Ilustrasi: Monthly Review
GAGASAN Nasionalis Konservatif Kristen Kulit Putih (NCWCA), yang secara agresif dipromosikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, telah mengejutkan Eropa dalam beberapa waktu terakhir. Di luar AS, banyak pihak mempertanyakan faktor-faktor internal yang mendorong dinamika ini: Apa ketegangan dalam kelas penguasa AS yang menyebabkan perubahan ini? Bagaimana transformasi dalam basis dan suprastruktur di AS? Apa konsekuensi ideologis dan politik jangka panjang terhadap kebijakan luar negeri AS? Dan yang tak kalah penting, bagaimana sebaiknya negara-negara di Dunia Ketiga merespons perkembangan ini?
Berikut adalah ringkasan untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kami akan memulai dengan menganalisis kekuatan-kekuatan yang mengelilingi kepresidenan AS dan lembaga keamanan nasionalnya. Selanjutnya, kami memeriksa beberapa dampak yang mungkin terjadi pada kebijakan luar negeri.
Kubu Trump pada pertengahan Februari 2025
Kubu Trump sedang melakukan serangan yang sangat terencana terhadap elemen-elemen kunci dari aparatus negara AS (termasuk USAID yang kini secara eksplisit telah terpapar dan tertekan) serta menunjukkan sikap yang memandang rendah para elite Eropa.
Saat ini, Trump didukung oleh pasukan think tank MAGA di belakangnya. America First Policy Institute (AFPI) dan Center for Renewing America (CRA) mendominasi perencanaan sebelum pelantikan dan agenda “Trump 47”, yang merupakan rencana Trump untuk masa kepresidenannya yang kedua. Russel Vought, Brooke Rollins, dan kepala kebijakan Trump, Stephen Miller, semuanya bergabung dalam pemerintahan Trump jilid dua. CRA dan AFPI mengadvokasi penggunaan kekuasaan eksekutif yang jauh lebih agresif untuk membersihkan birokrasi.
Agenda baru ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan proposal Heritage Foundation yang lama, yang perannya sudah tidak digunakan lagi. Trump bahkan menjauhkan diri dari Proyek 25, sebuah rencana berbahaya untuk melenyapkan lawan-lawan kebijakan luar negeri AS. Esensi dari MAGA dan Trump adalah nasionalisme dengan karakteristik Kristen kulit putih yang konservatif.
Kubu Trump (yang terdiri dari pemerintahan resmi dan kelompok influencer serta penasihat informalnya) mencakup beberapa faksi yang terkadang tumpang tindih, masing-masing dengan kebijakan dan kontradiksinya sendiri. Seperti yang ditunjukkan oleh pidato Wakil Presiden James David Vance di Munich, kelompok ini yang sangat ideologis, meskipun Trump sendiri cenderung kurang ideologis. Susie Wiles, Kepala Staf Gedung Putih, adalah seorang operator Partai Republik yang efektif, berpengalaman, sayap kanan, dan tepercaya, yang berperang penting dalam memastikan bahwa Trump 2 jauh lebih terorganisir daripada Trump 1.
Dari empat puluh anggota inti kubu Trump yang kami analisis, sembilan di antaranya (Stephen Bannon, Robert F. Kennedy Jr., Pete Hegseth, Charlie Kirk, Elise Stefanik, Doug Collins, Marco Rubio, J.D. Vance, dan Pam Bondi) secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap zionisme Kristen. Enam lainnya memiliki afiliasi atau keberpihakan secara umum terhadap tujuan-tujuan zionisme Kristen, yakni Donald Trump, Kristi Noem, Michael Waltz, Nigel Farage, Russel Vought, dan Tulsi Gabbard. Semua anggota ini saat ini tunduk pada kehendak Trump.
Meskipun Trump kini memegang kendali kemudi, MAGA adalah “gerakan” yang lebih luas dan beragam, mencakup suara yang pro-tentara, anti-pembangunan, anti-kebudayaan, anti-intelektual, nasionalis, dan anti-imigrasi. Beberapa retorika yang muncul terkadang bersifat anti-intervensi AS dan anti-“deep-state”, uakni jaringan atau kelompok dalam pemerintahan—terutama lembaga keamanan, militer, intelijen, dan birokrasi—yang beroperasi di luar kendali pemerintah resmi atau pemimpin terpilih.
Anggota kepemimpinan Kristen evangelis di kubu Trump, termasuk Pete Hegseth, Stephen Miller, dan Charlie Kirk, adalah kelompok yang berbeda namun tertanam dalam faksi lain dan tidak sepenuhnya berdiri sendiri. Beberapa pemimpin gerakan evangelis, termasuk mantan Wapres Mike Pence, telah dikecualikan dari Trump 2.
Fokus ideologi Trump 2 telah bergeser ke penghancuran birokrasi federal atau “negara administratif”. Serangan ini terus ditujukan kepada lembaga intelijen dan pertahanan, yang diberi label “deep-state” pada era Trump 1. Namun, kali ini, serangan tersebut dibenarkan secara ideologis dengan menggunakan istilah “pemborosan ekonomi”.
Inti dari negara keamanan nasional permanen AS hingga kini belum dapat mengendalikan arah harian pemerintahan Trump. Ketidaksesuaian ideologis di dalam kubu Trump mengingatkan pada salah satu pernyataan terkenal Marx bahwa negara kapitalis adalah kumpulan saudara yang saling bertikai. Meskipun demikian, di bawah kepemimpinan Trump, kelompok ini telah berhasil melancarkan serangan yang terorganisir dan mengungguli lawan-lawan mereka di kalangan elite penguasa AS, setidaknya untuk saat ini.
Selalu terdapat risiko ketika mengklasifikasikan daftar anggota individu dari suatu pemerintahan, sehingga Anda mungkin melewatkan Weltanschauung (pandangan dunia). Terdapat tiga seksi kapital yang merupakan kekuatan utama di balik gerakan sayap kanan. Saat ini, Silicon Valley sedang berupaya untuk menjadi pemimpin kompleks industri militer (military-industrial complex). Amazon, Palantir, Microsoft, Google, Anduril, SpaceX, OpenAI, dan Anthropic PBC adalah pemasok untuk militer AS. Sebagian besar memandang Cina sebagai hambatan dan ancaman utama mereka.
Ekuitas swasta sekarang berfokus pada unicorn teknologi, yang lebih tepat disebut sebagai monopoli dan duopoli dalam sektor teknologi. Mereka berada di titik temu antara militer, teknologi, dan keuangan. Seksi kapital minyak dan gas perlu mengatasi ancaman energi terbarukan dan mempertahankan posisi monopolinya. Sementara seksi lain dari kapital, pada umumnya, tetap pasif. Ada 13 miliarder dan beberapa jutawan dalam pemerintahan, banyak di antaranya berasal dari tiga kelompok di atas.
