Ilustrasi: Illustruth
KAPITALISME terbukti merupakan sistem yang tidak hanya gagal menciptakan keadilan sosial, tetapi juga membawa umat manusia menuju kehancuran. Maka, di tengah krisis yang melanda dunia ini, yang wujudnya mulai dari ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, hingga meningkatnya penindasan terhadap rakyat pekerja, pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan kaum marxis menjadi semakin mendesak.
Apa sebenarnya tugas-tugas mereka? Bagaimana mereka harus bersikap, berorganisasi, dan bertindak dalam mewujudkan cita-cita revolusi? Artikel ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan membahas identitas kaum marxis, kesalahan yang harus dihindari, hingga langkah apa yang harus dilakukan agar revolusi terwujud.
Siapa Kaum Marxis dan Apa yang Membuat Mereka Demikian?
Sejak masyarakat mengenal kepemilikan pribadi, konflik antara mereka yang memiliki alat produksi dan mereka yang dipaksa untuk bekerja demi bertahan hidup terus berlangsung. Kaum marxis adalah mereka yang menyadari betul soal itu, bahwa sejarah manusia tidak pernah lepas dari perjuangan antara kelas-kelas sosial yang saling bertentangan. Di konteks kapitalisme, itu adalah konflik antara borjuasi dan proletar.
Keyakinan fundamental kaum marxis ini berakar pada teori materialisme historis yang dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Teori ini menunjukkan bahwa bagaimana manusia memproduksi kebutuhan hidup mengondisikan bagaimana masyarakat terorganisasi dan berkembang, termasuk dalam aspek politik dan budaya.
Materialisme historis pula yang membuat kaum marxis percaya bahwa kapitalisme bukan akhir dari sejarah. Kapitalisme memang telah mengubah dunia secara radikal, menciptakan kekayaan yang luar biasa, dan memperkenalkan teknologi yang canggih. Namun sistem ini juga membawa kontradiksi internal yang tidak dapat diselesaikan tanpa menghancurkannya. Di bawah kapitalisme, mayoritas masyarakat (proletariat) dipaksa untuk menjual tenaga kerja mereka kepada segelintir pemilik modal (borjuasi). Proses ini menghasilkan akumulasi keuntungan yang luar biasa bagi borjuasi, tetapi juga menciptakan ketimpangan sosial, eksploitasi tenaga kerja, dan krisis ekonomi yang berulang. Kapitalisme tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan manusia secara universal, tetapi memaksimalkan keuntungan lewat eksploitasi.
Kaum marxis memahami bahwa kapitalisme hanyalah satu tahap dalam perkembangan sejarah manusia. Ia akan dilampaui oleh sosialisme, di mana alat-alat produksi dikendalikan oleh masyarakat secara kolektif, dan akhirnya komunisme, sebuah masyarakat tanpa kelas, tanpa eksploitasi, dan tanpa penindasan. Tapi itu tidak terjadi serta-merta. Oleh karena itu menjadi seorang marxis juga tidak hanya berarti memahami teori-teori Marx, Engels, Lenin, Rosa, atau pemikir revolusioner lainnya. Seorang marxis sejati adalah mereka yang mengintegrasikan teori dengan praksis, yaitu tindakan nyata dalam perjuangan kelas. Seperti yang diungkapkan Marx dalam Theses on Feuerbach (1888), tugas utama filsafat bukan hanya menafsirkan dunia, tetapi mengubahnya.
Seorang marxis memahami bahwa kapitalisme bukan sekadar sistem ekonomi, tetapi struktur dominasi yang menyentuh setiap aspek kehidupan manusia. Kapitalisme tidak hanya mengeksploitasi tenaga kerja di tempat kerja, tetapi juga membentuk cara kita berpikir, bertindak, dan berinteraksi. Melalui alat-alat ideologis seperti media, pendidikan, agama, dan budaya populer, kapitalisme menciptakan ilusi bahwa sistem ini adalah satu-satunya yang mungkin. Konsep “kompetisi”, “individualisme”, dan “kebebasan pasar” dipromosikan sebagai nilai universal, sementara ketimpangan dan eksploitasi dianggap sebagai konsekuensi tak terhindarkan. Kaum marxis berusaha membongkar ilusi ini. Mereka menunjukkan bahwa ketidakadilan yang kita lihat bukanlah hasil dari “kesalahan individu” atau “nasib buruk”, tetapi konsekuensi langsung dari sistem kapitalisme itu sendiri.
