1. Beranda
  2. /
  3. Analisa Politik
  4. /
  5. Page 17

Analisa Politik

Irwansyah: Wargalah Yang Sehari-hari Membentuk Kota

TIDAK dapat dipungkiri bahwa kota adalah salah satu entitas yang berkaitan sangat erat dengan pengalaman modern kemanusiaan. Walau demikian, bukan perkara mudah untuk memahami hubungan keduanya. Alienasi atau keterasingan manusia dalam pengalaman berkota menunjukkan bahwa hidup di kota tidak bermakna memiliki kehidupan di kota itu sendiri. Penyakit akut perkotaan seperti kemacetan, banjir, minimnya penghijauan, masalah perumahan layak, kriminalitas, dsb membuat mudah untuk menyimpulkan bahwa kota yang dihidupi warganya adalah kota yang tidak manusiawi. Tidak heran jika kemudian kondisi alienatif ini menciptakan kesadaran palsu di kalangan warga bahwa situasi berkota mereka adalah sesuatu yang terberi, ‘udah dari sononye’ dan tidak dapat diubah lagi.

Housework Bukan Kodrat Perempuan! Bring Back to Commons!

KENANGAN apa yang kita ingat tentang ibu kita sewaktu kita masih kecil? Yang segera muncul adalah kenangan tentang ibu saya yang selalu memasak sepulang ia mengajar di sekolah, atau mencuci pakaian semua anggota keluarga, mencuci piring-piring kotor, dan menyiapkan baju kerja ayah saya. Lalu, kenangan apa yang kita ingat tentang ayah kita sewaktu masih kecil? Saya selalu teringat ayah saya yang mengomentari makanan buatan ibu saya, meminta ibu saya membuatkan kopi, dan menanyakan lokasi dasi miliknya di dalam lemari. Kenangan semacam itu tentang sosok seorang ibu dan ayah mungkin bukan hanya kenangan milik saya, mungkin juga kenangan anda, dan yang pasti, kenangan Silvia Federici, yang menulis buku yang sangat bagus mengenai posisi perempuan dalam housework dalam hubungannya dengan kapitalisme: Revolution at Point Zero: Housework, Reproduction, and Feminist Struggle.

Gerwani dan Perjuangan Politik Perempuan

BOLA mata para jendral dicungkil dari tempatnya, sekujur tubuhnya dikuliti dan kemaluan mereka dipotong. Mayat yang tak lagi utuh tersebut dikumpulkan dalam satu sumur mati di wilayah Lubang Buaya, Jakarta. Di atas sumur mati tersebut para wanita sundal menari ‘Tari harum Bunga’ dengan bugil merayakan kemenangan. Tarian setan tersebut diiringi lagu Gendjer Gendjer yang bernuansa mistis. Maka, lengkap sudah segala kegerian dimalam jahaman 1 Oktober 1965 tersebut.

Ruth Indiah Rahayu: Feminisasi Dunia Kerja Menguntungkan Kapitalisme!

Di Indonesia, jika Anda merekoleksi ingatan pada kebangkitan gerakan perempuan dekade 1980an sampai dengan dekade 1990an, tujuan keadilan gender sangat menguat pada kedua agenda perjuangan hak asasi manusia dan demokrasi. Itu sangat relevan ketika menghadapi otoritarianisme Orde Baru, dimana kaum perempuan mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, dan tiadanya ruang demokrasi untuk mengartikulasikan kepentingan perempuan, bahkan untuk berorganisasi. Keadaan berubah ketika memasuki dekade 2000an, setelah masa yang disebut ‘reformasi politik,’ gerakan perempuan menguat di jalur demokrasi elektoral.

Hilmar Farid : Warisan Kunci Politik Orde Baru adalah Kemiskinan Imajinasi Politik, Sosial, dan Kultural!

Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah saya kira warisan politik Orde Baru yang paling bermasalah dan sulit diatasi adalah kemiskinan imajinasi. Bukan hanya imajinasi politik, tapi juga imajinasi sosial dan kultural. Sederhananya begini: orang kesulitan membayangkan sistem politik atau bentuk masyarakat yang ideal. Kita sering dengar orang bicara sosialisme, tapi yang dimaksud itu apa? Masyarakat sosialis di Indonesia hari ini artinya apa? Jangan dulu kita bicara tentang kesadaran rakyat secara umum, di kalangan aktivis saja saya kira soal ini belum jelas. Dan ini warisan Orde Baru yang hebat, kemiskinan imajinasi.