Seperti dalam semua gerakan fasis, kontradiksi internal yang signifikan di kalangan neofasis di AS adalah antara kaum kapitalis dan basis kelas menengah ke bawah, yaitu gerakan MAGA. Berikut ini adalah gambaran mengenai faksi-faksi dalam kubu Trump, termasuk beberapa tokoh kuncinya.
Pada pertengahan Februari 2025, terdapat delapan faksi dalam kubu, yang terdiri dari:
- Libertarian Rasialis Kulit Putih Teknologi;
- Nasionalis dan Paleo-konservatif AS;
- Loyalis MAGA & Trump;
- Pembangun Koalisi Kanan-Jauh Global ;
- Realis Sayap Kanan;
- Para Begawan Anti-Regulasi dan Reaganite Pro-Bisnis ;
- Brigade yang sangat anti-Tiongkok dan anti-Komunis; dan,
- Maverick Politik yang digunakan untuk memperluas basis Trump dan melemahkan Partai Demokrat.
Kaum Libertarian Rasialis Kulit Putih
Kelompok ini berusaha menguasai bagian inti dari negara untuk meningkatkan upaya mereka untuk mengendalikan teknologi utama seperti AI dan Crypto. Berikut adalah beberapa tokoh kunci yang terlibat. Tiga tokoh pertama berasal dari mafia Paypal dan memiliki pengalaman serta koneksi masa kecil yang terkait dengan masa apartheid di Afrika Selatan/Namibia. Tokoh-tokoh kunci tersebut adalah:
Peter Thiel (penasihat teknologi dan Keamanan Nasional, Ketua Palantir): seorang miliarder teknologi yang memiliki pengaruh strategis secara geopolitik. Saat ini, ia memimpin bagian berbasis teknologi dari kompleks industri militer. Thiel mendukung pemerintahan yang berfokus pada pengawasan dan konsep “pasca-demokrasi”. Ia menyatakan, “Saya tidak lagi percaya bahwa kebebasan dan demokrasi itu saling menguatkan.” 6 pandangan rasialisnya terbentuk selama masa kecil ketika ayahnya adalah seorang pengusaha di Namibia yang menganut sistem apartheid.
Elon Musk (secara de facto menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah/DOGE): Orientasinya adalah oligarkis, nasionalis, zionis, libertarian, dan transhumanis. Bagi Musk, transhumanisme berarti masa depan di mana AI dan manusia bersatu. Tumbuh dalam keluarga ultra-kanan di era apartheid Afrika Selatan, membentuk pandangan rasialis kulit putih dan simpati terhadap Nazi. Ia adalah cucu dari seorang Nazi yang sebenarnya, dan penghormatan ala Nazi yang dilakukannya dengan penuh permintaan maaf dianggap sebagai kegembiraan.
David Sacks (tsar mata uang kripto).
Marc Andreessen (menggambarkan diri sebagai “pekerja magang DOGE yang tidak dibayar”): Mendukung tekno-otoritarianisme atau pemerintahan teknokratis korporat. Pada tahun 2016, ia mengatakan, “Anti-kolonialisme telah menjadi bencana ekonomi bagi rakyat India selama beberapa dekade. Mengapa harus berhenti sekarang?”
Kaum Nasionalis dan Paleo-konservatif AS
Pendukung kedaulatan nasional, proteksionisme ekonomi, dan kebijakan luar negeri yang “terkendali”. Tokoh-tokoh yang terkenal adalah:
* J. D. Vance (Wakil Presiden): Anak didik Peter Thiel.
* Stephen Miller (penasihat senior).
* Tucker Carlson (pemengaruh): Pemimpin sayap kanan anti-imperialis, suara yang paling konsisten menentang intervensi asing dan bersimpati pada Putin.
* Michael Anton (Wakil Menteri Luar Negeri untuk Analisis Kebijakan): Mungkin yang paling cerdas dari para intelektual sayap kanan. Ia mendukung caesarisme di AS. Anton terkenal dekat dengan Vance.
* Michael Waltz (penasihat Keamanan Nasional).
* Rand Paul (penasihat kebijakan luar negeri): Seorang tokoh marjinal.
Loyalis MAGA & Trump
Kelompok ini ditandai dengan dukungan yang tak tergoyahkan untuk agenda-agenda Trump. Faksi ini menekankan loyalitas dan keselarasan dengan visinya. Anggota-anggota yang menonjol termasuk:
* Pete Hegseth (Menteri Pertahanan): Seorang zionis Kristen ekstrem yang terobsesi untuk menghapus DEI dari militer.
* Pam Bondi (Jaksa Agung).
* Charlie Kirk (pendiri dan Presiden Turning Point USA [TPUSA]): TPUSA adalah organisasi konservatif terkemuka yang didedikasikan untuk melibatkan kaum muda dalam mempromosikan pasar bebas dan pemerintahan yang terbatas.
* Lori Chavez-DeRemer (Menteri Tenaga Kerja).
* Sean Duffy (Sekretaris Transportasi).
* Doug Collins (Sekretaris Urusan Veteran).
* Kristi Noem (Menteri Keamanan Dalam Negeri).
* Elise Stefanik (Duta Besar AS untuk PBB).
Pembangun Koalisi Kanan-Jauh Global
Faksi ini berusaha mengembangkan, mendukung, dan menyelaraskan gerakan-gerakan sayap kanan secara global, membina jaringan ultra-nasionalis transnasional yang permanen. Tokoh-tokoh terkemukanya antara lain:
*Steve Bannon (Kepala Ahli Strategi, operator dunia Trump yang tidak resmi): Penghubung ideologis utama antara trumpisme dan para pemimpin sayap kanan global seperti Jair Bolsonaro (Brasil), Javier Milei (Argentina), Marie Le Pen (Prancis), dan Victor Orbán (Hungaria). Bannon mencap dirinya sebagai pendukung “hak budaya” untuk kelas pekerja tetapi tidak konsisten pada populisme ekonomi, terkadang menyerukan pajak yang lebih tinggi pada orang kaya. Anti-Cina, tetapi itu bukan permainan utamanya, karena yang terpenting baginya adalah membangun gerakan sayap kanan global yang langgeng.
