Surat buat Pak Jakowi

Print Friendly, PDF & Email

Kredit ilustrasi: Alit Ambara (Nobodycorp)

Hati hatilah karena banyak perbuatan jahat dapat berasal dari permulaan yang baik (Caesar Augustus)
El Publo unido hamas sera vencindo (Rakyat yang bersatu tak pernah terkalahkan)

 

Assalamu’alaikum

SURAT ini saya tulis karena saya merasa bapak pemimpin kami. Sosok yang tak beda jauh dengan kami. Badan bapak kurus seperti rakyat kebanyakan. Senyum bapak tulus serupa dengan orang kebanyakan. Cara bapak bicarapun sederhana tanpa lumuran kata-kata mutiara. Ringkasnya postur, potongan dan sikap bapak mewakili apa yang lazim dilakukan.

Dulu saya mendukung bapak. Karena bapak sama seperti kami: anak orang biasa, hidup seperti kami dan punya pandangan serupa harapan kami. Harapan agar negeri ini dirawat dengan keadilan dan kesejahteraan. Harapan bahwa negeri ini tak lagi hidup dalam kebencian apalagi kutukan. Terhadap masa lalu maupun dalam menyambut masa depan. Pada masa lalu bapak janji mau mengusut soal pelanggaran HAM. Mulai dari tragedi 1965 hingga pembunuhan cak Munir. Di masa depan bapak janjikan negeri ini hidup di atas kepribadian dan kedaulatan. Terus terang kami percaya kala itu karena melihat sosok bapak: sederhana, tulus dan apa adanya. Ingatan kami terbang ketika bapak bertandang ke rumah warga miskin, bicara riang dengan mereka dan blusukan ke sana ke mari. Peluh keringat dan keriangan wajah bapak membuat kami merasa ada hal baru yang akan terjadi. Jika bapak terpilih dan menjadi pemimpin kami.

Terus terang kami kagum saat bapak melantik para menteri untuk pertama kalinya. Berlarian mereka melangkah di hadapan media. Diperkenalkan siapa mereka dan apa keahlianya. Berbaju putih dengan celana santai. Saat itu saya melihat jajaran pejabat yang terampil, gigih dan pasti bersih. Disusul kemudian bapak mulai membuat rapat kabinet jadi ringkas, cepat dan simpel. Seakan kekuasaan ini telah dikelola dengan cara baru: cepat, tanggap dan berpihak. Kadang dengan santai bapak menonton film, pergi ke Mall hingga blusukan ke daerah terjauh. Setidaknya kehadiran bapak di mana-mana membuat warga jadi merasa ‘kenal dan akrab’. Tak ada jarak dan sepertinya mudah sekali berfoto bersama bapak. Masa itu adalah masa keemasan dalam kepemimpinan bapak: harapan, keyakinan dan mimpi diolah jadi satu. Malah bapak ajak pak Prabowo-yang dulu jadi kompetitor-duduk bersama sambil bercanda. Kami percaya bapak bisa atasi masalah dengan cara yang lembut dan sedikit jenaka.

Kami tentu tahu bahwa kepemimpinan bukan sebuah kemujuran. Pemimpin diuji dengan tantangan dan aneka masalah. Itulah saat yang menentukan komitmen sekaligus integritas. Komitmen itulah ujian pertama yang bapak hadapi: pada siapa bapak akan memihak kalau situasinya mengharuskan bapak untuk berdiri jadi pemimpin. Guncangan yang keras ada pada saat KPK ditekan. Para komisionernya dikriminalisasi bahkan ditangkap dengan brutal. Kala itu bapak tak bisa bersikap lugas, cepat dan tegas. Dihajar sana sini, KPK saat itu butuh keberanian bapak untuk membelanya. Berdiri di sampingnya, jadi perisai dari serangan sana sini serta dapat menyatakan posisi. Bapak sayangnya tak bisa mewujudkan mimpi itu. Sampai kini tindakan keji pada Novel juga tak membuat bapak susun tim investigasi yang andal. Pegawai KPK yang lurus, berani dan nekat ini mustinya bapak bela dan nyatakan posisi bapak sebagai pendukungnya. Di soal KPK bapak memang tak bisa melompat dengan cerdik, tangkas dan militan.