Seperti yang telah disebutkan, tugas utama kaum marxis adalah mengubah dunia. Ini bukan sekadar slogan, tetapi panggilan untuk bertindak. Kaum marxis memahami bahwa perubahan tidak akan datang dari kebaikan yang diberikan dari atas, tetapi dari perjuangan kelas yang terorganisir. Mengubah dunia berarti menghancurkan kapitalisme dan membangun tatanan baru yang adil dan egaliter. Ini adalah tugas besar yang membutuhkan dedikasi, keberanian, dan disiplin. Kaum marxis harus menjadi pelopor dalam perjuangan ini, membawa obor revolusi di tengah gelapnya dunia kapitalisme.
Tugas ini jelas tidak mudah, tetapi seperti yang pernah diungkapkan Marx, “Manusia mau tidak mau hanya menetapkan tugas-tugas yang dapat diselesaikannya.”
Sikap Keliru Kaum Marxis
Sebagai pelopor perjuangan kelas, kaum marxis memikul tanggung jawab besar untuk mengarahkan masyarakat menuju pembebasan sejati. Namun, dalam perjalanan panjang ini, tidak jarang sebagian kaum marxis terjebak dalam sikap-sikap keliru yang justru melemahkan perjuangan revolusioner. Kesalahan-kesalahan ini sering kali berasal dari kurangnya keseimbangan antara teori dan praksis, kecenderungan fragmentasi, serta penyimpangan dari prinsip-prinsip revolusioner.
1. Intelektualisme Kosong: Teori Tanpa Praksis
Kesalahan pertama adalah kecenderungan untuk terlalu terfokus pada teori tanpa menerapkannya dalam praksis. Kaum marxis jenis ini terjebak dalam diskusi panjang yang tidak menghasilkan tindakan nyata. Mereka menghabiskan waktu memperdebatkan istilah, merinci interpretasi, atau bahkan menciptakan teori-teori baru yang terputus dari kenyataan.
Meskipun teori adalah landasan yang sangat penting bagi perjuangan revolusioner, teori yang tidak dihubungkan dengan tindakan hanya menjadi intelektualisme kosong.
Akibat dari intelektualisme ini adalah kelambanan dan keterasingan kaum marxis dari massa. Kaum pekerja, yang menjadi subjek utama perjuangan, sering kali melihat kaum marxis semacam ini sebagai kelompok elitis dan tidak relevan dengan kehidupan mereka. Kaum marxis harus menghindari jebakan ini dengan selalu menghubungkan teori dengan tindakan nyata, mendekati massa, dan menjadikan teori sebagai alat untuk membimbing praksis.
2. Aktivisme Tanpa Arah: Praksis Tanpa Teori
Sebaliknya, ada pula yang terlalu terfokus pada praksis tanpa memahami landasan teoretisnya. Aktivisme semacam ini cenderung reaktif dan kehilangan visi strategis. Mereka terjun ke dalam berbagai bentuk perjuangan tanpa memahami struktur dan dinamika kapitalisme secara mendalam, sehingga perjuangan menjadi sporadis dan mudah dipatahkan.
Tanpa teori yang benar, praksis revolusioner kehilangan arah. Misalnya, mogok atau demonstrasi besar-besaran bisa menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan analisis yang jelas tentang bagaimana aksi tersebut berkontribusi pada perjuangan jangka panjang. Aktivisme tanpa arah juga sering kali berhenti di tuntutan reformis tanpa menghubungkannya dengan akar masalah: sistem kapitalisme itu sendiri.
Kaum marxis harus mengingat bahwa teori dan praksis adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Teori memberikan arah dan kerangka bagi praksis, sementara praksis memperkaya teori dengan pengalaman nyata. Sebuah perjuangan yang berhasil hanya dapat terjadi ketika teori dan praksis saling melengkapi.
3. Sektarianisme: Fragmentasi dalam Gerakan
Kesalahan besar lainnya adalah kecenderungan sektarianisme. Kaum marxis terpecah belah karena perbedaan kecil dalam strategi, taktik, atau interpretasi teori. Sektarianisme sering kali berakar pada egoisme ideologis, di mana kelompok-kelompok marxis lebih mementingkan keunggulan pandangan mereka daripada persatuan kelas pekerja.