* Nigel Farage (penasihat utusan Eropa, pemimpin Reform UK): Dia adalah tokoh kunci dalam koordinasi sayap kanan trans-Atlantik, terutama di Inggris dan Uni Eropa. Pengaruhnya di dalam kubu Trump masih belum pasti.
Kaum Realis Sayap Kanan
Kelompok ini menolak pandangan orang-orang seperti John Bolton, yang dipandang Trump sebagai seorang hawkish, yakni mereka yang cenderung mendukung penggunaan kekuatan militer ketimbang diplomasi atau negosiasi dalam kebijakan luar negeri. Sementara kaum realis sayap kanan dikenal sebagai “pengekang” dan menolak ekspansionisme yang berlebihan. Mereka percaya pada realisme optimis yang diekspresikan dalam gagasan bahwa Iran harus dikekang, bukan diserang, dan bahkan Iran yang memiliki nuklir bukanlah ancaman bagi Israel atau AS karena Iran hanya memiliki kemampuan bertahan. Anggota-anggotanya meliputi:
* Elbridge Colby (Wakil Menteri Pertahanan untuk Kebijakan): Menganjurkan pengurangan kehadiran militer AS di Timur Tengah dan Eropa untuk memprioritaskan Teater Indo-Pasifik dan menahan Cina. Ia adalah putra William Colby, mantan Direktur CIA di bawah pemerintahan Nixon dan Ford.
* John Ratcliffe (Direktur CIA): Skeptis terhadap badan intelijen.
* Michael DiMino (Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Timur Tengah): Dia percaya bahwa Timur Tengah tidak terlalu penting bagi AS. Ia berpendapat bahwa upaya apa pun untuk membasmi Hamas dari Gaza adalah tindakan bodoh.
* Steve Witkoff (Miliarder real estate yang dekat dengan Trump): Utusan untuk pembicaraan Gaza dan Ukraina.
Para Begawan Reagan yang Pro-Bisnis dan Anti Regulasi
Tokoh-tokoh kuncinya antara lain:
* Scott Bessent (Menteri Keuangan).
* Russell Vought (Direktur Kantor Manajemen dan Anggaran): Dia terdengar seperti John Bircher tradisional (ultra kanan dari tahun 1960-an). Dia percaya bahwa Partai Demokrat adalah komunis.
* Chris Wright (Menteri Energi): CEO, Liberty Oilfield Services.
* Doug Burgum (Menteri Dalam Negeri).
* Brooke Rollins (Menteri Pertanian).
* Howard Lutnick (Menteri Perdagangan).
* Lee Zeldin (Administrator EPA).
Brigade yang sangat anti-Cina dan anti-komunis
Kelompok ini menunjukkan perilaku konspiratif seperti sekte dan dikenal karena semangat ideologisnya yang ekstrem; melihat semua masalah internasional melalui lensa anti-komunis. Mereka melihat Cina tidak hanya sebagai saingan geopolitik tetapi juga musuh ideologis yang eksistensial, dan percaya bahwa Cina mendalangi hampir semua ancaman besar terhadap kekuatan AS. Mereka juga mempertahankan permusuhan gaya Perang Dingin terhadap Venezuela, Kuba, dan rezim sayap kiri lainnya, tetapi memprioritaskan Cina sebagai medan pertempuran utama. Tokoh-tokoh terkemukanya, misalnya:
* Peter Thiel (lihat kelompok 1): Dia sangat anti-komunis dan berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan teknologi AS yang bekerja sama dengan Cina melakukan pengkhianatan dan telah mempromosikan strategi pemisahan diri yang ekstrem.
* Marco Rubio (Menteri Luar Negeri): Tidak dapat menegaskan garisnya, yang sangat anti-Venezuela, Kuba, dan Cina. Sekarang memainkan peran sebagai penengah dalam pemerintahan. Dengan lemah lembut mencoba melindungi USAID namun gagal.
* Landon Heid (Asisten Menteri Perdagangan untuk Administrasi Ekspor): Mengawasi kontrol ekspor untuk membatasi akses Cina ke teknologi AS.
* Peter Navarro (penasihat senior untuk perdagangan dan manufaktur): Bukunya yang berjudul Death by China membantu membentuk sikap anti-Tiongkok Trump 1.
* Jamieson Greer (perwakilan dagang AS).
Maverick politik yang digunakan untuk memperluas basis Trump dan melemahkan Partai Demokrat
Figur sentralnya adalah:
* Tulsi Gabbard (Direktur Intelijen Nasional).
* Robert F. Kennedy Jr (Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan).
Perkembangan berbahaya di Dewan Keamanan Nasional dan Pentagon
Dewan Keamanan Nasional (NSC) AS adalah dewan presiden untuk strategi besar AS (geopolitik, militer, dan nuklir). Tidak ada analogi paralel langsung antara fungsi negara AS dan proyek-proyek sosialis. Anda bisa menyebutnya sebagai biro politik untuk keamanan negara nasional. Anggota badan ini, sebagaimana didefinisikan oleh undang-undang saat ini, adalah:
* Donald Trump, Presiden
* J.D. Vance, Wakil Presiden
* Marco Rubio, Sekretaris Negara
* Pete Hegseth, Menteri Pertahanan
* Chris Wright, Menteri Energi
* Scott Bessent, Menteri Keuangan
* Gerald Parker, Direktur Kantor Kebijakan Kesiapsiagaan dan Respons Pandemi
Pejabat lain yang ditunjuk di bawah pemerintahan Trump antara lain:
* Michael Waltz, Penasihat Keamanan Nasional
* Kristi Noem, Menteri Keamanan Dalam Negeri
* Pam Bondi, Jaksa Agung
* Elise Stefanik, Duta Besar AS untuk PBB
* Susie Wiles, Kepala Staf Gedung Putih
* Doug Burgum, Menteri Dalam Negeri (dekat dengan miliarder minyak Harold Hamm)
NSC selalu menjadi kelompok yang berbahaya bagi seluruh dunia. Mereka menjadi ujung tombak perang, kudeta, revolusi warna (color revolution), pembunuhan, sanksi, dan operasi intelijen terhadap negara lain, kekuatan progresif, dan individu. Kelompok ini telah menjadi pusat kejahatan terhadap kemanusiaan sejak 1947.
Dari semua kapitalis, Peter Thiel memiliki cengkeraman terkuat di NSC. Peter Thiel adalah salah satu orang paling berbahaya di planet ini. Dia adalah supremasi kulit putih dan fasis yang setia, sekaligus anti-komunis paling cerdas di AS. Thiel memiliki hubungan dekat dengan Trump. Dia secara langsung terikat secara finansial dan atau politik dengan enam anggota NSC berikut ini:
* J.D. Vance: Theil menggelontorkan jutaan dolar ke dalam super PAC yang mendukung kampanye Vance di tahun 2022. Thiel merangkul Vance sebagai anak didiknya sekitar satu dekade yang lalu.