Kami sabar melihat kelemahan ini. Mungkin waktunya belum cukup untuk berbuat nekat. Tanpa dukungan partai politik serta lingkungan yang progresif tentu tak bisa pemimpin hanya bermodal idealisme semata. Hanya kami juga menyesal ketika pengusutan cak Munir ikut terhenti. Bahkan berkas hasil TPGF (Tim Gabungan Pencari Fakta) pun tak ketahuan dimana keberadaanya. Terus terang bapak pasti tahu siapa cak Munir. Pria inilah yang dulu terang-terangan melawan Soeharto serta sekutunya. Saham pria ini bagi perubahan tak kecil; dibongkarnya kasus penculikan, dikutuknya Dwi Fungsi ABRI serta dikokohanya sistem Demokrasi. Ia merupakan pintu utama bapak punya kesempatan jadi pejabat. Tanpa peran orang seperti dirinya mungkin bapak masih jadi pengusaha meubel di Solo sana. Ia tewas karena diracun. Ia mati karena persekongkolan. Bapak punya janji untuk mengusutnya. Sayang janji itu belum bapak tunaikan dan kami ingin bapak bersikap untuk soal besar ini.

Bukan berarti tak ada kebaikan dari kepemimpinan bapak. Membuat harga bensin setara di semua pulau, mendorong pembangunan infratstruktur di mana-mana dan membagi kartu untuk orang miskin. Itu hanya salah satu dan masih banyak yang lain yang sudah bapak lakukan. Terdapat banyak tulisan, laporan bahkan dokumen film soal keberhasilan itu. Tapi keberhasilan itu bukan kerja bapak seorang melainkan dukungan dan situasi ikut membantunya. Dukungan itulah yang ada di kami dan sebagian besar yang memilih bapak. Situasi itu diantaranya adalah jaminan atas kebebasan. Kebebasan itu yang membuat kami bisa usul, kritik dan bantu program bapak. Kebebasan itu yang telah memberi bapak kekuatan dan legitimasi. Ruang kebebasan itulah yang menjadi beda antara Soeharto dengan Jakowi. Soeharto tak suka dengan debat, polemik serta kritik. Ia akan ‘gebuk’ semua yang membuat stabilitas itu kacau. Terutama mereka yang dituduh Soeharto sebagai PKI. Namun kini kata ‘gebuk’ yang sama bapak pakai[1]. Katanya untuk siapapun yang tak mengindahkan konstitusi. Termasuk bapak sebut lagi PKI. Ucapan itu mencerminkan hal ganda: bapak sedang kuatir atau bapak sedang mau ajak sekutu yang lain.

Dulu kami pilih bapak karena hal sederhana: bapak bukan bagian masa lalu. Bapak tidak pernah jadi sekutu Orba. Itu artinya bapak bisa membawa nilai, keyakinan dan pandangan lebih progresif. Sebut saja Revolusi Mental. Istilah radikal, militan dan meneguhkan sikap. Tak ingin kita jadi bangsa yang mau dihantui oleh pandangan naif Orba. Tak mau kita jadi bangsa yang dibelenggu oleh cerita Orba. Pasti pula kita tak ingin bangsa ini dibesarkan oleh cara-cara Orba. Cara itu adalah represi. Mengancam, menekan dan lama kelamaan memenjarakan. Orba itu dibangun di atas ladang kekejaman dan hidup dengan cara meneror siapa saja. Runtuh kekuasaan itu karena keberanian, kenekatan dan kesadaran kritis banyak anak muda. Tentu masih ada keinginan untuk kembali pada masa itu. Terutama mereka yang tak sempat dihabisi oleh ide perubahan dan ingin situasi tak lagi seperti sekarang ini. Lapisan ini, kami takut, sedang mencoba menekan bapak dan mengubah bapak.

Pak Jakowi jadilah diri bapak seperti dulu. Tetap sederhana dan tak gampang ditekan. Mungkin bapak kuatir dengan gerakan massa belakangan ini. Terus-menerus dan menyulut apa yang tak bapak sangka. Tapi politik itu taruhanya taktik dan sabar. Taktik kita buat kalau situasinya runyam. Landasan taktik itu pembacaan yang jernih atas situasi konkrit. Jangan buat taktik yang membikin bapak salah dimengerti. Dan tak perlu mengancam jika bapak tak merasa diancam. Pada situasi seperti sekarang ini hanya butuh dukungan dari para pemilih bapak. Mereka yang memilih bukan karena agama, tidak karena suku dan pastinya mendukung bukan karena diongkosi. Para pemilih yang dulu setia, fanatik dan berkorban itu bisa dikerahkan lagi. Selama bapak tak berubah. Selama bapak setia dengan janji bapak dulu: menuntaskan perkara HAM, memberi keadilan ekonomi dan melindungi rakyat miskin. Kalau bapak teguh memegang prinsip itu maka bapak bukan dilindungi oleh aparat tapi rakyat.

