Demokrasi Partisipatoris dan Sosialisme Partisipatoris

Print Friendly, PDF & Email

Belajar dari Pengalaman “Akbayan!” di Filipina

 

PERJALANAN  sejarah Akbayan (Partai Aksi Rakyat/Citizens’ Action Party) tak terpisahkan dengan kepeloporan Communist Party of the Philippines (CPP) yang didirikan pada 1968. CPP menganut ideologi Maoisme, yang ketika itu sedang bergerak ‘lebih kiri lagi’ dengan apa yang disebut “Revolusi Budaya.” Dalam strategi ini gerakan bersenjata menjadi motor utama dalam insureksi. Meskipun membangun basis sosial yang kuat dalam menentang kediktatoran, CPP tetap menganggap ‘perjuangan bersenjata’ untuk merebut kekuasaan tidak dapat di substitusikan oleh gerakan massa. Sesuatu yang nantinya menjadi penyebab awal krisis di dalam CPP paska kediktatoran Marcos.

Muncul dan menguatnya kediktatoran Marcos, yang didukung Amerika Serikat, telah menjadikan CPP sebagai ‘kekuatan hegemonik’ di barisan depan dan di tengah-tengah rakyat dalam perjuangan demokratisasi menentang kediktatoran. Dipicu oleh pembunuhan terhadap Senator Benigno Aquino, seorang oposan liberal pada 1983, kediktatoran Marcos akhirnya berhasil ditumbangkan oleh gerakan massa yang terkenal dengan sebutan People’s Power pada 1986. Kemunduran Marcos, sebagai hasil dari ‘gerakan massa’ yang terjadi ‘di berbagai kota,’ memberikan pengalaman politik baru, bahwa gerakan massa dan aksi-aksi politik di kota menjadi ‘kekuatan nyata’ yang strategis. Sayangnya, semua energi ini gagal dipimpin CPP. Mereka tetap kaku dengan strategi ‘perang rakyat’-nya, gerakan bersenjata ‘desa mengepung kota.’

Kemunduran CPP makin tampak, ketika paska kediktatoran dirayakan pemilu demokratis pertama dalam demokrasi formal di Filipina. CPP menyatakan menolak pemilu demokratis tersebut dan menyerukan boikot. Akibatnya ruang demokrasi formal paska kediktatoran dan massa yang diintervensi CPP dalam aksi-aksi anti kediktatoran dan berpartisipasi dalam politik elektoral kehilangan ‘kepemimpinan politik.’ Partai-partai liberal yang berbasiskan karisma personal dan patronase –yang merupakan kelanjutan dari para elit politik dan ekonomi lama– mengisi dan berhasil merebut ‘ruang demokrasi formal’ tanpa perlu bersaing dengan kekuatan rakyat yang dipelopori CPP.

Akibat kekeliruan strategi tersebut, di dalam CPP lalu muncul tiga faksi utama yang mengritik kekeliruan CPP dalam merespon ‘politik elektoral’ dan momentum pemilu. Tiga faksi ini lalu menjadi tiga blok Politik yang kemudian menyatakan otonom dari CPP.

Pada tahun 1992, secara resmi CPP mengalami perpecahan. Perpecahan ini jelas membuat CPP kehilangan basis-basis utamanya. Sekitar 30 persen unsur partai yang stategis menyatakan keluar. Di perkotaan, basis Rizal-Manila, di mana pengorganisiran buruh radikal menjadi basis CPP, 80 persen anggotanya menyatakan keluar. Ini berarti CPP telah kehilangan ‘basis proletariat’ yang sangat signifikan. Basis stategis lainnya yang juga keluar adalah sekretariat organisasi tani ‘di luar wilayah zona gerilya di pegunungan.’ Sementara anggota dan simpatisan CPP lainnya, yang keluar dari CPP dan tidak masuk ke dalam ‘blok politik’ yang ada, bertebaran sebagai ‘kaum independen’ yang bekerja di LSM, akademisi, peneliti, media dll. ‘Kaum independen’ ini dikemudian hari menjadi unsur penting dalam gerakan Akbayan.