* Pete Hegseth: Lingkaran dalamnya terdiri dari para eksekutif Palantir dan Anduril, yang menunjukkan integrasinya ke dalam jaringan teknologi militer Thiel. Seorang mantan penasihat dari dana lindung (hedge-fund) yang dimiliki Thiel juga termasuk di antara rekan-rekan Hegseth yang dikenal.
* Chris Wright: Dia terhubung dengan Thiel melalui perusahaan rintisan energi Oklo. Wright duduk di dewan direksi Oklo, dan perusahaan ventura Peter Thiel merupakan investor utama di perusahaan tersebut.
* Susie Wiles: Wiles termasuk dalam daftar “Saving Arizona PAC,” sebuah kelompok yang didanai Thiel untuk Blake Masters di Arizona. Ia telah bekerja sama dengan Thiel dan berbicara di acara yang diselenggarakan oleh Rockbridge Network, sebuah koalisi kelompok politik sayap kanan yang didukung oleh Thiel.
* Pam Bondi: Thiel bekerja bersamanya di komite eksekutif tim transisi kepresidenan Trump tahun 2016.
* Michael Waltz: Thiel memberikan sumbangan langsung untuk kampanye Waltz di Florida 2022.
Konferensi Konservatisme Nasional (NatCon), sebuah proyek yang didanai Theil, sering kali menampilkan Marco Rubio dan Thiel sebagai pembicara utama. Dalam Trump 1, para pembantu Thiel ditempatkan secara strategis di posisi-posisi kunci dalam Keamanan Nasional. Kevin Harrington diangkat sebagai wakil asisten presiden untuk perencanaan strategis.
Secara signifikan, tidak ada realis sayap kanan di NSC. Begitu juga dengan Tulsi Gabbard, Direktur Intelijen Nasional. Pengaruh politik Thiel di kalangan militer dan intelijen jauh melampaui AS. Ia telah menghadiri semua, kecuali dua (2017-2018), dari pertemuan tahunan trans-Atlantik Bilderberg yang terkenal sejak 2007 (tidak ada pertemuan yang diadakan pada 2020-2021).
Pada tahun 2016, ia menjadi anggota komite pengarah yang kuat. Tidak ada orang Amerika lainnya kecuali Henry Kissinger dan mungkin Marie-Josée Kravis yang menghadiri lebih banyak pertemuan dalam periode ini. Eric Schmidt dari Google adalah tokoh teknologi lainnya yang sering hadir di Bilderberg. Pada tahun-tahun sebelumnya, David Rockefeller, George Ball (Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Pejabat Departemen Keuangan AS) dan Paul Volcker (Mantan Ketua Federal Reserve) adalah tokoh-tokoh yang dominan.
Konferensi Bilderberg menjadi target teori konspirasi karena siapa saja yang hadir dan kerahasiaan Chatham House yang sangat dijaga ketat sejak didirikan pada 1954. Terlepas dari teori konspirasi yang beredar, konferensi ini dihadiri oleh para petinggi negara, presiden, perdana menteri, jenderal terkemuka, direktur militer dan intelijen, menteri, dan anggota akademisi, lembaga pemikir, dan jurnalis yang loyalis terhadap Barat, yang dipilih secara bergilir dan diseleksi secara ketat.
Setiap pertemuan dihadiri sekitar 125 orang, jumlah peserta lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos. Pada tahun 2024, 32 dari 131 peserta berasal dari AS, di mana sebelas di antaranya berasal dari bisnis besar dan tujuh di antaranya berasal dari korporasi sektor teknologi:
- Thiel Capital LLC (Dua orang – Peter Thiel dan CEO-nya Alex Carp)
- Microsoft Research
- Palantir Technologies Inc.
- Anduril Industries.
- PBC Antropik
Semua perusahaan ini adalah kontraktor militer AS.
Turut hadir pula tujuh anggota pemerintah AS:
- Direktur Senior untuk Perencanaan Strategis, Dewan Keamanan Nasional
- Direktur Senior untuk Teknologi dan Keamanan Nasional, Dewan Keamanan Nasional
- Wakil Penasihat Keamanan Nasional
- Kantor Direktur Intelijen Nasional
- Direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur
- Mantan Wakil Menteri Luar Negeri
- Wakil Sekretaris Departemen Keuangan
David H. Petraeus, mantan Direktur CIA dan jenderal bintang empat, hadir sebagai perwakilan KKR. Dia adalah peserta yang sering hadir. Boeing dan Lockheed tidak diundang. Peter Thiel telah menghabiskan tujuh belas tahun dengan hati-hati menempatkan dirinya di tengah-tengah jaringan perusahaan militer-intelijen AS. Eric Schmidt memiliki peran yang lebih formal dalam intelijen militer AS, termasuk mengetuai Dewan Inovasi Pertahanan (DIB), tetapi tidak terlalu jauh masuk ke dalam ranah politik. Thiel adalah tokoh non-negara paling berbahaya di dunia saat ini.
Lonceng tanda bahaya lainnya adalah bahwa Trump melakukan sesuatu yang tidak biasa minggu ini, memecat Kepala Staf Gabungan dan menggantinya dengan Letnan Jenderal Dan Caine dari sayap kanan, yang ia temui di Irak dan kemudian bertemu lagi di CPAC (konferensi politik sayap kanan) pada 2019. Hal ini tentu saja dirancang untuk menghilangkan kekangan militer di Gedung Putih, yang sekarang memiliki orangnya sendiri. Caine dianggap sebagai pilihan yang tidak biasa karena belum pernah memegang posisi yang lebih rendah sebelum dipilih untuk posisi ini. Di CPAC, Trump mengenang sang jenderal dengan mengatakan, “Saya mencintaimu, pak. Saya pikir Anda hebat, pak. Saya akan mati untuk Anda, pak.”
Menteri Pertahanan Pete Hegseth menyatakan bahwa ia akan memecat para jaksa agung atau JAG. Mereka adalah pengacara militer yang mengelola kode peradilan militer untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Hal ini, secara ipso facto, merupakan pertanda yang tidak menyenangkan.
