Belajar Dari Sandinista di Nikaragua (Bagian 1)

Print Friendly, PDF & Email

19 JULI 1979, selalu akan dikenang rakyat Nikaragua sebagai proklamasi kemerdekaan mereka yang kedua. Pada hari itu, di negara kecil yang terletak di Amerika Tengah, di bawah kepemimpinan FSLN (Frente Sandinista de Liberación Nacional/The Sandinista National Liberation Front), rakyat Nikaragua berhasil menjatuhkan rejim diktator Anastasio Somoza Debayle, yang didukung pemerintah Amerika Serikat. Tahun 1979 kemudian dikenal sebagai tahun pembebasan (Year of Liberation).

Setelah berhasil mengambilalih kekuasaan melalui jalan revolusi, rejim baru dihadapkan pada kenyataan betapa ekonomi negara tersebut berada dalam situasi krisis yang parah. Sebelumnya, di bawah rejim Somoza, pembangunan ekonomi Nikaragua disetir oleh kepentingan AS. Seperti dikatakan Dora Maria Tellez, mantan menteri kesehatan Nikaragua,

“Kami memproduksi gula karena Amerika Serikat (AS) memutuskan kami harus memproduksi gula, dan memproduksi pisang karena AS butuh pisang…”

Selain itu, sebagaimana layaknya rejim yang berkuasa dengan tangan besi, rejim Somoza adalah rejim yang sangat korup. Praktik korupsi terjadi di seluruh level dan jaringan kekuasaan negara. Tak heran ketika Somoza mengungsi, dia mewariskan hutang luar negeri sebesar US$1.6 billion.

Tidak sekadar itu bom waktu yang ditinggalkannya. Berdasarkan perkiraan yang dibuat the UN Economic Commission for Latin America (ECLA), sekitar 62,5 persen penduduk Nikaragua hidup di bawah garis kemiskinan; dua per tiga rakyat Nikaragua tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; lebih dari sepertiga rakyat Nikaragua hidup dalam kemiskinan yang ekstrim; angka kematian dini sebesar 121 per 1000 kelahiran; dan kurang dari 20 persen perempuan hamil dan anak-anak di bawah umur lima tahun menerima pelayanan kesehatan. Di wilayah pedesaan, dimana hampir setangah populasi tinggal, 93 persen perumahan tidak memperoleh layanan air bersih; kurang dari satu dalam sepuluh anak-anak pedesaan sanggup menyelesaikan sekolah dasarnya, padahal lebih dari setengah penduduk Nikaragua berumur di bawah 16 tahun (Holly Sklar, Washington’s War on Nicaragua, 1988).

Pertanyaannya, bagaimana pemerintahan revolusioner Sandinista mengatasi masalah politik-ekonomi yang gawat ini? Dari mana memulainya? Tugas pertama yang dilakukan pemerintahan revolusioner adalah membentuk sebuah dewan (junta) yang terdiri dari perwakilan berbagai kekuatan politik yang berjuang menjatuhkan rejim Somoza. Junta ini disebut Council (or junta) of National Reconstruction, yang beranggotakan lima orang: Daniel Ortega dan Moises Hassan mewakili Sandinista; novelis Sergio Ramírez Mercado, mewakili Kelompok Duabelas (the Group of Twelve); Alfonso Rebelo Callejas, dari kalangan pengusaha; dan Violeta Barrios de Chamorro (janda dari Pedro Joaquín Chamorro, pemimpin surat kabar anti rejim Somoza paling berpengaruh La Prensa). Namun demikian, kekuatan utama dari Junta ini adalah FSLN, yang menguasai angkatan bersenjata dan kepolisian serta mendapatkan dukungan penuh dari organisasi massa seperti the Sandinista Workers’ Federation (Central Sandinista de Trabajadores), the Luisa Amanda Espinoza Nicaraguan Women’s Association (Asociación de Mujeres Nicaragüenses Luisa Amanda Espinoza), and the National Union of Farmers and Ranchers (Unión Nacional de Agricultores y Ganaderos).

Junta ini selanjutnya mendeklarasikan sebuah fundamen politik yang disebut the Logic of the majority (Logika Mayoritas). Nilai dasar dari kebijakan ini, di bawah kediktatoran Somoza mayoritas rakyat tidak hanya berada dalam penindasan politik tapi, juga tertindas secara ekonomi. Itu sebabnya, revolusi 19 Juli bukanlah akhir sebuah perjuangan tapi, justru merupakan awal dari perjuangan panjang untuk memerangi kemiskinan dan penghisapan. Dalam bahasa Bayardo Arce,

“kita tidak bisa melihat terwujudnya pluralisme politik yang sejati tanpa adanya pluralisme ekonomi.”

Untuk itu, Sandinista kemudian membangun sebuah proyek politik yang menjamin terwujudnya pluralitas politik, partisipatori demokrasi, tidak berpihak pada salah satu kubu yang bertarung dalam Perang Dingin, serta ekonomi campuran yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara sektor swasta dengan individualismenya dan sektor koperasi.

