinan yang solid, serta berjalan secara demokratis.
Terlepas dari bagaimana ujung konflik antar elite, gerakan protes yang organik mesti mewaspadai adanya risiko kooptasi oleh faksi-faksi elite yang berkompetisi.

Harian Indoprogress

Ruth Indiah Rahayu: Feminisasi Dunia Kerja Menguntungkan Kapitalisme!

Di Indonesia, jika Anda merekoleksi ingatan pada kebangkitan gerakan perempuan dekade 1980an sampai dengan dekade 1990an, tujuan keadilan gender sangat menguat pada kedua agenda perjuangan hak asasi manusia dan demokrasi. Itu sangat relevan ketika menghadapi otoritarianisme Orde Baru, dimana kaum perempuan mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, dan tiadanya ruang demokrasi untuk mengartikulasikan kepentingan perempuan, bahkan untuk berorganisasi. Keadaan berubah ketika memasuki dekade 2000an, setelah masa yang disebut ‘reformasi politik,’ gerakan perempuan menguat di jalur demokrasi elektoral.

Coco Levy, Cerita Perjuangan Petani Filipina

ADA kabar gembira dari Filipina. Datangnya dari Willy Marbella, salah satu pemimpin Kilusang Magbubukid ng Pilipinas (KMP), Gerakan Petani Phillipina, yang saya temui di markasnya di Quezon city.

Pada sebuah pagi di bulan Juli 2013, Willy masih bercelana pendek dan kaos dalam berwarna putih. Ia jelas belum mandi, namun tak menghalanginya menceritakan kabar baik, yang membuat pagi itu terasa penuh semangat. ‘Ini tahun berbeda, perjuangan petani kelapa memasuki babak paling penting. Pengadilan Tinggi baru saja memenangkan gugatan petani. Mereka berhak atas dana pajak yang mereka bayar empat puluh tahun lalu,’ ujar Willy berseri.

Menemui Filep Karma

FILEP JACOB SEMUEL KARMA tak pernah bisa melupakan peristiwa 14 tahun silam pada suatu pagi di bulan Juli, di tempat kelahirannya sendiri, Biak, Papua. Bersama ratusan demonstran lainnya, dia mulai dikepung dan ditembaki aparat keamanan gabungan di sebuah tempat Tower Air, tak jauh dari pelabuhan kota tersebut.

Mereka telah bertahan selama empat hari untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora, lambang kemerdekaan bangsa Papua, di menara tersebut. Kejadian 6 Juli 1998 itu kelak dikenal dengan peristiwa Biak Berdarah.

Filep sendiri ditendang kepalanya lebih dari sepuluh kali. Kedua kakinya ditembak peluru karet. Kepalanya dipopor dengan gagang senjata hingga pingsan sampai sadar kembali. Filep diseret, sebelum diangkut ke mobil truk bersama demonstran lainnya.

Hilmar Farid : Warisan Kunci Politik Orde Baru adalah Kemiskinan Imajinasi Politik, Sosial, dan Kultural!

Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah saya kira warisan politik Orde Baru yang paling bermasalah dan sulit diatasi adalah kemiskinan imajinasi. Bukan hanya imajinasi politik, tapi juga imajinasi sosial dan kultural. Sederhananya begini: orang kesulitan membayangkan sistem politik atau bentuk masyarakat yang ideal. Kita sering dengar orang bicara sosialisme, tapi yang dimaksud itu apa? Masyarakat sosialis di Indonesia hari ini artinya apa? Jangan dulu kita bicara tentang kesadaran rakyat secara umum, di kalangan aktivis saja saya kira soal ini belum jelas. Dan ini warisan Orde Baru yang hebat, kemiskinan imajinasi.