Aspek-aspek tertentu dari dampak Trump terhadap kebijakan luar negeri AS
Perintah Eksekutif “Kubah Besi untuk Amerika”
Pada 27 Januari 2025, Trump menandatangani sebuah perintah eksekutif berjudul “Kubah Besi untuk Amerika”. Inisiatif ini bertujuan untuk membangun perisai komprehensif yang mampu melindungi AS dari berbagai ancaman rudal, termasuk rudal balistik, hipersonik, dan rudal jelajah canggih. Inisiatif ini mencakup beberapa aspek, yaitu:
- Penerapan sensor dan pencegat canggih di darat maupun di angkasa;
- Pengembangan kemampuan pertahanan non-kinetik (laser, EMP, dll.); dan
- Peningkatan keamanan rantai pasokan untuk semua komponen.
Meskipun dibungkus dengan kata-kata “pertahanan”, tindakan ini merupakan perluasan jahat dari doktrin militer AS tentang kekuatan balasan, yang ditegaskan kembali dalam laporan Departemen Pertahanan tahun 2024 tentang Strategi Penggunaan Nuklir AS. Inti dari kekuatan balasan adalah memberikan kemampuan untuk meluncurkan serangan nuklir pertama terhadap kemampuan militer dan nuklir lawan.
Perencanaan militer AS mencakup penggunaan senjata nuklir pertama dengan tujuan untuk “memenangkan” perang nuklir dengan menghancurkan kemampuan Rusia dan Cina untuk melakukan serangan balasan terhadap serangan pertama AS. Strategi militer AS ini tidak bermoral dan merupakan ancaman sangat serius bagi umat manusia.
Ada dua alasan di balik rencana ekspansionis Trump untuk menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51, membeli Greenland, dan mengklaim Panama. Alasan pertama adalah untuk memperluas zona perlindungan Kubah Besi. Alasan kedua adalah untuk menguasai mineral-mineral penting. Keinginan yang terakhir ini juga memperluas kepentingan AS ke Ukraina. Namun, tampaknya, obsesi Trump terhadap “Real Estate” salah arah dalam kasus ini. AS terus melakukan intervensi terhadap Guyana untuk memajukan kepentingan minyaknya, sekaligus memberikan manfaat tambahan dengan melemahkan Venezuela.
Pengurangan Anggaran Militer dan Rencana Re-industrialisasi
Trump telah mengambil langkah untuk mengurangi anggaran militer AS, termasuk anggaran departemen-departemen lainnya. Dia mengklaim bahwa dana tersebut dapat digunakan lebih efektif dengan menginvestasikannya kembali dalam re-industrialisasi. Upaya terbaru untuk membangun pabrik besar cip menunjukkan bahwa investasi dalam kapital tetap dibutuhkan. Membangun kembali sistem pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang modern dan maju membutuhkan waktu puluhan tahun.
Selain itu, hal ini juga membutuhkan infrastruktur yang sangat besar. Proses ini membutuhkan kapital yang “sabar”, yang bertentangan dengan pasar keuangan spekulatif saat ini. Tidak ada bukti bahwa AS dapat mengambil pelajaran dari Cina mengenai cara mengelola proses pembangunan selama tiga puluh tahun.
IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.
Eropa yang Layu
Serangan J.D. Vance terhadap “liberalisme” Jerman dan Eropa, termasuk masalah imigrasi, telah menimbulkan reaksi besar di London, Berlin, dan Paris. Secara keseluruhan, kemarahan mereka disebabkan karena tidak diikutsertakannya Eropa dan Ukraina dalam upaya AS untuk menyelesaikan sengketa Ukraina.
Kishore Mahbubani, seorang pejabat publik terkemuka Singapura, baru-baru ini mengusulkan agar Eropa mempertimbangkan tiga jalan yang “tidak terpikirkan”. Pertama, meninggalkan NATO. Mereka tidak membutuhkan AS jika mereka harus membayar 5% dari PDB mereka untuk militer. Tetap berada di NATO menunjukkan bahwa mereka lemah: “… menjilat sepatu bot yang menendang wajah mereka.” Kedua, merumuskan strategi baru yang besar dengan Rusia, di mana masing-masing pihak mengakui kepentingan satu sama lain. Ketiga, menjalin kesepakatan dengan Cina.
Satu-satunya alasan mengapa hubungan antara Eropa dan Cina menurun karena Eropa secara membabi buta mengikuti kepentingan geopolitik AS. Secara teori, Eropa seharusnya meninggalkan jalur saat ini dan melindungi kepentingannya sendiri.
Pada 20 Februari, surat kabar Jerman BILD melaporkan rumor bahwa Trump mungkin akan setuju untuk menarik semua pasukan AS dari negara-negara bekas Uni Soviet. Tidak jelas apakah informasi ini berasal dari intelijen Eropa Barat yang keliru atau memang benar. Rusia dan AS memang sedang membahas kemungkinan proyek energi bersama di Kutub Utara.
Dengan demikian, pertanyaannya adalah, apakah pendukung neoliberal yang pengecut akan terus memerintah Eropa, sehingga membuatnya menjadi tidak relevan di abad ini dan menjadi bahan tertawaan dunia? Kelompok ekstrem kanan tumbuh di Prancis (Rassemblement National, RN), Inggris (Reform UK), Jerman (AfD) dan pada tingkat yang lebih rendah di Italia (Fratelli d’Italia dan Lega) dan Belanda (PV). Jika sayap kanan berkuasa, ada kemungkinan mereka akan membongkar beberapa institusi pasca-Perang Dunia II di Atlantik Utara dan mengupayakan pemulihan hubungan dengan Rusia. Namun, upaya untuk menciptakan perdamaian dengan Cina kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dengan saudara-saudara MAGA mereka.
Hasil lain yang mungkin terjadi, meskipun saat ini tidak mungkin, adalah bahwa pembubaran aliansi Atlantik Utara dapat, seiring waktu, menyebabkan perbedaan kepentingan Prancis dan Jerman yang dipimpin oleh sayap kanan.
Saat ini, terdapat 100 pangkalan AS yang tersebar di seluruh Eropa, dan Italia dan Jerman dapat dianggap sebagai koloni militer AS. Meloni, pemimpin sayap kanan Italia, dengan patuh mengikuti arahan AS bahkan membungkuk di hadapan Biden di G20. Namun, anggota koalisi sayap kanannya jauh lebih bersahabat terhadap normalisasi hubungan dengan Rusia.
Eropa kini merasa dipermalukan oleh AS. Meskipun demikian, peluang Eropa untuk menegaskan kemandirian politiknya tetap rendah. Elite inti Eropa telah dijinakkan oleh AS, dengan generasi pemimpin yang dididik di kampus-kampus elite AS dan kekayaan mereka diinvestasikan di pasar saham AS. Rasanya mustahil untuk melihat mereka memiliki keinginan untuk bergabung dalam kampanye bersama untuk memblokir kebangkitan strategi pertama AS yang reaksioner dari Trump. Mereka tetap berkomitmen kuat pada posisi anti-Rusia. Intervensi militer Prancis dan kontrol atas mata uang nasional Afrika Barat menunjukkan bahwa mereka masih merupakan kekuatan imperialis yang tidak bertobat.