Rakyatlah yang selama ini mendukung bapak. Tuduhan apa saja yang dialamatkan pada bapak tak memengaruhi kami. Macam-macam orang menulis tentang bapak. Lebih banyak fitnah dengan aroma gosip. Tak pernah kami percaya kabar busuk itu. Lebih-lebih sikap bapak yang acuh dengan semua itu. Kami anggap itu omong kosong. Kami percaya itu bualan. Sengaja muncul untuk mencipta kegaduhan. Terbit karena punya maksud keji. Terus terang kami bukan rakyat bodoh bapak Presiden. Gampang terpengaruh oleh gosip dan mudah terjerat isu. Bapak Presiden pernah lolos melalui itu. Lebih karena kami jadi perisai itu semuanya. Fitnah tentang PKI tak pernah mempan. Anggapan tentang anak PKI hanya cermin sikap Orba. Maka bertahanlah dengan itu bapak Presiden: tak mudah hanyut oleh gosip, tak cemas karena isu dan tak bingung karena situasi. Dalam situasi ricuh dan gaduh, jadilah Pemimpin yang tenang, tetap teguh dalam posisi dan carilah sekutu yang sesungguhnya. Rakyat kecil yang jadi asal muasalmu dan yang telah memilihmu.

Ingatkah bapak saat menjabat pertama kalinya? Diantar bapak oleh iringan massa yang berlimpah. Hari itu kita seperti menjemput mimpi. Memiliki Presiden yang populis sekaligus populer. Tak gentar oleh ancaman dan dekat dengan rakyat. Pulanglah pada dukungan rakyat pak. Temuilah petani Kendeng dan penuhi keadilan pada mereka. Lindungi Novel-petugas KPK- sambil memastikan pelakunya untuk dihukum. Seret para penjahat HAM yang masih berkeliaran. Pastikan kasus Munir dibuka dan diketahui dalangnya. Singkatnya bapak jangan takut untuk mengubah sistem. Mungkin akan ada tekanan tapi di belakang bapak akan banyak barisan yang mendukung. Barisan itu pernah mengiringi bapak. Barisan itu sudah memilih bapak. Barisan itu niscaya berani berkorban untuk bapak. Jangan mudah percaya dengan kelompok, orang, maupun organisasi yang mengubah keyakinan bapak. Keyakinan yang dulu membuat kami percaya kalau kami tak salah memilih pemimpin.

Pak Jakowi buatlah sejarah perubahan untuk negeri ini. Jika bapak pengikut Soekarno tentu bapak tak memusuhi gagasan Soekarno. Ide Soekarno itu tak hanya menjadikan negeri ini berdaulat tapi juga payung bagi banyak orang yang punya paham serta pandangan berbeda. Ketegasan bapak tak perlu dengan sikap serta kata yang mengandung ancaman. Kita pilih bapak karena bapak berasal dari kami: orang sipil yang percaya pada jalan dialog pada soal apapun dan apa saja. Tegaslah pada mereka yang memang telah mencuri kedaulatan: penjahat HAM, koruptor dan investor yang keji. Mereka bapak tahu ada dimana dan berkawan dengan siapa. Tinggal bapak teguhkan sikap untuk itu. Ingatlah, bapak dipilih oleh rakyat dan dipercaya oleh rakyat. Berbuatlah yang terbaik untuk mereka dengan cara yang bapak dulu kerjakan. Blusukan, bicara, dan libatkan mereka. Saatnya istana tidak lagi tempat reuni elit tapi jadi rumah rakyat yang bermasalah.

Tuan Presiden yang terhormat. Kami tak pernah menyesal telah memilihmu. Kami hanya ingin memastikan kalau kami tak keliru. Memilih pemimpin sipil yang kewibawaanya bukan hanya pada ketrampilan bangun sana sini, tapi keberanianya untuk menaklukkan musuh-musuh lama yang masih berpengaruh. Orde Baru itu runtuh dan di atas puing-puing itulah bapak Presiden berdiri. Tinggal bapak mau menyingkirkan puing-puing itu supaya sejarah masa depan ini bersih dari kebohongan dan dusta: atau mencoba membawa puing-puing itu jadi bangunan tahta yang baru.

Maka kuakhiri surat ini dengan memanjat doa dan harapan: doa memohon agar bapak dilindungi dari godaan setan Orba dan berharap bapak akan kembali menjadi seperti dulu. Jakowi yang progresif, baik, dan berani melawan kuasa lama yang korup dan jahat. Terimakasih.

Wassalam.***

 

————-

[1] ‘Yang melawan konstitusi akan digebuk. Kalau PKI (Partai Komunis Indonesia) nongol, gebuk saja. Ketetapan MPR jelas soal itu ‘kata Presiden saat bertemu pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017. Presiden mengaku jengkel dan emosi terhadap fitnah yang mengaitkan dirinya dengan PKI. Kata ‘gebuk’ pernah dipakai pada 13 September 1989 kepada sejumlah pemimpin redaksi media massa yang menyertai kunjunganya ke Yugoslavia dan Uni Soviet. Lih Kompas 18 Mei 2017

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.