Sektarianisme ini tidak hanya melemahkan gerakan revolusioner, tetapi juga mengkhianati prinsip dasar marxisme: bahwa pembebasan hanya dapat dicapai melalui persatuan kolektif kelas pekerja. Ketika kelompok-kelompok marxis saling menyerang atau enggan bekerja sama karena perbedaan kecil, mereka secara tidak langsung memperkuat kekuatan kapitalis yang terus menguasai dan memecah belah kelas pekerja.
Banyak perpecahan dalam gerakan marxis internasional yang menyebabkan fragmentasi serius sehingga melemahkan kapasitas untuk melakukan aksi kolektif yang terkoordinasi. Kaum marxis harus menghindari sektarianisme dengan mengutamakan prinsip persatuan dalam keberagaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip revolusioner yang mendasar.
4. Reformisme dan Pasifisme: Mengabdi pada Kapitalisme
Kesalahan lainnya adalah sikap reformisme dan pasifisme. Reformisme adalah pandangan bahwa kapitalisme dapat diubah menjadi sistem yang lebih adil melalui kebijakan reformasi bertahap tanpa perlu menghancurkan sistem itu sendiri. Sementara pasifisme adalah kecenderungan untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kapitalisme, memilih jalan “damai” meskipun situasi membutuhkan tindakan yang lebih radikal.
Reformisme sering kali memikat karena tampaknya menawarkan jalan yang mudah dan tanpa risiko. Namun, reformisme gagal memahami sifat dasar kapitalisme sebagai sistem yang secara inheren eksploitatif. Kebijakan reformasi seperti kenaikan upah minimum atau program kesejahteraan sosial hanya memberikan perbaikan sementara. Kapitalisme selalu menemukan cara untuk memulihkan keuntungannya, sering kali dengan memindahkan beban krisis ke pundak kelas pekerja.
Pasifisme, di sisi lain, adalah bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan revolusioner. Dalam banyak kasus, perubahan besar hanya dapat dicapai melalui perjuangan keras yang melibatkan konflik langsung dengan kelas penguasa. Sejarah menunjukkan bahwa tidak ada kelas yang rela menyerahkan kekuasaannya tanpa paksaan. Oleh karena itu, kaum marxis harus menolak ilusi pasifisme dan siap untuk menggunakan semua bentuk perjuangan yang diperlukan untuk mencapai tujuan revolusioner.
Mengapa Kesalahan Ini Berbahaya?
Semua sikap keliru ini—teori tanpa praksis, praksis tanpa teori, sektarianisme, dan reformisme/pasifisme—berbahaya karena menghambat pembangunan gerakan revolusioner yang kuat dan efektif. Kesalahan ini membuat kaum marxis kehilangan legitimasi di mata massa, memperlemah persatuan kelas pekerja, dan mengalihkan fokus dari tujuan utama: penghancuran kapitalisme.
Kapitalisme adalah sistem yang sangat terorganisir dan memiliki kekuatan besar, baik dalam bentuk militer, polisi, maupun alat-alat ideologis seperti media dan pendidikan. Untuk melawan sistem ini, kaum marxis harus menghindari kesalahan-kesalahan di atas dan membangun gerakan yang terorganisir, bersatu, dan berlandaskan teori revolusioner yang kokoh.
Kaum marxis memiliki tugas besar untuk memimpin perjuangan kelas menuju pembebasan sejati. Namun, tugas ini tidak akan tercapai jika mereka terjebak dalam sikap-sikap keliru yang melemahkan gerakan. Dengan menghindari intelektualisme kosong, aktivisme tanpa arah, sektarianisme, dan reformisme, kaum marxis dapat membangun gerakan yang lebih kuat, bersatu, dan efektif.
Hanya dengan memahami kesalahan ini dan berkomitmen untuk memperbaikinya, kaum marxis dapat menjalankan perannya sebagai pelopor revolusi, membawa kelas pekerja menuju dunia baru yang bebas dari eksploitasi dan penindasan.
Pentingnya Kaum Marxis Mengorganisasikan Partai Revolusioner
Sejarah perjuangan kelas menunjukkan bahwa revolusi sosial tidak pernah terjadi secara spontan atau tanpa organisasi yang jelas. Revolusi membutuhkan alat politik yang mampu mengarahkan perjuangan kelas menuju tujuan akhir: penghancuran kapitalisme dan pembentukan masyarakat tanpa kelas. Alat itu adalah partai revolusioner. Partai revolusioner bukan sekadar kumpulan individu yang berbagi kemarahan terhadap ketidakadilan, melainkan institusi yang dibangun berdasarkan teori ilmiah marxis, disiplin organisasi, dan strategi politik yang jelas. Tanpa partai semacam ini, perjuangan kelas pekerja akan tetap sporadis, tidak terarah, dan mudah dihancurkan oleh kekuatan kapitalis. Oleh karena itu, salah satu tugas utama kaum marxis adalah mengorganisasikan partai revolusioner yang dapat memimpin kelas pekerja dalam perjuangan menuju pembebasan.
