Foto: Instagram/wahyususilo via Tempo
MINGGU pertama 2023 ditandai dengan musim hujan. Awan mendung menggelantung di langit. Hari ini, 5 Januari, awan itu menurunkan hujan air mata. Dari Solo muncul kabar duka: wafatnya wonder woman dari Kampung Jagalan, yang bernama Dyah Sujirah atau biasa dipanggil Mbak Sipon, istri penyair Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak tahu ada di mana sebab dihilangkan secara paksa.
Sependek ingatan, saya pertama kali bertemu langsung Sipon sekitar September 1998 saat acara untuk orang hilang di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dilanjut pembentukan Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI)–diinisiasi oleh Cak Munir. Sejak itu saya sering bertemu Sipon bila ada agenda kampanye, advokasi, atau piknik bersama keluarga besar IKOHI. Sipon selalu menonjol karena ekspresif dan tawanya yang memecah lepas. Ke mana pun aksi-advokasi, Sipon paling bersemangat karena dia tahu bisa mencurahkan isi hati dan tuntutannya kepada negara.
Setiap ke Solo saya selalu merasa wajib untuk mendatangi rumah Sipon demi menjaga silaturahmi, juga membeli jahitan dan kaus sablonnya. Biasanya saya juga ngobrol santai dengan Fajar Merah, anaknya, dari mulai urusan musik, curcol, juga tentang kondisi ibunya. Kepada kawan-kawan selalu saya katakan bahwa rumah Wiji Thukul adalah situs Reformasi yang wajib dikunjungi bila mampir ke Solo. Mengunjungi Sipon juga suatu cara untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi dengan Wiji Thukul. Bagi saya, Sipon dan anak-anaknya adalah representasi dari Wiji Thukul itu sendiri.
Goncangan besar bagi Sipon dan anak-anaknya adalah saat Wiji Thukul menghilang dan tak pernah muncul kembali pada 1998. Sipon lalu melaporkan ini ke Kontras–yang waktu itu dipimpin Cak Munir–sebagai kasus penghilangan paksa. Hasil penyelidikan Komnas HAM juga menyatakan Wiji Thukul sebagai korban penghilangan paksa. Saat kejadian tersebut, Fajar masih balita, sementara anak pertama, Fitri Nganthi Wani, masih SD.
Kehidupan Sipon mirip lagu Darah Juang. Ada kisah ditindas kekuasaan, dipinggirkan kehidupan, lalu bangkit melawan dengan segala ekspresinya. Sipon, dengan ketabahan hidup yang luar biasa, mengurus anak-anaknya sendiri sambil aktif menuntut tanggung jawab negara mencari suaminya. Fajar mengekspresikan perasaan dan tuntutannya pada penguasa melalui musikalisasi puisi-puisi ayahnya, yang paling terkenal adalah lagu Bunga dan Tembok, sementara Wani berekspresi melalui puisi-puisinya.
Sipon terakhir bertemu dengan Wiji Thukul di sekitar Stasiun Solo, Januari 1998. Dalam film Istirahat Kata-Kata, digambarkan pertemuan rahasia tersebut lolos dari pantauan para intelijen yang ada di sekitar rumahnya. Setelah Wiji Thukul hilang, Sipon kadang membawa anak-anaknya ke stasiun kereta, seolah-olah ayah mereka yang hilang akan muncul.
Sipon menjalani hidup yang tidak mudah. Untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga, Sipon menjahit dan menyablon di rumahnya yang sempit di Kampung Jagalan. Rumahnya semakin sempit ketika separuhnya disewakan untuk kios. Namun pesanan selalu tidak pasti. Wani juga mencoba mencari nafkah dengan memproduksi kosmetik herbal yang ramah lingkungan. Namun usaha ini pun pasarnya kurang stabil. Fajar mencoba menghidupi diri dengan menjual CD album musiknya dan panggung-panggung kecil pentas musik. Dalam melakoni hidup, keluarga Sipon tidak kenal menyerah.
Namun yang paling berat bagi Sipon bukanlah himpitan ekonomi, melainkan ketidakpastian dari pemerintah untuk mencari Wiji Thukul yang dihilangkan paksa (diculik aparat negara). Berbagai institusi negara sudah dia temui dan demonstrasi dari mulai Istana Kepresidenan, DPR RI, Mabes Polri, Menkopolhukam, Komnas HAM, kantor partai, Kantor Staf Presiden, Mabes TNI hingga markas Kopassus di Cijantung telah dilakoni. Tidak ada kepastian dari penguasa.