Amerika Serikat dan Rusia
Di bawah kepemimpinan Trump, AS berusaha untuk menarik Rusia kembali ke orbitnya, sehingga membuat mereka tidak lagi menjadi sekutu Cina. Strategi ini didasarkan pada keyakinan bahwa Cina merupakan ancaman eksistensial bagi AS, dan penting untuk tidak berkonflik dengan keduanya secara bersamaan.
AS memutuskan untuk menjauh dari Eropa dan memberikan suara menentang resolusi yang mengutuk Rusia di PBB pada 24 Februari. Tujuh belas negara menolak proposal Eropa, sementara 65 negara, termasuk Cina, abstain.
Henry Kissinger, dalam diskusi dengan Presiden Nixon pada 14 Februari 1972, meramalkan adanya perubahan strategis dalam kebijakan luar negeri AS. Dia menyatakan, “Saya pikir dalam 20 tahun, penerus Anda, jika dia sebijaksana Anda, akan lebih condong ke arah Rusia daripada Cina. Selama 15 tahun ke depan, kita harus lebih mendukung Cina melawan Rusia.” Satu-satunya kesalahan Kissinger adalah dalam memperkirakan jumlah tahun yang dibutuhkan.
Dari perspektif sejarah AS, negara ini merasa terpaksa untuk membuka hubungan dengan Cina pada tahun 1971 karena sadar bahwa mereka telah kalah dalam perang di Vietnam dan takut akan kemungkinan pemulihan hubungan antara Rusia, Cina, dan Vietnam. Adalah Kissinger yang realis, di bawah pemerintahan Partai Republik, yang bersedia mengabaikan kekuatan anti-komunis di dalam negeri AS untuk mengunjungi Beijing. Dia berpendapat bahwa lebih baik menerima “kekalahan sementara” dan fokus pada strategi melemahkan Uni Soviet.
Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 memvalidasi, dalam benak mereka, keputusan untuk menormalkan hubungan dengan Cina. Beberapa ahli teori realis sayap kanan di AS memproyeksikan 15 tahun ke depan tentang bagaimana mereka dapat mengalahkan Cina. Namun, para realis sayap kanan menghadapi periode sejarah yang sangat berbeda dari tahun 1970-1990. Saat ini Cina adalah kekuatan ekonomi yang sedang menanjak, sedangkan AS sedang menurun.
Memang terdapat kekuatan Kristen konservatif kulit putih reaksioner di Rusia yang mungkin akan menyambut aliansi dengan kekuatan NCWCA AS yang berpikiran serupa. Namun, dalam jangka pendek, mereka tidak mungkin memiliki pengaruh yang cukup untuk mengimbangi kekuatan politik dan militer Rusia yang lebih senior, yang menyadari akan taktik menipu dan tidak menentu yang ditawarkan oleh Trump.
Pada titik ini, tampaknya sangat tidak mungkin bagi Putin untuk mengambil risiko berkolaborasi dengan Barat. Benar bahwa 20 tahun yang lalu, dia sangat ingin menjadi bagian dari inti kubu imperialis Barat, tetapi ia telah dikhianati terlalu sering. Dan saat ini, suasana hati rakyat Rusia sangat patriotik dan anti-Amerika. Putin menyadari bahwa Trump akan digantikan dalam empat tahun dan tidak ingin membuat kesalahan strategis dengan bertaruh habis-habisan untuk menjadi anggota yang aman di G8.
Dalam dua tahun terakhir, kelompok Rusia pro-Eropa yang berjumlah sekitar 10% dari populasi Rusia, terpaksa bersembunyi. Mereka tetap menjadi ancaman di masa depan bagi kedaulatan Rusia, tetapi saat ini tidak memiliki kekuatan. Perlu dicatat bahwa Putin mengandalkan kekuatan Kristen sayap kanan, beberapa di antaranya berideologi fasis, yang memperumit situasi. Sebuah persatuan baru antara Kristen konservatif kulit putih yang membentang dari AS hingga Rusia tampaknya mustahil. Masa depan Rusia tidak dapat bergantung pada Eropa yang sedang mengalami kemunduran (yang membenci mereka) dan AS, yang secara historis meremehkan orang-orang Slavia.
Usulan Trump agar AS, Rusia, dan Cina mengurangi anggaran militer mereka hingga setengahnya adalah langkah sinis untuk mempertahankan keunggulan militer AS. AS sendiri menyumbang lebih dari 50% dari total pengeluaran militer dunia dan mengontrol 25% lainnya melalui negara-negara sekutunya seperti Jerman dan Jepang. Jika kita mempertimbangkan pengeluaran historis dan faktor per kapita, kelicikan tawaran Trump menjadi jelas. Dunia tidak boleh membiarkan AS mengambil peran sebagai pembawa perdamaian dunia dengan tawaran ini.
Ketegangan Timur Tengah dan Rencana Gaza Trump
Rencana “Riviera” Gaza yang diajukan Trump akan memicu gelombang perlawanan besar-besaran di wilayah tersebut. Meskipun terdapat gencatan senjata, tindakan agresif pasukan penjajah Israel masih terus berlanjut. Lebih dari 160 petugas medis di Gaza ditahan di penjara-penjara Israel, di tengah-tengah laporan penyiksaan yang terjadi.
Kita telah menyaksikan bahwa Arab Saudi secara terbuka terpaksa mundur sementara dari keinginan mereka untuk bergabung dengan Israel dan AS. Tujuan Saudi adalah untuk memanfaatkan AS, Israel, dan India dalam menghadapi Cina, dengan harapan menjadikan diri mereka sebagai kekuatan ekonomi utama di kawasan tersebut. Mereka membayangkan sebuah era kebangkitan bagi Timur Tengah. Rencana Gaza Trump memberikan pukulan telak pada rencana mereka. Saat ini, Saudi sedang mendiskusikan proposal pembangunan kembali mereka sendiri yang tidak menyingkirkan semua orang Palestina. Namun, apakah mereka akan menyambut baik rencana ini masih belum diketahui.