Untuk melawan kapitalisme, diperlukan organisasi yang mampu menganalisis kondisi secara ilmiah, mengidentifikasi kelemahan sistem, dan memobilisasi kelas pekerja secara strategis. Gerakan spontan massa sering kali hanya mampu menghasilkan tuntutan-tuntutan reformis yang bersifat sementara. Tanpa partai revolusioner yang mengarahkan perjuangan tersebut, energi massa akan terserap dalam kompromi-kompromi yang menguntungkan kapitalisme. Sebagaimana ditunjukkan oleh Lenin dalam What is to be Done? (1902), kelas pekerja tanpa organisasi revolusioner hanya akan mencapai kesadaran “ekonomis”, yaitu perjuangan untuk perbaikan upah atau kondisi kerja, tanpa menyentuh akar permasalahan sistemik. Partai revolusioner adalah alat yang memastikan bahwa perjuangan kelas tidak hanya berhenti pada tuntutan reformis tetapi berkembang menjadi perjuangan untuk menghancurkan sistem kapitalisme itu sendiri.
Partai revolusioner memiliki peran sentral dalam mengarahkan perjuangan kelas. Salah satu tugas utamanya adalah membangun kesadaran kelas di kalangan pekerja. Kapitalisme secara aktif menyebarkan ideologi yang memperkuat dominasi kelas penguasa, seperti individualisme, meritokrasi, dan nasionalisme. Salah satu tugas utama partai revolusioner adalah melawan ideologi ini dengan membangun kesadaran kelas. Kesadaran kelas tidak muncul secara otomatis. Ia harus ditanamkan melalui pendidikan politik, propaganda, dan intervensi dalam perjuangan nyata. Partai revolusioner bertugas menjelaskan kepada pekerja bahwa masalah-masalah yang mereka hadapi—upah rendah, jam kerja panjang, pengangguran, dan ketidakadilan sosial—bukanlah akibat kesalahan individu tetapi produk sistem kapitalisme yang eksploitatif.
Di samping itu, partai revolusioner harus menyatukan berbagai perjuangan lokal atau sektoral ke dalam kerangka perjuangan kelas yang lebih luas. Kelas pekerja adalah kelompok sosial yang sangat beragam, terdiri dari individu-individu dengan latar belakang, pengalaman, dan kondisi yang berbeda-beda. Tanpa organisasi yang terpusat, perjuangan mereka cenderung terfragmentasi dan terjebak dalam kepentingan lokal. Dengan menyusun program politik yang jelas, partai dapat mengarahkan perjuangan lokal menjadi bagian dari strategi revolusioner yang lebih besar.
Revolusi bukanlah peristiwa spontan tetapi proses yang membutuhkan strategi jangka panjang dan taktik yang fleksibel. Partai revolusioner bertanggung jawab untuk merumuskan strategi dan taktik ini berdasarkan analisis ilmiah terhadap kondisi objektif dan subjektif. Strategi mengacu pada tujuan jangka panjang perjuangan kelas, yaitu merebut kekuasaan dan menghancurkan kapitalisme. Taktik, di sisi lain, adalah langkah-langkah konkret yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut, seperti mogok kerja, aksi massa, atau pembentukan aliansi strategis.
Fragmentasi dalam gerakan kiri sering kali menjadi hambatan utama dalam membangun partai revolusioner. Untuk mengatasi ini, kaum marxis harus mengedepankan prinsip persatuan, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip revolusioner. Fragmentasi ini sering diperburuk oleh perbedaan sektoral, etnis, atau agama di dalam kelas pekerja itu sendiri. Partai revolusioner menyediakan kerangka untuk membangun persatuan kelas pekerja, melampaui perbedaan-perbedaan tersebut. Dengan program politik yang mengutamakan kepentingan bersama kelas pekerja, partai dapat menjadi alat untuk mengatasi fragmentasi dalam gerakan.