Semua upayanya persis seperti larik pertama puisi Wiji Thukul Sampai di Luar Batas, “kau lempar aku dalam gelap”.
Harapan Sipon sempat membuncah pada 2009. Ketika itu pleno DPR RI menghasilkan rekomendasi untuk kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Namun, Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak berani menjalankan ke-4 rekomendasi tersebut, terutama untuk membentuk tim pencarian aktivis yang dinyatakan dihilangkan paksa.
Lalu muncul Presiden Joko Widodo yang memberi janji akan menemukan Wiji Thukul–apakah masih hidup atau sudah mati. Jokowi bahkan membual bahwa “saya sangat kenal baik” Wiji Thukul. Namun Jokowi lupa akan janjinya, bahkan merangkul mantan jenderal penculik aktivis 1997/1998, Prabowo Subianto, sebagai sekutu dengan menjadikannya Menteri Pertahanan. Hukum politik yang machiavellis dipertontonkan untuk melindungi kekuasaan itu sendiri.
Anak-anak Sipon telah tumbuh dewasa dan berkeluarga. Wani sudah menikah dan mempunyai anak gadis cantik yang menjadikan hari-hari Sipon ceria. Bermain dengan cucunya adalah sumber kebahagian Sipon. Fajar juga telah menikah dengan Happy, kekasih yang juga merangkap manajer musiknya. Dengan Happy di sisinya, manajemen bermusik dan hidup Fajar menjadi lebih produktif.
IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.
Sipon ternyata kurang perhatian pada penyakitnya yang bernama diabetes. Minum obat dan kontrol ke dokter agak dia abaikan. Tibalah suatu hari di tahun 2021. Kuku-kuku jari kaki kanannya menghitam. Dokter di rumah sakit mendiagnosisnya sebagai dampak diabetes yang parah. Kaki kanannya daru dengkul ke bawah harus diamputasi.
Tapi Sipon tidak meratapi nasibnya. Dengan semangat 45 dia menyesuaikan diri hidup dengan kursi roda. Interior rumah diubah agar dia bisa beradaptasi. Lalu kaki palsu dipasangkan di kaki kanan. Dengan cepat Sipon menikmati kaki palsunya untuk beraktivitas di rumah dan sesekali pergi ke pasar atau warung. Para tetangga takjub dan memberi semangat.
Kaki palsu menjadi sahabatnya, sementara janji palsu penguasa adalah musuhnya.
Kehidupan Sipon dipenuhi duka di sana sini. Tapi dia tidak menghindarinya. Dia lebih sering melaluinya secara mandiri, kadang dibantu para sahabat. Bagi saya dalam situasi ini Sipon sudah menjadi makrifat kehidupan. Saat ditimpa masalah, maka Sipon menjadi salah satu rujukan saya. “Kesulitanmu belum apa-apa, jangan mengeluh terus dan menyerah. Hadapi. Bangkit!”
Lalu siang tadi kabar mengejutkan datang. Sipon wafat akibat serangan jantung di usia ke 55. Usia yang sama dengan saya.
Kematian adalah misteri. Kita tidak tahu kapan dia akan datang. Kematian adalah tujuan dari semua makhluk hidup. Semua pasti akan menuju ke sana. Bagaimana kita dikenang, itulah yang membedakan sebuah kematian dengan kematian lainnya.
Sipon akan terus hadir dalam hati dan kenangan saya dalam dua cara terbaik. Pertama, dengan melanjutkan apa yang puluhan tahun dia perjuangkan: menuntut negara (pemerintah) membentuk tim pencarian aktivis yang dihilangkan paksa dan memastikan keberadaan Wiji Thukul (dan aktivis 97/98 lain yang diculik). Kedua, menjaga silaturahmi dengan anak-anak Sipon-Wiji.
Bagi saya Sipon adalah manusia hebat. Dia mencintai keluarga dan kehidupan tanpa pernah melangkah mundur. Hanya kematian yang dapat menghentikanya.
Selamat jalan Mbak Sipon. Maafkan kami yang tak hadir dan abai di jalan-jalan sulit hidupmu. Sipon akan saya kenang sebagai perempuan yang layak mendapat medali emas sejarah kehidupan.
Selamat jalan Mbak Sipon #RestInLove
Wilson, sahabat Mbak Sipon