Neoliberalisme dan Kekerasan Sektarian

DALAM sistem neoliberalisme, Politik (dalam pengertian P besar) sebagai sebuah ikhtiar publik untuk melayani kepentingannya sendiri telah bangkrut. Apa yang terjadi, politik semata-mata diorientasikan untuk melayani dan tunduk pada mekanisme pasar. Segala sesuatu yang menghambat hukum pasar, baik yang datang dari negara, kelas, dan komunitas harus disingkirkan. Politik disapu bersih oleh, meminjam Walter Benjamin, ‘angin puyuh kemajuan/storm of progress. Jika pada masa Benjamin ‘kemajuan’ itu adalah ‘modernisasi,’ maka pada kita, ‘kemajuan’ itu adalah ‘neoliberalisme.’ Pasar bebas adalah dasar dan tujuan bermasyarakat.

Belajar Dari Yunani

Di tengah-tengah kondisi Yunani yang seperti ini, Syriza hadir sebagai representasi politik dengan tuntutan paling radikal sekaligus realistis bagi Yunani. Syriza sebagai koalisi dari berbagai partai, gerakan sosial dan elemen gerakan Kiri di Yunani, sesungguhnya memiliki sejarah yang tidak singkat. Dalam sebuah pidatonya, Sotiris Martalis (2013), anggota Internationalist Workers Left atau DEA, salah satu organisasi pendiri dan pendukung Syriza berhaluan Trotskyis, sejarah Syriza sendiri bermula dari tahun 2001 sebagai upaya dari berbagai organisasi Kiri dengan berbagai macam tendensinya dan Synapsismos, partai Kiri yang merupakan partai terbesar dari koalisi Syriza yang juga dipimpin oleh Alexis Tsipras, yang sekarang menjadi pemimpin dari Syriza. Dalam upayanya untuk bertahan dalam kontes politik elektoral di Yunani sekaligus menyuarakan aspirasi dari rakyat Pekerja, menurut Martalis, Syriza berhasil melakukan berbagai strategi yang rupanya cukup efektif. Pertama, Syriza berhasil menyatukan dan menjembatani berbagai organisasi dan elemen gerakan Kiri dengan berbagai tendensinya dalam satu wadah. Dengan kata lain, Syriza berhasil mengatasi persoalan fraksionalisasi gerakan yang seringkali terjadi di gerakan Kiri dan progresif. Kedua, Syriza berhasil menyambut momentum politik pasca krisis ekonomi di Yunani yang mendorong berbagai komponen gerakan rakyat, mulai dari petani, buruh, anak muda dan lain-lainnya untuk melakukan aksi-aksi massa dan protes yang juga bertepatan dengan gerakan Pendudukan (Occupy) global. Syriza dianggap sebagai wadah politik yang dapat menyalurkan aspirasi rakyat Yunani yang termarginalisasi oleh krisis ekonomi sekaligus kebijakan teknokratis di Yunani dan Eropa. Ketiga, di saat yang bersamaan, Syriza juga tetap berkomitmen terhadap penggunaan mata uang Euroa sekaligus keanggotan Yunani di Uni Eropa. Menurut Syriza, yang seharusnya menjadi fokus perjuangan adalah kebijakan ekonomi yang lebih demokratis pasca diberlakukannya kebijakan ekonomi pemangkasan yang teknokratis alih-alih keluar dari Uni Eropa atau Eurozone – suatu hal yang juga dikampanyekan oleh beberapa kelompok elit di Yunani demi kepentingan mereka sendiri.

Menelusuri Bara Api dalam Insiden Jeddah

Tak jelasnya perlindungan, upaya pemerintah yang minim dalam menyediakan akses pelayanan bagi BMI, tak adanya pengaturan bagi BMI tak berdokumen, dan birokrat-birokrat yang kurang empatik ini akhirnya berakumulasi dan memuncak pada insiden Jeddah. Pemerintah yang tak terbiasa menyediakan pelayanan secara sistematis bagi BMI, akhirnya kelimpungan ketika ribuan BMI tak berdokumen hendak mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk memperjelas statusnya. Pemerintah yang mengandalkan skema pemadam kebakaran—menunggu kasus dulu baru bergerak—merasa telah melakukan yang terbaik dengan menambah staf, relawan, dan loket untuk melayani pengurusan SPLP. Padahal kenyataannya, tindakan ‘terbaik’ pemerintah ini masih jauh dari akomodatif bagi BMI. Pemerintah hanya membuka loket pengurusan SPLP di Riyadh dan Jeddah, sehingga loket di dua kota ini dipadati BMI dari Makkah, Madinah, Taif, Khamis, Musaid, Najran, Baha, Tabuk dan Jizan. Saat terdapat ribuan BMI mengantre di kantor KJRI untuk mengurus dokumen pemutihan izin tinggal, KJRI malah tutup dan tidak melayani pengurusan dokumen, dengan alasan sedang memproses dokumen yang sudah masuk. Hal ini membuat para BMI khawatir tidak dapat memanfaatkan masa amnesti yang diberikan pemerintah Saudi yang tinggal 23 hari lagi (VOA Indonesia, 2013).