Selain itu, revolusi adalah proses yang membutuhkan disiplin, koordinasi, dan kepemimpinan yang kuat. Tanpa partai revolusioner, gerakan revolusioner akan menjadi kacau dan tidak mampu menghadapi kekuatan terorganisir dari kelas penguasa. Partai revolusioner memastikan bahwa perjuangan kelas tidak hanya bergantung pada semangat massa tetapi juga didukung oleh analisis yang tajam, strategi yang jelas, dan organisasi yang kuat.
Membangun partai revolusioner bukanlah tugas yang mudah. Partai harus mampu menarik dukungan dari massa pekerja, bukan hanya dari segelintir intelektual. Untuk itu, partai harus aktif dalam perjuangan nyata, mendekati massa, dan membangun kepercayaan melalui solidaritas. Pendidikan politik adalah alat penting dalam membangun kader-kader revolusioner yang mampu memimpin perjuangan kelas.
Partai revolusioner adalah alat politik yang tak tergantikan dalam perjuangan kelas. Tanpa partai yang disiplin, terorganisir, dan berlandaskan teori marxis, perjuangan kelas pekerja akan tetap terpecah-pecah dan tidak mampu menggulingkan kapitalisme. Kaum marxis harus memprioritaskan pembangunan partai revolusioner sebagai tugas utama. Dalam partai inilah teori dan praksis bersatu, massa pekerja terorganisasi, dan strategi revolusioner dirumuskan. Dengan partai revolusioner, kelas pekerja memiliki alat untuk merebut kekuasaan dan membangun masyarakat baru yang bebas dari eksploitasi dan penindasan.
Mengapa Revolusi adalah Jawabannya
Kapitalisme adalah sistem yang secara inheren mengeksploitasi dan merusak. Pada intinya, kapitalisme tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan mayoritas umat manusia, melainkan untuk memaksimalkan keuntungan bagi segelintir pemilik modal. Dalam kerangka ini, hubungan antara manusia, tenaga kerja, dan sumber daya alam hanya dilihat sebagai alat untuk melayani akumulasi modal. Akibatnya, kapitalisme menciptakan kontradiksi yang tak dapat diatasi di dalam sistem itu sendiri. Semua ini menunjukkan bahwa reformasi saja tidak pernah cukup untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sistem ini. Oleh karena itu, revolusi adalah satu-satunya jawaban yang dapat membebaskan umat manusia dari penindasan sistemik yang melekat pada kapitalisme.
Ketika melihat sejarah kapitalisme, kita mendapati pola yang berulang: krisis ekonomi, penindasan kelas pekerja, penghancuran lingkungan, dan peperangan imperialistik. Krisis ini bukanlah penyimpangan dari sistem, melainkan bagian integral darinya. Kapitalisme, dalam logikanya yang mementingkan akumulasi modal tanpa batas, secara berkala menciptakan overproduksi barang yang tidak bisa dijual karena kelas pekerja yang juga merupakan konsumen tidak memiliki daya beli yang cukup. Krisis ini kemudian ditangani melalui pengurangan produksi, pemutusan hubungan kerja, atau ekspansi ke pasar baru melalui kolonialisme dan imperialisme. Namun, solusi-solusi ini tidak menyelesaikan masalah mendasar, melainkan hanya menundanya hingga krisis berikutnya.
Kapitalisme tidak hanya menciptakan kesenjangan ekonomi, tetapi juga melanggengkan struktur sosial dan politik yang menindas. Sistem ini mempertahankan kekuasaan kelas penguasa melalui kontrol atas negara, hukum, media, dan pendidikan. Negara kapitalis, yang sering kali dipuji sebagai institusi netral, pada kenyataannya adalah alat kekuasaan kelas penguasa untuk mempertahankan dominasi mereka. Polisi, militer, dan pengadilan berfungsi untuk melindungi kepemilikan pribadi dan menekan setiap upaya perlawanan dari kelas pekerja. Media dan sistem pendidikan, di sisi lain, berfungsi untuk menanamkan ideologi kapitalis yang mengaburkan kesadaran kelas dan menghambat perjuangan kolektif.