 

Kemunculan Akbayan

Perpecahan tahun 1992 menjadi niscaya, bukan saja dalam arti perbedaan strategi perjuangan, tapi juga sebagai akibat ‘operasi berdarah’ CPP terhadap kader-kadernya di awal tahun 1990-an. Operasi ini dilakukan terhadap apa yang oleh CPP disebut sebagai kelompok ‘Rejeksionis’ di dalam partai.

Perpecahan itu melahirkan enam ‘blok politik kiri,’ tiga di antaranya adalah gerakan yang tetap mempertahankan gerakan bersenjata. Pada tahun 1996, keenam blok ini mulai membicarakan perlunya alat politik baru di luar CPP.

Pendirian Akbayan dengan demikian merupakan kesimpulan politik setelah 20 tahun hidup di bawah kediktatoran rejim Marcos dan restorasi demokrasi formal di Filipina pada tahun 1986 melalui gerakan ‘kekuatan rakyat’ (People’s Power) yang meluas. Demokrasi formal terbukti hanya menguntungkan elit ekonomi dan politik lama di Filipina, yang kini mengenakan baju demokrasi (dulu kediktatoran) untuk mempertahankan hegemoni politik dan ekonominya. Kekuatan penggerak utama dibalik perjuangan anti kediktatoran yakni rakyat yang terlibat dan berbagai kelompok progresif, justru menjadi terpinggirkan dalam pengambilan dan implementasi berbagai kebijakan.

Pembicaraan untuk pembangunan partai sudah dimulai sejak tahun 1994. Di seluruh pelosok negeri, berbagai kelompok demokrasi bekerjasama untuk membentuk konsep dan strategi partai. Asiprasi dari berbagai sektor masyarakat seperti buruh, petani, pemuda, perempuan, gay dan lesbian, professional, pekerja migran, kaum miskin kota-mulai diskusikan dan dikonsolidasikan ke dalam berbagai program. Pada saat bersamaan, struktur adhoc partai mulai dibentuk di Luzon dan Mindanao.

Akbayan, adalah sebuah proyek koalisi dari berbagai blok, kelompok dan individu dari berbagai tradisi kiri dan progresif yang beragam, yang diawali dan tumbuh dalam watak koalisi yang kuat. Akibatnya, partai membawa kekuatan dan kelemahan dari koalisi sekaligus. Pada satu sisi, Akbayan menyediakan ruang yang luas dan menjadi muara dari berbagai perbedaan dan membangun konsensus. Pada sisi lainya, partai menjadi relatif cair dan lambat dalam merespon berbagai tantangan, peluang dan hambatan.

Pada tahun 1998 diadakan Kongres I pendirian Akbayan. Dalam kongres ini diputuskan bahwa Akbayan menjadi ‘alat politik’ kaum revolusioner untuk pertarungan elektoral dan mempengaruhi kebijakan pemerintah, terutama di tingkat lokal. Akbayan juga memutuskan bukan sebuah ‘partai ideologi,’ tapi sebagai sebuah partai yang berbasiskan pada program dan proyek politik. Seperti kata Joel Rocamora, mantan Ketua Akbayan, ‘membikin saluran orang kiri untuk pertarungan elektoral dan pemerintahan.’

Meskipun secara ‘formal’ tidak disebutkan, Akbayan menurut Joel Rocamora, secara tegas mengatakan partainya sebagai partai yang membela rakyat miskin, menolak imperialisme Amerika Serikat, dan menolak neo-liberalisme, pro demokrasi partisipatoris dan sosialisme partisipatoris. Karena itu Joel menyatakan ‘Apakah itu bukan Sosialisme?’ Maksudnya meskipun tidak ada ‘ideologi formal’ yang dicantumkan tapi dalam program, praktek dan keanggotaan (80 persen orang miskin), cita-cita sosialisme secara dinamis dan kreatif diperjuangkan dari bawah dan atas.