Global Selatan dan NCWCA
Seperti sudah disebutkan di atas, kubu Trump ini sangat ideologis meskipun tidak bersatu dan koheren. Perjalanan Vance menunjukkan bahwa mereka akan memaksakan pandangan mereka ke panggung utama kebijakan luar negeri AS. Hal ini tentu akan mengguncang kohesi internal kubu imperialis. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Trump dapat dengan mudah berselisih dengan anggota-anggota kunci timnya.
Negara keamanan nasional (the national security state) harus bekerja ekstra keras untuk mencegah kerusakan jangka panjang yang signifikan pada hubungan AS dengan sekutu-sekutunya dan menghindari erosi aturan teror selama 80 tahun oleh NATO. Dalam jangka pendek hingga menengah, agenda NCWCA akan diumumkan, yang mencakup penolakan terhadap “keragaman/pluralisme”, dengan fokus pada negara-negara yang memiliki gerakan sayap kanan yang sedang berkembang.
Kebangkitan fundamentalisme sayap kanan di AS akan memicu kekuatan reaksioner di negara-negara Selatan. Kekuatan kelas atas di beberapa negara kunci di Dunia Selatan tidak memiliki kepentingan rakyat dalam rencana mereka dan akan dimanfaatkan oleh AS untuk menyerang semua proyek sosialis.
Tidak akan ada penolakan yang konsisten terhadap NCWCA di setiap negara. Di dalam AS, fokus internal gerakan MAGA bersifat nasionalis dan konservatif. Namun, di negara-negara kulit hitam dan muslim, elemen Kristen kulit putih menjadi bagian penting dari presentasi mereka. Saat ini, terdapat sekelompok pemimpin sayap kanan yang sedang berkembang di negara-negara Selatan, terutama di Amerika Latin, yang akan menyambutnya. Di negara-negara yang menentang NCWCA, situasinya dapat dengan cepat menjadi kompleks.
Sebagai contoh, di Afrika Selatan, sebagian kapital monopoli kulit putih yang dipimpin oleh DA telah beralih untuk membela ANC yang sekarang sangat lemah untuk menentang serangan bermotif rasial yang dilancarkan oleh Elon Musk terhadap pemerintah. Masyarakat secara umum bersatu untuk mempertahankan diri dari serangan tersebut, tetapi tidak untuk menolak hegemoni ideologi AS secara keseluruhan. Sebagian elite (kulit hitam dan putih) telah terikat pada Partai Demokrat. Sayangnya, tanpa pemahaman yang tepat mengenai kelas dan sejarah, penolakan terhadap NCWCA tidak akan meningkatkan kesadaran bahwa masalah sebenarnya adalah hegemoni imperialis itu sendiri.
Dengan demikian, NCWCA tidak akan merugikan AS sebanyak yang terlihat. Di wilayah seperti Afrika Barat, kita dapat melihat peningkatan kepercayaan diri rakyat untuk menegaskan kemerdekaan mereka.
Secara ideologis, Narendra Modi memiliki beberapa elemen dari ideologi sayap kanan. Ia akan senang melihat AS mengurangi kritik mereka terhadap pelanggaran hak-hak sipil di India. Modi berusaha memanfaatkan semangat religius dan fundamentalisme kanan AS untuk memperkuat proyek jangka panjangnya. Namun, ia akan menghadapi reaksi keras dari basis pemilihnya karena ia telah gagal memberikan manfaat yang nyata bagi mereka.
Oleh karena itu, tidak jelas sekarang seberapa jauh ia dapat memajukan kampanyenya, yang terkadang menggunakan kekerasan yang kejam terhadap kaum Muslim dan kasta-kasta “rendah” di India. Selain itu, dia tidak dapat mengabaikan dua fakta penting: ia masih membutuhkan pasokan energi Rusia yang murah dan tidak dapat membiarkan penurunan perdagangan dengan Cina.
Masa Depan Kekuatan Lunak AS dan Narasi “Hak Asasi Manusia”
Para pemimpin dari banyak negara non-kulit putih dan non-Kristen kemungkinan besar akan mengabaikan provokasi dan percaya bahwa kepentingan utama AS akan menang dalam jangka panjang. Beberapa di antaranya mungkin akan mengurangi ketertarikan mereka pada liberalisme AS akibat penggunaan konsep “keragaman dan kesetaraan” yang ambigu. Tidak jelas apakah hal ini akan mengurangi peran AS sebagai mercusuar kepemimpinan dalam isu-isu tersebut, yang berpotensi melemahkan kekuatan lunaknya (soft power).
Jika gerakan progresif di negara-negara Selatan dapat menjadi lebih terorganisir dan efektif, maka daya tarik narasi Barat yang menyesatkan tentang hak asasi manusia akan berkurang. Namun, analisis yang lebih mendalam terhadap respons global terkait genosida yang disiarkan di televisi di Gaza mengungkapkan kenyataan yang mengkhawatirkan: meskipun guncangan awalnya sangat besar, kekejaman tersebut telah dinormalisasi.
Pergeseran Potensial dalam Gerakan Separatis
Kaum progresif di seluruh dunia harus berhati-hati dalam membedakan antara hak-hak asasi individu dan diri dan penentuan nasib sendiri versus proyek-proyek yang dipengaruhi Barat yang merusak persatuan kelas pekerja. Sulit untuk menentukan apakah kebangkitan NCWCA akan berdampak jangka panjang terhadap konsep “pluralitas” dan “separatisme”. Konsensus yang kuat untuk menyebarkan narasi hak asasi manusia yang palsu dari Barat kemungkinan akan segera menurun. Ke depan, AS akan lebih mengandalkan pendekatan yang lebih keras (hard power), sementara diplomasi halus akan lebih jarang terlihat.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah kelompok “separatis” pro-Barat, yang mengandalkan narasi Human Rights Watch dan Amnesty International, akan kehilangan pengaruhnya? Contohnya adalah Sudan Selatan, sebagian wilayah Kurdi, dan Uighur. Dalam jangka pendek, kita telah melihat beberapa orang di kubu Trump mulai menjauh dari para separatis.
Darren Beattie, yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Publik dan Urusan Publik, menyatakan bahwa tindakan Cina bukanlah genosida, melainkan penolakan atas “supremasi Uighur.” Pada 20 Februari, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada seorang menteri pemerintah Rwanda karena perannya dalam mendukung pemberontak M-23 di Republik Demokratik Kongo. Ini adalah pertama kalinya Rwanda menghadapi sanksi sejak 2012.