Dalam kondisi seperti ini, reformasi tidak bisa menjadi solusi yang cukup. Setiap kebijakan reformis yang tampaknya pro-rakyat seperti peningkatan upah minimum atau subsidi kesehatan hanya bersifat sementara dan dapat dengan mudah dibatalkan ketika kepentingan kapitalisme terancam. Reformasi sering kali menjadi cara bagi kapitalisme untuk meredam kemarahan massa dan menunda revolusi. Bahkan, dalam banyak kasus, reformasi digunakan sebagai alat untuk memperkuat sistem kapitalisme itu sendiri. Misalnya, reformasi di bidang teknologi sering kali diklaim sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi, tetapi pada kenyataannya hanya memperbesar eksploitasi pekerja dan memperparah ketimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi tidak mampu mengatasi akar permasalahan kapitalisme.
Revolusi, di sisi lain, menawarkan solusi yang mendasar dan menyeluruh. Revolusi di sini adalah transformasi total dalam struktur ekonomi, politik, dan budaya masyarakat. Revolusi adalah proses di mana kelas pekerja mengambil alih alat-alat produksi dan membangun tatanan baru yang berlandaskan pada kebutuhan manusia, bukan keuntungan. Dalam tatanan ini, produksi akan diatur secara demokratis oleh mereka yang bekerja, dan kekayaan akan didistribusikan secara adil berdasarkan kontribusi dan kebutuhan, bukan berdasarkan kepemilikan modal.
Revolusi bukan hanya soal mengubah sistem ekonomi. Ia juga melibatkan perubahan radikal dalam cara kita berpikir dan berhubungan satu sama lain. Kapitalisme telah menciptakan budaya yang mendorong individualisme, kompetisi, dan alienasi. Revolusi harus menggantikan budaya ini dengan solidaritas, kolektivitas, dan penghargaan terhadap martabat manusia. Hal ini membutuhkan perjuangan tidak hanya di tingkat material tetapi juga di tingkat ideologis. Revolusi adalah momen ketika kesadaran kelas pekerja mencapai puncaknya, ketika mereka tidak lagi melihat diri mereka sebagai individu yang terisolasi tetapi sebagai kolektif yang lebih besar dengan tujuan bersama.
Selain itu, revolusi adalah jawaban karena kapitalisme telah terbukti gagal dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim. Dalam mengejar keuntungan, kapitalisme mendorong eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Perubahan iklim, deforestasi, pencemaran laut, dan krisis air adalah hasil langsung dari logika akumulasi kapital. Sistem kapitalisme tidak mampu menyelesaikan masalah ini karena upaya untuk melakukannya akan bertentangan dengan kepentingan dasar para pemilik modal. Sebaliknya, tatanan sosialis yang dihasilkan oleh revolusi memungkinkan kita untuk mengatur produksi secara rasional dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.
Revolusi juga menjawab persoalan imperialisme dan kolonialisme yang terus berlanjut dalam berbagai bentuk. Melalui mekanisme seperti utang internasional, perdagangan yang tidak adil, dan intervensi militer, kapitalisme global memastikan bahwa kekayaan terus mengalir dari Selatan ke Utara. Revolusi diperlukan untuk menghancurkan struktur imperialistik ini dan menciptakan dunia yang benar-benar egaliter, di mana semua bangsa memiliki kedaulatan atas sumber daya dan kebijakan mereka.
Revolusi adalah jawaban yang tidak hanya membebaskan kelas pekerja tetapi juga seluruh umat manusia dari belenggu kapitalisme. Ia adalah proses yang sulit dan penuh tantangan, tetapi juga satu-satunya jalan menuju dunia yang adil, egaliter, dan berkelanjutan.
Langkah-Langkah Yang Perlu Dipenuhi untuk Revolusi
Revolusi sejati membutuhkan perencanaan matang, pemahaman teoretis mendalam, dan tindakan kolektif yang terorganisir dengan baik. Revolusi tidak bisa terjadi secara spontan atau hanya bergantung pada semangat perlawanan yang sementara. Ia membutuhkan strategi jangka panjang yang mencakup berbagai dimensi, mulai dari kesadaran ideologis hingga kesiapan praktis untuk menciptakan tatanan baru yang lebih adil. Kapitalisme, sebagai sistem yang kompleks dan terintegrasi secara global, tidak dapat dilawan hanya melalui tindakan individu atau gerakan sporadis. Ia harus dihadapi melalui kekuatan kolektif yang memahami dengan jelas tujuan akhirnya: pembebasan kelas pekerja dan penghancuran sistem kapitalis.
