1. Beranda
  2. /
  3. Harian Indoprogress
  4. /
  5. Page 149

Harian Indoprogress

Kesadaran materialis para aktivis yang berlatar belakang kelas menengah cenderung eksklusif dan berjarak dari isu ketimpangan sosial. Akibatnya, mereka terpisah dari kekuatan gerakan pekerja yang lebih luas.
Melalui lensa konseptual kekerasan kolonial dan pengalaman historis orang Yéi, tampak jelas bahwa masa lalu dan masa kini merupakan satu kesatuan kontinuum dari praktik kolonial yang sama. Kesinambungan inilah yang pada akhirnya membuka jalan bagi keruntuhan sebagian, bahkan seluruh, kehidupan dan kebudayaan Yéi-nan di Selatan Papua.
Berdasarkan cara pandang yang memosisikan negara sebagai entitas yang selalu benar, berbagai kritik dan gerakan warga dianggap sebagai penghalang pembangunan.
Mengapa para pelopor teknokrasi Indonesia tertarik pada filsafat anti-sistem yang sering dianggap irasional?

Harian Indoprogress

Kerja Kontrak & Outsourcing: Warisan Kolonial

BULAN telah datang : bulan yang paling ditunggu, bulan perlawanan. Setiap tanggal 1 Mei, jutaan buruh di seluruh dunia turun ke jalan, menyuarakan perlawanan dan menyerukan perjuangan kelas. Hari buruh atau yang lebih dikenal dengan May Day memang merupakan hari yang istimewa. Pada hari itu, 197 tahun yang lalu, ratusan buruh di Chicago, AS, ditembaki saat memperjuangkan jam kerja yang lebih manusiawi. Perjuangan mereka berhasil dan masih terasa hingga kini hasilnya: 8 jam kerja untuk buruh di seluruh dunia!

Namun, hasil dari perjuangan kaum buruh di Chicago itu, kini tengah diinjak-injak dengan diberlakukannya sistem kerja kontrak dan outsourcing, dimana kaum buruh tidak memiliki kepastian dan jaminan pekerjaan. Di samping itu, buruh yang bekerja di bawah sistem kerja kontrak dan outsourcing pun tidak mendapatkan hak-hak dasar lain seperti cuti, hak untuk berserikat, upah sesuai standar, dan pesangon. Selain itu, di Indonesia, setelah bekerja selama 8 jam, buruh kontrak dan ousourcing di berbagai pabrik masih harus bekerja di rumah guna menyelesaikan target yang belum terpenuhi di pabrik,. Selain tidak mendapat upah lembur atas pekerjaan tambahan tersebut, mereka pun masih mendapatkan skorsing keesokan harinya.

Ahok dan Komunis

Di zaman Orde Baru, tuduhan komunis jelas bukan perkara main-main, karena itu bisa berarti kematian hak-hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya bagi si terduduh. Karena itu, setelah kejatuhan rezim orba, seluruh elemen pro-demokrasi berusaha sekuat mungkin untuk tidak menggunakan kata komunis sebagai alat untuk memojokkan lawan-lawan politiknya. Pertama, karena faktor kesejarahannya yang berdarah dan brutal tersebut; dan kedua, karena memang telah terjadi pemutarbalikkan dan penjungkirbalikkan yang luar biasa terhadap sejarah gerakan dan pemikiran komunis itu sendiri.

Tentu saja tetap ada yang getol menggunakan kata komunis untuk menyerang atau menyingkirkan lawan politiknya. Siapa mereka? Tidak lain adalah tentara dan kalangan Islam Politik. Tapi, sejauh ini tuduhan-tuduhan komunis itu sudah dianggap sebagai lelucon belaka, sebuah cara berpolitik yang tak beradab. Mereka yang menuduh lawan politiknya sebagai komunis, pasti si penuduh dianggap sebagai politisi yang goblok dan tukang konspirasi.

Korupsi: Akibat Persekongkolan Kapitalisme dengan Demokrasi

Tapi, benarkah korupsi semata masalah kebobrokan moral orang per orang? Benarkah korupsi adalah skandal dan kasus yang tak ada kaitannya dengan sistem ekonomi politik yang berlaku? Kenapa di saat sudah demokrasi, masih terjadi korupsi? Bagaimana solusi penyelesaian korupsi? Cukupkah melalui lembaga-lembaga seperti KPK?

DR. Max R. Lane: Sistem Yang Berlaku Ini Tidak Waras

Sistem yang berlaku ini tidak waras. Memiskinkan milyaran manusia di seluruh dunia, sekaligus jaminan keadilan sosial di negeri imperialis sendiri tidak bisa direalisasikan. Ditambah lagi pemercepatan kerusakan alam sebagai habitat manusia makin tak terkendali.

Rosa Luxemburg: Sang Pedang Revolusi

Kehidupan perempuan yang sanggup berdiri tegak menjulang di antara barisan para raksasa pemikir sosial demokratik yang didominasi laki-laki itu harus berakhir tragis. Setahun setelah revolusi Bolshevik yang dengan gemilang meledak di Rusia, rezim fasis Hitler menamatkan riwayatnya. Tengah malam, di bulan Januari 1919, setelah menjalani perburuan panjang, beserta Wilhelm Pieck dan Karl Liebknecht, — kawan-kawannya– ia ditangkap tentara Jerman. Dalam perjalanan ke penjara, mereka disiksa habis-habisan. Batok kepala Luxemburg dihantam dengan popor senjata, remuk. Belum selesai di situ, kepala perempuan yang sarat pikiran-pikiran radikal ini dihujani berpuluh-puluh peluru.