DR. Dede Oetomo: Sesuatu Yang Tidak Salah Tidak Usah Dipermalukan

Perjuangan melawan aksi-aksi kekerasan oleh kelompok yang mengklaim diri sebagai mayoritas ini, bukan perkara enteng. Sudah telanjang sekali bahwa negara beserta aparatus kekuasaannya melakukan pembiaran dan bahkan menyediakan legitimasi politik dan hukum terhadap tindak kekerasan tersebut. Di samping itu, tidak adanya peran aktif masyarakat dalam melawan aksi kekerasan itu membuat pelakunya merasa seperti mendapat persetujuan. Tentu saja tidak semua tunduk dan takluk terhadap tindak kekerasan itu. Dengan kemampuan yang terbatas, sebagian orang terus bergerilya menggalang usaha melawan tindakan diskriminatif tersebut. Baik melalui aksi-aksi terbuka, konferensi pers bersama, pendidikan-pendidikan publik, hingga penerbitan-penerbitan yang bersifat akademik maupun populer.

Pembangunan dan Perebutan Ruang Kota

Perebutan ruang kota, sebagai ruang hidup bagi rakyat miskin, memang merupakan lakon utama dalam proses pembangunan kota. Meningkatnya intensitas penetrasi kapital ke dalam ruang-ruang publik, termasuk yang ada di dalam kota, menjadi faktor utama di era MP3EI (Master Plan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Pembangunan infrastruktur (termasuk jalan, dll.) demi memuluskan investasi menjadi prioritas dalam MP3EI. Hal ini tentu berkonsekuensi langsung pada perebutan ruang, termasuk ruang kota. Baru-baru ini, misalnya, saya ikut terlibat aktif dalam advokasi penggusuran paksa para pedagang stasiun Jabodetabek yang dilancarkan oleh PT KAI dalam rangka privatisasi transportasi publik demi kelancaran proyek MP3EI. Perebutan ruang nampak jelas di sana. Paradigma pembangunan ala Orde Baru Soeharto, nampaknya masih menjadi satu-satunya paradigma hingga saat ini, termasuk dalam hal penataan ruang kota.

Kebal Hukum dan Pemeranan Kembali

Suharto dan antek-anteknya sudah memiliki rencana yang matang untuk menghancurkan Partai dan organisasinya secara fisik, yang juga mempertimbangkan jumlah anggota dan pendukung partai sangat besar itu. Untuk mencapai tujuan ini sesegera mungkin, mengandalkan personil Angkatan Darat saja jelas tidak mencukupi; orang-orang sipil perlu dilibatkan dalam jumlah besar. TNI Angkatan Darat secara diam-diam memberikan arahan, dukungan dana, intelijen, transportasi, dan bahkan suplai persenjataan. Sebagai sebuah badan yang seharusnya dipakai untuk pertahanan menghadapi musuh-musuh asing, Angkatan Darat hampir tidak pernah membanggakan pembantaian massal ini (lihat bagaimana militer Jepang menyebarkan cerita sesat tentang Perkosaan di Nanking atau pembunuhan massal orang Armenia oleh tentara Turki). Skandal internasional mampu dihindari sebisa mungkin. Tentara nasional memang tidak semestinya membantai saudara sebangsanya, khususnya, dalam kasus PKI, jika mereka tidak bersenjata dan tidak melakukan perlawanan.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.