1. Membangun Kesadaran Kelas
Tanpa kesadaran akan posisi mereka dalam sistem kapitalisme, kelas pekerja akan tetap terpecah dan teralienasi. Namun kesadaran kelas tidak muncul begitu saja. Ia harus dibangun melalui pendidikan politik, propaganda, dan diskusi yang mendalam. Dalam masyarakat kapitalis, ideologi dominan selalu mendukung kepentingan kelas penguasa, sehingga pekerja sering kali menerima penindasan mereka sebagai sesuatu yang wajar atau tak terhindarkan. Oleh karena itu, penting bagi kaum marxis untuk mengungkapkan kontradiksi kapitalisme dan menunjukkan bagaimana sistem ini secara sistematis mengeksploitasi tenaga kerja demi keuntungan. Melalui literasi politik, diskusi kelompok, dan media alternatif, kelas pekerja dapat mulai memahami bahwa mereka memiliki kepentingan yang bertentangan secara fundamental dengan kelas penguasa. Kesadaran ini menjadi fondasi bagi langkah-langkah berikutnya, karena hanya dengan memahami situasi mereka, kelas pekerja dapat mulai membayangkan dunia yang berbeda.
Namun, kesadaran kelas saja tidak cukup. Kesadaran ini harus diterjemahkan ke dalam tindakan kolektif yang terorganisir. Inilah mengapa mengorganisasikan massa menjadi langkah penting kedua. Kapitalisme adalah sistem yang beroperasi dengan memecah-belah masyarakat berdasarkan kelas, ras, gender, dan identitas lainnya. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mencegah solidaritas dan meminimalkan ancaman terhadap kekuasaan kapital. Oleh karena itu, tugas kaum marxis adalah mengatasi perpecahan ini dan menciptakan organisasi-organisasi yang dapat menyatukan kelas pekerja serta kelompok-kelompok tertindas lainnya. Pengorganisasian ini harus dilakukan di berbagai sektor: buruh di pabrik-pabrik, petani di pedesaan, mahasiswa di kampus-kampus, dan komunitas miskin di perkotaan. Setiap sektor memiliki dinamika dan tantangannya sendiri, sehingga strategi pengorganisasian harus disesuaikan dengan konteks masing-masing. Tujuan akhirnya adalah menciptakan jaringan massa yang mampu bergerak secara serempak dan saling mendukung dalam perjuangan revolusioner.
2. Membangun Aliansi Revolusioner
Meskipun kelas pekerja adalah kekuatan utama dalam revolusi, mereka tidak dapat bertindak sendirian. Kapitalisme menindas berbagai kelompok selain pekerja, seperti perempuan, masyarakat adat, kaum miskin kota, dan komunitas marginal lainnya. Kelompok-kelompok ini memiliki kepentingan bersama dalam melawan kapitalisme, tetapi perjuangan mereka sering kali terfragmentasi karena kurangnya pemahaman tentang akar penindasan. Oleh karena itu, kaum marxis harus berperan sebagai penghubung, menciptakan aliansi yang berbasis pada prinsip solidaritas kelas. Aliansi ini tidak berarti mengorbankan tujuan revolusioner untuk kompromi reformis, tetapi mencari cara untuk menyatukan perjuangan berbagai kelompok ke dalam satu gerakan yang terkoordinasi. Dengan membangun aliansi yang inklusif dan berdasarkan kepentingan bersama, perjuangan revolusi dapat memperoleh dukungan yang lebih luas dan kekuatan yang lebih besar.
3. Merebut Kekuasaan Politik
Membangun kesadaran, organisasi, dan aliansi saja belum cukup untuk mencapai revolusi. Tujuan akhir dari perjuangan ini adalah merebut kekuasaan politik. Ini berarti menghancurkan negara kapitalis yang berfungsi sebagai alat dominasi kelas penguasa dan menggantinya dengan negara pekerja. Merebut kekuasaan politik tidak hanya berarti mengambil alih institusi yang ada, tetapi juga menciptakan struktur baru yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Negara pekerja harus menjadi alat untuk melaksanakan demokrasi sejati, di mana keputusan politik dan ekonomi dibuat oleh mayoritas, bukan oleh segelintir elite. Proses ini membutuhkan persiapan yang matang, karena kelas penguasa tidak akan menyerahkan kekuasaan mereka tanpa perlawanan. Dalam banyak kasus, mereka akan menggunakan segala cara—termasuk kekerasan—untuk mempertahankan posisi mereka. Oleh karena itu, kelas pekerja harus siap untuk menghadapi perlawanan ini dengan strategi yang terorganisir dan disiplin.