Negara-Negara Perbatasan AS
Kanada Barat juga memiliki gerakan nativis kulit putih yang reaksioner meskipun jauh lebih lemah dibandingkan gerakan serupa di AS. Kanada terlalu bergantung pada perdagangan AS sehingga sulit untuk melakukan perlawanan. Mereka kemungkinan akan bergerak ke kanan tetapi akan menunggu untuk melihat apa yang terjadi pasca-Trump. Pandangan liberal tentang “keberagaman” yang khas Barat kemungkinan akan mengalami penurunan, tetapi tidak akan hilang.
Trump terus-menerus mengolok-olok Justin Trudeau, menyebutnya sebagai gubernur, bukan perdana menteri dari sebuah negara berdaulat, dan baru-baru ini dengan mengatakan, “Pertemuan ini diselenggarakan oleh Gubernur Justin Trudeau dari Kanada, yang saat ini menjabat sebagai ketua G7.” Penghinaan Trudeau telah mendapat cibiran tersembunyi di seluruh dunia.
Negara perbatasan lain yang menghadapi tantangan besar adalah Meksiko. Negara ini juga tidak dapat bertahan secara ekonomi tanpa AS, namun di bawah kepemimpinan Amlo dan sekarang Claudia Sheinbaum Pardo, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam kemampuan Meksiko untuk memiliki, setidaknya, sebagian elemen kebijakan luar negeri yang berdaulat. Seberapa jauh kesenjangan ini akan melebar masih harus dilihat.
Beberapa Pertimbangan Domestik
Di dalam negeri, Trump tidak hanya melakukan kampanye untuk menghapus inisiatif Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI) di pemerintahan dan militer, tetapi banyak perusahaan besar termasuk Google, Walmart, dan Accenture dengan senang hati mengikuti jejaknya. Namun, dimensi rasial di AS sangatlah kompleks. Ada sebagian kecil warga kulit hitam dan Latin kelas menengah ke bawah yang mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok konservatif, Kristen, dan nasionalis dalam MAGA.
Memang telah ada kemajuan dalam usaha untuk mengembalikan lintasan 90 tahun hak-hak sipil di AS, yang dimulai pada 1935 dengan Undang-Undang Hubungan Perburuhan Nasional dan mencakup tonggak-tonggak penting seperti Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964 dan Amandemen Pendidikan tahun 1972. Namun, sejauh ini, kemunduran ini tidak dirancang untuk secara eksplisit mengembalikan hukum Jim Crow yang terkenal di AS untuk menegakkan segregasi.
Secara internal, AS kemungkinan akan melanjutkan langkahnya untuk mengisolasi dan mengintimidasi warga Cina di dalam perbatasannya. Meskipun sulit untuk mengatakannya, tetapi tampaknya tidak mungkin AS akan dapat meyakinkan orang-orang Eropa untuk menjadi rasis secara internal terhadap penduduk Cina seperti yang terjadi di AS. Ideologi anti-imigran di Eropa lebih berfokus pada sikap anti-kulit hitam dan anti-muslim.
Simpulan
Kebohongan bahwa demokrasi AS layak untuk ditiru, dengan konstitusi yang memiliki sistem checks and balances, dan bahwa sistem pemilu Barat mencegah “otokrasi”, kini telah sepenuhnya terbongkar. Faktanya, AS tidak pernah menjadi negara demokrasi bagi sebagian besar kelas pekerjanya, dan jelas tidak bagi kelas-kelas populer di Dunia Selatan.
Konsentrasi kekuatan ekonomi dan politik yang menyejarah oleh kapital semakin terkonsolidasi seiring dengan kebangkitan industri dan miliarder yang terkait dengan teknologi komputasi. Industri ini dimulai dengan satu transistor pada 1947 dan kini telah berkembang ke bidang cloud computing, big data, internet of things (IoT), blockchain, kecerdasan buatan (AI), crypto, pesawat tak berawak, kawanan satelit low earth orbit (LEO), command, control, communications, computers, and intelligence (C4I), operasi militer, komputasi kuantum, dan bioteknologi.
Monopoli dan duopoli yang diciptakan oleh revolusi ini memengaruhi berbagai sektor, termasuk bisnis-ke-bisnis (sekitar departemen pertama), bisnis-ke-konsumen (sekitar departemen kedua), media dan ide (“hegemoni”), serta militer dan intelijen (negara). Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah dimana teknologi telah memainkan peran yang begitu besar dalam basis dan suprastruktur masyarakat secara bersamaan.
Para libertarian teknologi sekarang memiliki tangan mereka secara langsung pada tuas utama fungsi militer dan intelijen negara AS. Sejak Desember 1991, dengan kekalahan Uni Soviet, telah terjadi disintegrasi berkelanjutan dalam kapasitas intelektual publik Barat, baik yang liberal maupun konservatif. Mereka telah menjadi semakin delusional dan ahistoris.
Kubu Trump tidak mengikuti praktik “para jenderal yang bertempur dalam perang terakhir”. Mereka telah mengadopsi strategi baru yang sesuai dengan kondisi- kondisi baru. Negara-negara kiri dan progresif tidak dapat terus bertempur dalam pertempuran gaya lama melawan sayap liberal imperialisme yang munafik, yang dilambangkan oleh Partai Demokrat dan alat-alat “hak asasi manusia”-nya. Medan baru sedang kita hadapi.
Dunia menghadapi lingkungan politik dan militer yang semakin berbahaya.
Sebuah upaya bersama di seluruh dunia untuk membangun kutub oposisi harus terbentuk secepat mungkin. Tapi kita harus menyadari bahwa inisiatif ini tidak akan muncul dari dalam kubu imperialis. Meskipun secara objektif Dunia Selatan dapat menjadi lahan subur untuk pertumbuhan kutub baru ini, namun sebagian dari elitenya tidak berkomitmen pada proyek-proyek nasional patriotik yang tulus karena kekayaan ekonomi mereka begitu tergantung dan terhubung secara erat dengan Barat.
Pada titik ini, kita membutuhkan strategi yang sulit tapi juga kreatif untuk melibatkan semua pihak yang mau mengakui bahaya ekstrem dari kemunduran imperialisme AS. Negara-negara sosialis harus mulai memikul tanggung jawab untuk membangun moralitas bersama dalam melawan kemerosotan Barat.
Deborah Veneziale adalah jurnalis dan editor yang telah bekerja di sektor rantai pasokan global selama 35 tahun. Ia juga berkolaborasi sebagai peneliti dengan Tricontinental: Institute for Social Research. Saat ini ia tinggal di Venesia, Italia. Tulisan ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Cina di Guancha pada 27 Februari; dimuat kembali dalam bahasa Inggris di MROnline, kemudian diterjemahkan dan diterbitkan ulang di sini dalam bahasa Indonesia untuk tujuan pendidikan.