Berdasarkan pada Logika Mayoritas ini, maka prioritas utama dari pembangunan ekonomi Nikaragua adalah mengentaskan kemiskinan rakyat Nikaragua, membantu rakyat miskin agar bisa membangun sendiri kekuatan ekonominya, membangun koperasi yang melayani kebutahan rakyat miskin, membangun sekolah-sekolah, pusat-pusat pelayanan kesehatan, distribusi lahan, dan memperkuat harga diri serta kedaulatan nasional. Dengan kata lain, tujuan utama dari prinsip Logika Mayoritas itu adalah menjadikan “Nicaragua’s poor majority would have access to, and be the primary beneficiaries of, public programs.” Secara programatik, kebijakan tersebut terangkum dalam beberapa poin berikut:

  • Nasionalisasi kepemilikan pribadi keluarga Somoza dan para kolaboratornya;
  • Land reform;
  • Peningkatan kondisi-kondisi kerja di pedesaan dan perkotaan;
  • Kebebasan berserikat bagi seluruh pekerja, baik di pedesaan maupun di perkotaan;
  • Melakukan kontrol terhadap biaya-biaya kehidupan, khususnya bahan kebutuhan pokok (makanan, pakaian, dan obat-obatan);
  • Meningkatkan pelayanan publik, kondisi-kondisi perumahan, pendidikan (mandatory, bebas biaya pendidikan hingga sekolah menengah, sekolah yang tersedia bagi seluruh warga negara; kampanye pemberantasan buta huruf secara nasional);
  • Nasionalisasi dan proteksi sumberdaya alam, termasuk pertambangan;
  • Penghapusan kekerasan politik, pembunuhan politik dan hukuman mati;
  • Perlindungan terhadap kebebasan berdemokrasi (kebebasan berekspresi/freedom of expression, kebebasan berorganisasi politik dan berkumpul/political organisation and association, kebebasan beragama/freedom of religion, dan memulangkan seluruh pelarian politik masa kediktatoran);
  • Persamaan hak bagi perempuan (Equality for women);
  • Kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri yang tidak berpihak alias bebas;
  • Pembentukan sebuah tentara rakyat yang baru, demokratis dan berada di bawah kepemimpinan FSLN;
  • Kontrol terhadap pestisida;
  • Konservasi hutan tadah hujan;
  • Konservasi suaka margasatwa; dan
  • Membangun program energi alternatif.

 

Tahun Bebas Buta Huruf (Year of Literacy)

Keseluruhan program pembangunan ekonomi yang dicanangkan oleh Sandinista ini, menurut the Inter-American Development Bank, telah menciptakan “fondasi yang kokoh bagi pembangunan sosial-ekonomi dalam jangka panjang.”

Pujian itu memang terbukti dalam waktu singkat, dimana hasil-hasil positif terlihat nyata. Seperti dikemukakan Mark Major (The Sandinista Revolution and the “Fifth Freedom,” 2005), dari tahun 1979 sampai 1983, GDP per kapita Nikaragua meningkat sebesar 7 persen, sementara negara-negara tetangganya mengalami penurunan lebih dari 14 persen.

Komitmen pemerintahan baru ini juga mendapat pengakuan dari lembaga internasioal seperti OXFAM, yang menyatakan

“Nikaragua…adalah sebuah pengecualian mengenai komitmen pemerintah yang kuat …dalam meningkatkan kondisi rakyat dan mendorong partisipasi aktif mereka
dalam proses pembangunan.”

Sebagai perbandingan, dari empat negara Amerika Tengah dimana OXFAM beroperasi (El Salvador, Guatemala, Honduras dan Nikaragua), hanya di Nikaragua terlihat usaha yang substansial untuk mengentaskan ketidakseimbangan dalam hal pemilikan tanah, perluasan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pertanian pada keluarga-keluarga miskin pedesaan (Noam Chomsky, 1993).

Salah satu penerapan dari slogan Logika Mayoritas adalah perang melawan buta huruf. Program ini dipimpin oleh salah seorang anggota “Kelompok Duabelas,” Father Fernando Cardenal. Organisasi-organisasi massa seperti Sandinista Youth Organization, National Association of Nicaraguan Educators, Rural Worker’s Association, AMNLAE (the Women’s Association) dan Sandinistia Defense Committees, menjadi ujung tombak bekerjanya program ini. Dalam waktu lima bulan sejak Maret 1980, sekitar 60 ribu brigadistas, sebagian besar di antara mereka adalah perempuan, menyebar ke seluruh negara untuk mengajar- dan belajar. Hasil dari program ini, angka buta huruf pada orang dewasa berhasil dikurangi secara signifikan, dari 50 persen menjadi 13 persen. Pada tahun 1983, sebanyak 17.377 CEPs (Popular Education Collectives) berhasil dibangun di seluruh negeri. Dalam sektor pendidikan formal, terjadi ekspansi besar-besaran dari jenjang prasekolah hingga universitas. Total sekolah rakyat bertambah lebih dari dua kali lipat antara 1979 sampai 1984. Sukses di lapangan pendidikan ini diganjar oleh UNESCO dengan pemberian Literacy Award pada tahun 1980.

Sama seperti dalam pemberantasan buta huruf, para sukarelawan juga dikerahkan untuk meyukseskan program kesehatan. Selama periode ini, the National Unified Health System dengan penuh kesungguhan membuka pusat pelayanan kesehatan bagi semua. Hasilnya, kematian dini berkurang secara signifikan, yang lagi-lagi mendorong UNICEF untuk memberikan penghargaan pada Nikaragua sebagai “salah satu negara yang secara dramatis berhasil meningkatkan daya hidup anak-anak di dunia berkembang.” Bahkan Ronald Reagan, presiden AS yang paling agresif memusuhi Sandinista, melalui Komisi Kisinger tak bisa mengelak dari kekagumannya atas “pemerintahan Nikaragua yang telah memperoleh keuntungan signifikan atas perangnya melawan penyakit dan buta huruf.”***

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.