4. Menyiapkan Alternatif Ekonomi dan Politik
Kapitalisme telah menciptakan pola pikir dan kebiasaan yang merusak, seperti individualisme, kompetisi, dan eksploitasi. Revolusi harus menjadi proses transformasi budaya, di mana solidaritas, kolektivitas, dan penghargaan terhadap nilai manusia menjadi prinsip utama. Oleh karena itu, langkah penting lainnya adalah mempersiapkan alternatif ekonomi dan politik yang dapat menggantikan sistem kapitalis. Ini melibatkan penciptaan model produksi dan distribusi yang berfokus pada kebutuhan manusia, bukan keuntungan. Dalam sistem ini, alat-alat produksi akan dimiliki dan dikelola secara kolektif oleh masyarakat, sementara kekayaan akan didistribusikan berdasarkan kontribusi dan kebutuhan. Model ini harus dirancang dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologis dan keadilan sosial, sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini tetapi juga melindungi generasi mendatang.
Dalam proses ini, pendidikan dan pelatihan memainkan peran penting. Revolusi membutuhkan kader-kader yang tidak hanya memahami teori marxis tetapi juga mampu menerapkannya dalam praksis. Pendidikan revolusioner harus menjadi prioritas, di mana kelas pekerja dan kelompok-kelompok tertindas lainnya diberi alat intelektual dan praktis untuk memimpin transformasi masyarakat. Selain itu, pelatihan dalam strategi politik, mobilisasi massa, dan pengelolaan ekonomi pasca-revolusi harus dilakukan untuk memastikan bahwa revolusi tidak hanya berhasil menggulingkan kapitalisme tetapi juga mampu menciptakan tatanan baru yang stabil dan berfungsi.
Revolusi adalah proses yang panjang dan penuh tantangan, tetapi ia adalah satu-satunya jalan menuju pembebasan sejati. Langkah-langkah ini—membangun kesadaran kelas, mengorganisasikan massa, membangun aliansi, merebut kekuasaan politik, dan mempersiapkan alternatif—adalah elemen-elemen penting yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan ini. Dengan strategi yang terorganisir dan tekad yang kuat, revolusi bukan hanya mimpi, tetapi suatu kemungkinan nyata yang dapat mengubah dunia.
Kesimpulan
Perjuangan revolusioner adalah tugas historis yang tidak hanya membutuhkan kesadaran, tetapi juga keberanian, disiplin, dan komitmen dari kaum marxis. Kapitalisme, dengan segala kontradiksi dan penindasannya, tidak akan runtuh dengan sendirinya. Ia hanya dapat dihancurkan melalui upaya kolektif yang terorganisasi, dipandu oleh teori marxis yang solid, dan diarahkan oleh tujuan yang jelas: pembebasan kelas pekerja dan penciptaan masyarakat tanpa kelas.
Kesalahan-kesalahan yang sering menjangkiti kaum marxis harus dihindari dengan tegas. Teori tanpa praksis adalah omong kosong, sementara praksis tanpa teori adalah gerakan tanpa arah. Sektarianisme, reformisme, dan pasifisme harus dilawan, karena hanya akan menghambat perjuangan. Sebaliknya, persatuan kelas pekerja, aliansi dengan kaum tertindas lainnya, serta pembangunan partai revolusioner yang disiplin dan visioner adalah syarat mutlak untuk merebut kekuasaan politik.
Revolusi bukan sekadar momen pemberontakan, melainkan proses panjang yang mengubah struktur ekonomi, politik, dan budaya masyarakat. Revolusi adalah jawaban karena kapitalisme tidak dapat direformasi. Ia harus digantikan oleh sistem baru yang berlandaskan keadilan sosial, kolektivitas, dan kebutuhan manusia. Untuk mencapai itu, kaum marxis harus membangun kesadaran kelas, mengorganisasikan massa, dan menyiapkan alternatif yang konkret bagi tatanan yang ada.
Seperti kata Marx, tugas kita bukan hanya menafsirkan dunia, tetapi mengubahnya. Masa depan dunia berada di tangan kelas pekerja, dan hanya melalui revolusi kita dapat mewujudkan cita-cita pembebasan sejati. Maka, kepada kaum marxis di mana pun, bangkitlah, bersatulah, dan pimpinlah perjuangan menuju dunia yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Masa depan adalah milik mereka yang berani memperjuangkannya.
Rakyat Husein adalah aktivis sosial.