Prof. Vedi R. Hadiz: Gerakan buruh mesti menjadi bagian dari perjuangan yang lebih luas

PASCA runtuhnya rezim Orde Baru Soeharto, Indonesia memasuki satu tahapan baru dari perkembangan kapitalisme, yakni tahap kapitalisme-neoliberal. Tahapan ini mensyaratkan pergeseran peran negara ke arah yang lebih melayani kepentingan produksi dan reproduksi kapital, ketimbang beperan sebagai pelayan kepentingan publik.

Dalam pergeseran fungsi negara itu, demokrasi lantas hanya menjadi kendaraan bagi elite untuk mengukuhkan kekuasaan oligarkisnya, dan membendung bangkitnya kekuatan rakyat yang independen, dengan memainkan isu-isu berlatar etnis dan keagamaan. Melalui isu-isu berbasis identitas ini, keresahan rakyat akibat penerapan kebijakan neoliberal yang dikemudikan oleh oligarki dikanalisasi ke jurusan sektarianisme sekaligus dibonsai perkembangan kesadaran kelasnya. Konflik yang berkembang lantas menjadi konflik horisontal.

Mengenang Chávez: Tentang Politik dan Pembebasan

Sebagai seorang politisi, Chávez bukanlah seorang yang dogmatis. Dalam obrolannya dengan Tariq Ali, intelektual Inggris keturunan Pakistan itu, Chávez menyebutkan bahwa mungkin ia tidak percaya akan kemungkinan munculnya sebuah revolusi proletariat di masa sekarang. Ia juga tidak membayangkan sebuah masyarakat tanpa kelas atau penghapusan terhadap kepemilikan pribadi. Sebaliknya, Chávez berkata, ‘pelan-pelan coba wujudkan ide-ide revolusioner kita, majulah sedikit namun pasti, meskipun hanya satu millimeter’ (Ali, 2013). Chávez juga menyadari bahwa inspirasi tentang perlawanan bisa datang dari mana saja – ia membaca ide-ide politik para pemikir politik dari benuanya seperti Simon Bolivar dan ide-ide perlawanan dari agama Kristen yang dianutnya. Terinspirasi dari ide-ide tersebut, ia mencoba merumuskan gagasan dan praktek perlawanan politik yang sesuai dengan kondisi negerinya.

Pengalaman Venezuela menunjukkan bahwa hanya massa yang dapat memperjuangkan pembebasannya. Venezuela juga menunjukkan bahwa solidaritas internasional adalah keniscayaan sejarah, yang bukan saja mungkin, namun juga perlu.

Akar Rumput Menuju Kemandirian

‘Membayangkan dunia tanpa petani/pertanian sama seperti membayangkan hidup tanpa pangan. Demikian pula, membayangkan negara yang abai pada rakyat sama seperti membayangkan negara tanpa kedaulatan. Saat ini, angan-angan (imajinasi) gelap itu justru hendak diwujudkan oleh penyelenggara negara, dengan cara menjadi budak/antek-antek korporasi.’

Demikian bunyi paragraf pertama dari ‘Pernyataan Sikap Kongres Petani Otonom II, Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA).’ Sekitar pukul 14.00 WIB, pernyataan sikap itu dibacakan oleh Sumanto, petani dari Kulon Progo, di salah satu ruang milik Pondok Pemuda Ambarbinangun, Yogyakarta.

Limbah Hari Kasih Sayang

Bagi pasar, tak soal apakah Hari Valentine itu halal ataupun haram, yang penting jadilah konsumen yang baik. Sampaikan kasih sayangmu melalui hadiah, dan teruslah berbelanja. Itu sebenarnya pesan tahunan perayaan hari kasih sayang sedunia itu.

Saya tidak tahu pasti berapa uang yang dihabiskan orang Indonesia untuk berbelanja di hari kasih sayang itu Tapi di Amerika Serikat (AS), hasil Survey BIGinsight untuk National Retail Federation (2013) menyebutkan, negara berpenduduk paling padat nomer empat di dunia ini menaikkan anggaran belanja hari kasih sayangnya hampir 4 persen, dengan total pembelanjaan lebih Rp 171 Trilyun. Lebih 10 persen besaran APBN Indonesia tahun ini.

Ken Budha Kusumandaru: Bertutur tentang Perjuangan Lewat Fiksi Fantasi!

REALITAS bekerja dengan penuh keanehan layaknya fiksi. Dalam pengalaman kita sekarang, misalnya, kita bisa melihat bagaimana pembangunan besar-besaran atas nama profit dan ‘revolusionarisasi alat-alat produksi’ berdampingan dengan kemiskinan akut dan deprivasi besar-besaran nilai-nilai kemanusiaan. Ketika apropriasi akumulatif untuk meningkatkan keuntungan kelas kapitalis, hal itu mensyaratkan pengurangan masif kualitas hidup mayoritas rakyat pekerja. Dalam ketegangan ini maka fiksi menjadi sangat operasional. Fiksi berfungsi sebagai perekat ideologis dalam rangka ‘rasionalisasi atas irasionalitas dari sistem yang irasional,’ yang berfungsi untuk memastikan bahwa sistem yang kontradiktif dan berlaku masih dapat berjalan sebagaimana biasanya. Di sini kita akan menemukan bagaimana fiksi, sekaligus karya-karya fiksi, justru menjadi pelayan ideologis dari status quo serta kekuasaan kapitalisme itu sendiri.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.