Soal ideologi menyeruat dalam kongres tahun 2001, ketika anggota partai dari kaum independen, bukan anggota blok politik kiri, yang jumlahnya sudah mencapai 50 persen dari anggota Akbayan, membawa perdebatan ideologi Akbayan ke dalam Kongres tahun 2001. Akhirnya, dirumuskan bahwa ideologi Akbayan adalah ‘Demokrasi Partisipatoris dan Sosialisme Partisipatoris.’

Demokrasi Partisipatoris dan Sosialisme Partisipatoris adalah sebuah kritik atas model statis baik atas demokrasi perwakilan di bawah kapitalisme maupun sosialisme yang sudah hancur di Eropa Timur. Di bawah kedua model tersebut rakyat secara mendasar telah disingkirkan. Dalam demokrasi perwakilan di Filipina, partisipasi rakyat telah dipinggirkan oleh politik elit dan patronase.

Proposal untuk menjadikan demokrasi dan sosialisme dapat menjadi kenyataan sejati, dilakukan tidak hanya dengan cara mendemokratiskan negara tapi, juga dengan menjamin kekuasan otonom masyarakat sipil dan secara konstan mengikat negara. Ini adalah cara untuk memperkuat karakter demokratis, horizontal dan otonom dalam relasi di antara masyrakat sipil. Ini juga berarti memberdayakan individu dalam entitas kolektif.

Perjuangan sosialis adalah sebuah kritik dan gerakan oposisi atas kapitalisme. Ia merupakan perjuangan konkret untuk melindungi kelas pekerja dan rakyat dari penindasan globalisasi kapitalis. Pada saat yang sama bergerak untuk memukul balik kekuatan pasar bebas, serta menciptakan ruang yang semakin luas bagi kelas pekerja untuk mengontrol. Akbayan memajukan kerangka ekonomi-pasar campuran, dimana sektor sosial mengikat pasar untuk mengembangkan kekuatan produktif, melindungi pekerja, sektor pertanian, dan secara kreatif meluaskan sektor-sektor sosial dan memperjuangkan perdagangan di dalam pasar global.

 

Partai Parlementer dan Gerakan Massa

Akbayan mendapatkan kekuatan pokoknya dari gerakan yang teroganisir dari kelas pekerja yang berjuang untuk perubahan radikal dan menantang partai politik tradisional. Akbayan juga beraliansi dengan berbagai kekuatan progresif. Persatuan taktis dengan partai lainnya dari waktu ke waktu dihindari, dan hanya sebagai pelengkap kekuatan yang bersandar pada basis. Dengan metode ini, Akbayan menyalurkan kerja massa dan gerakan massa sebagai partai elektoral. Selain itu, Akbayan bekerja secara konstan dan membangun sinergi yang kreatif dalam pekerjaan elektoral, parlemen dan gerakan massa. Akbayan juga mengembangkan mekanisme spesifik bagi gerakan massa dan elektoral serta membuat sebuah aturan yang terpisah bagi taktik di periode elektoral dan non-elektoral.

Dalam Kongres I Akbayan, keanggotaan yang terdaftar berjumlah 14.000 orang. Jumlahnya meningkat pada Kongres II, 2001, menjadi 110.000 orang. Jumlahnya menurun pada Kongres 2003 menjadi 87.000 orang. Penurunan ini karena verifikasi anggota. Dimana anggota yang sudah tidak aktif tidak dihitung, sehingga dari jumlah yang terdaftar, semuanya adalah kader aktif. Dan hebatnya lagi, 52 persen dari anggota Akbayan dalah perempuan.