Belajar Dari Yunani

Di tengah-tengah kondisi Yunani yang seperti ini, Syriza hadir sebagai representasi politik dengan tuntutan paling radikal sekaligus realistis bagi Yunani. Syriza sebagai koalisi dari berbagai partai, gerakan sosial dan elemen gerakan Kiri di Yunani, sesungguhnya memiliki sejarah yang tidak singkat. Dalam sebuah pidatonya, Sotiris Martalis (2013), anggota Internationalist Workers Left atau DEA, salah satu organisasi pendiri dan pendukung Syriza berhaluan Trotskyis, sejarah Syriza sendiri bermula dari tahun 2001 sebagai upaya dari berbagai organisasi Kiri dengan berbagai macam tendensinya dan Synapsismos, partai Kiri yang merupakan partai terbesar dari koalisi Syriza yang juga dipimpin oleh Alexis Tsipras, yang sekarang menjadi pemimpin dari Syriza. Dalam upayanya untuk bertahan dalam kontes politik elektoral di Yunani sekaligus menyuarakan aspirasi dari rakyat Pekerja, menurut Martalis, Syriza berhasil melakukan berbagai strategi yang rupanya cukup efektif. Pertama, Syriza berhasil menyatukan dan menjembatani berbagai organisasi dan elemen gerakan Kiri dengan berbagai tendensinya dalam satu wadah. Dengan kata lain, Syriza berhasil mengatasi persoalan fraksionalisasi gerakan yang seringkali terjadi di gerakan Kiri dan progresif. Kedua, Syriza berhasil menyambut momentum politik pasca krisis ekonomi di Yunani yang mendorong berbagai komponen gerakan rakyat, mulai dari petani, buruh, anak muda dan lain-lainnya untuk melakukan aksi-aksi massa dan protes yang juga bertepatan dengan gerakan Pendudukan (Occupy) global. Syriza dianggap sebagai wadah politik yang dapat menyalurkan aspirasi rakyat Yunani yang termarginalisasi oleh krisis ekonomi sekaligus kebijakan teknokratis di Yunani dan Eropa. Ketiga, di saat yang bersamaan, Syriza juga tetap berkomitmen terhadap penggunaan mata uang Euroa sekaligus keanggotan Yunani di Uni Eropa. Menurut Syriza, yang seharusnya menjadi fokus perjuangan adalah kebijakan ekonomi yang lebih demokratis pasca diberlakukannya kebijakan ekonomi pemangkasan yang teknokratis alih-alih keluar dari Uni Eropa atau Eurozone – suatu hal yang juga dikampanyekan oleh beberapa kelompok elit di Yunani demi kepentingan mereka sendiri.

Pembangunan dan Perebutan Ruang Kota

Perebutan ruang kota, sebagai ruang hidup bagi rakyat miskin, memang merupakan lakon utama dalam proses pembangunan kota. Meningkatnya intensitas penetrasi kapital ke dalam ruang-ruang publik, termasuk yang ada di dalam kota, menjadi faktor utama di era MP3EI (Master Plan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Pembangunan infrastruktur (termasuk jalan, dll.) demi memuluskan investasi menjadi prioritas dalam MP3EI. Hal ini tentu berkonsekuensi langsung pada perebutan ruang, termasuk ruang kota. Baru-baru ini, misalnya, saya ikut terlibat aktif dalam advokasi penggusuran paksa para pedagang stasiun Jabodetabek yang dilancarkan oleh PT KAI dalam rangka privatisasi transportasi publik demi kelancaran proyek MP3EI. Perebutan ruang nampak jelas di sana. Paradigma pembangunan ala Orde Baru Soeharto, nampaknya masih menjadi satu-satunya paradigma hingga saat ini, termasuk dalam hal penataan ruang kota.

Kerja Kontrak & Outsourcing: Warisan Kolonial

BULAN telah datang : bulan yang paling ditunggu, bulan perlawanan. Setiap tanggal 1 Mei, jutaan buruh di seluruh dunia turun ke jalan, menyuarakan perlawanan dan menyerukan perjuangan kelas. Hari buruh atau yang lebih dikenal dengan May Day memang merupakan hari yang istimewa. Pada hari itu, 197 tahun yang lalu, ratusan buruh di Chicago, AS, ditembaki saat memperjuangkan jam kerja yang lebih manusiawi. Perjuangan mereka berhasil dan masih terasa hingga kini hasilnya: 8 jam kerja untuk buruh di seluruh dunia!

Namun, hasil dari perjuangan kaum buruh di Chicago itu, kini tengah diinjak-injak dengan diberlakukannya sistem kerja kontrak dan outsourcing, dimana kaum buruh tidak memiliki kepastian dan jaminan pekerjaan. Di samping itu, buruh yang bekerja di bawah sistem kerja kontrak dan outsourcing pun tidak mendapatkan hak-hak dasar lain seperti cuti, hak untuk berserikat, upah sesuai standar, dan pesangon. Selain itu, di Indonesia, setelah bekerja selama 8 jam, buruh kontrak dan ousourcing di berbagai pabrik masih harus bekerja di rumah guna menyelesaikan target yang belum terpenuhi di pabrik,. Selain tidak mendapat upah lembur atas pekerjaan tambahan tersebut, mereka pun masih mendapatkan skorsing keesokan harinya.

Korupsi: Akibat Persekongkolan Kapitalisme dengan Demokrasi

Tapi, benarkah korupsi semata masalah kebobrokan moral orang per orang? Benarkah korupsi adalah skandal dan kasus yang tak ada kaitannya dengan sistem ekonomi politik yang berlaku? Kenapa di saat sudah demokrasi, masih terjadi korupsi? Bagaimana solusi penyelesaian korupsi? Cukupkah melalui lembaga-lembaga seperti KPK?

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.