Dalam pertarungan elektoral jumlah suara yang didapat Akbayan memang jauh lebih kecil dibandingkan partai utama lainnya. Namun demikian, terdapat peningkatan jumlah suara yang signifikan dalam setiap kali pemilu. Pada pemilu 1998, Akbayan memperoleh 200 ribu suara. Pemilu 2001 jumlahnya meningkat menjadi 400 ribu. Dan dalam pemilu 2004 jumlah suara mencapai 900 ribu. Dukungan suara yang signifikan pada Akbayan mayoritas didapat dari kaum miskin.

Sekarang ini, ada tiga orang anggota parlemen nasional Akbayan, dua di antaranya adalah perempuan. Jumlah ini sangat kecil dari 236 anggota parlemen yang ada. Sementara anggota parlemen lokal di seluruh negeri dari Akbayan mencapai 300 anggota. Karena itu Joel menyatakan kurang signifikan untuk membuat perubahan dari dalam parlemen. Ketiga wakil itu lebih merupakan juru bicara Akbayan dan gerakan-gerakan sosial di luar Akbayan yang tidak mendapat corong dari anggota parlemen dari partai-partai liberal yang mendominasi. Karena itu legitimasi politik Akbayan bukan didapat melalui ruang parlemen, tapi melalui perjuangan massa dan gerakan sosial di luar parlemen.

Stategi elektoral Akbayan mempriroriaskan pertarungan perebutan kekuasaan eksekutif Mayor (Bupati dan walikota). Pada tahun 2001 Akbayan memberoleh kemenangan di politik lokal dengan memenangi 20 walikota/bupati. Pada tahun 2004 terdapat 40 walikota terpilih yang dekat dengan Akbayan, 30 diantaranya kemudian menjadi anggota Akbayan. Hingga kini Akbayan mempunyai 50 orang walikota/bupati. Tapi jumlah ini relatif kecil, sebab di seluruh Filipina terdapat 2500 walikota/bupati. Sementara di level kepala desa, di seluruh negeri Akbayan mempunyai 2.500 kepala desa.

 

Epilog

Sejarah Akbayan mengajarkan pada gerakan kiri dan revolusioner bahwa metode-metode lama partai kiri yang sektarian dan dogmatis, tidak sesuai lagi dengan kondisi obyektif jaman. Pekerjan politik elektoral yang selalu ‘dimarjinalkan’ oleh partai ‘kiri ekstrem’ justru menunjukkan kelemahan mendasar dari gerakan kiri itu sendiri: ‘tidak menganggap ruang demokrasi formal sebagai pertarungan politik konkret’ yang juga harus direbut dan dikuasai oleh kaum kiri dan gerakan rakyat progresif.

Akbayan juga menunjukkan, pembentukan partai kiri kerakyatan tidak lagi bersifat ‘monolitik’ seperti partai tipe lama, dimana hanya ada ‘satu warna kecenderungan ideologis yang mendominasi.’ Kini saatnya partai kiri kerakyatan menjadi semacam ‘wadah’ dimana semua faksi, kelompok, dan blok politik kiri yang ada dapat difasilitasi oleh partai tipe baru semacam Akbayan.

Hal menarik dari Akbayan dalam perkembanganya adalah banyaknya ‘kaum independen’ di luar anggota blok politik kiri pendiri Akbayan yang jumlahnya lebih dari 50 persen. Kaum independen di sini adalah para aktivis kiri dan demokrasi paska kediktatoran yang tidak masuk dalam blok kiri tapi juga menolak partai-partai liberal yang mendominasi. Kehadiran Akbayan telah memobilisasi kaum independen ini untuk kembali masuk dalam muara ‘perjuangan partisan,’ dalam sebuah partai kiri tipe baru yang kreatif, inovatif dan tidak dogmatis.***

Wilson, alumni sejarah Universitas Indonesia

Catatan redaksi: tulisan ini diedit dari naskah asli penulis dengan judul asli “Menegakkan Demokrasi Partisipatoris dan Sosialisme Partisipatoris, Tentang Akbayan di Filipina”, yang dimuat di keluargabunga.blogspot.com

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.