Daftar Isi Edisi Ini:
- Antonio Gramsci tentang Krisis dan Kebangkitan Kapitalisme Global
- Zely Ariane: “Kita Seharusnya Bisa Melakukan lebih, Melawan Lebih!”
- Perjuangan Upah dan Kapitalisme
MOGOK Nasional sudah dicanangkan oleh gerakan buruh Indonesia pada awal November lalu. Namun sayangnya, banyak tuntutan dari Mogok Nasional tersebut belum dapat terpenuhi. Salah satu hal yang penting dicermati dalam kondisi ini adalah ternyata tuntutan dari gerakan buruh masih belum mampu menciptakan efektivitas politik yang memadai. Walau harus diakui bahwa secara organisasi gerakan buruh sekarang telah mampu memobilisasi secara besar-besaran anggota mereka, namun kemampuan mobilisasi itu tidak dibarengi dengan kemampuan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Banyak sektor kelas pekerja yang masih asing dengan tuntutan-tuntutan Mogok Nasional. Ditambah dengan propaganda masif media mainstream yang sudah dikuasai kelas borjuasi untuk mendiskreditkan perjuangan gerakan buruh, membuat banyak orang kebingungan menghubungkan tuntutan gerakan buruh dengan kepentingan rakyat pekerja secara keseluruhan.
Apa yang kemudian harus diakui dari problem ini adalah pentingnya politisasi atas gerakan buruh itu sendiri. Hambatan-hambatan yang dialami gerakan buruh, yang membuat dirinya kesulitan untuk mencapai tujuan perjuangannya adalah suatu hambatan politik, dimana buruh tidak memiliki kekuasaan langsung atas sumber kekuasaan di negara ini. Dalam hal ini, perluasan pengaruh politik gerakan buruh menjadi keharusan. Perluasan pengaruh politik dapat terjadi ketika banyak perjuangan atas aspek dari kehidupan rakyat pekerja dipimpin secara politik oleh gerakan buruh itu sendiri. Isu-isu seperti perumahan, transportasi, lingkungan, dan sebagainya, harus diorganisasikan secara politik di bawah kepemimpinan gerakan buruh.
Untuk melakukan tugas ini, kerja-kerja ilmu pengetahuan dalam gerakan buruh menjadi tidak terelakkan. Jawaban atas kondisi objektif rakyat pekerja Indonesia yang harus diselesaikan oleh gerakan buruh hanya dapat disediakan secara memadai oleh ilmu pengetahuan. Dengan begitu, maka politik gerakan buruh adalah politik yang mendasarkan dirinya pada emansipasi rakyat pekerja itu sendiri. Akan tetapi emansipasi bukanlah kategori abstrak, ia haruslah dikongkritisasi dalam penelusuran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam pengalaman kesejarahan, artikulasi politik emansipatoris yang mendasarkan dirinya pada penelusuran ilmiah atas situasi, biasa disebut sebagai sosialisme. Dalam hal ini, sosialisme harus menyatu dalam perjuangan gerakan buruh Indonesia sekarang ini.
Perjuangan politik gerakan buruh yang berdasar pada sosialisme ilmiah adalah implikasi dari dinamika dalam proses perjuangan gerakan buruh itu sendiri. Omong kosong setara mitos yang banyak digelontorkan oleh para ekonom yang mendiskreditkan gerakan buruh, merupakan satu kondisi yang dapat dilawan secara saintifik. Hanya dengan berpegang pada kebenaran ilmiah, gerakan buruh dapat membangun dasar perjuangannya untuk memperluas pengaruh politik terhadap seluruh sektor yang ada pada rakyat pekerja Indonesia. Pada titik inilah penting untuk melakukan intervensi politik pengetahuan dalam dinamika gerakan buruh.
Dengan komitmen untuk merekatkan ideologi sosialisme dengan kepentingan nyata gerakan buruh, Left Book Review (LBR) kembali hadir di hadapan pembaca. Pada edisi ini, kami menghadirkan review Ahmad Rizky Mardhatillah Umar atas buku Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga karya Muhadi Sugiono, yang menggunakan perspektif Gramsci untuk melihat bagaimana peran diskursus pembangunan dalam mengonsolidasikan sebuah kekuatan dunia yang hegemonik, seperti Amerika Serikat, dan neoliberalisme. Kemudian review Fildzah Izzati atas buku Forces of Labor : Worker’s Movements and Globalization Since 1870 karya Beverly J. Silver, yang melihat kaitan antara globalisasi, termasuk mobilitas kapital, dengan dinamika gerakan buruh secara internasional. Terkait dengan problem ideologis upah, kami juga menghadirkan ulasan Mohamad Zaki Hussein atas karya klasik Marx, Value, Price and Profit, yang membahas posisi upah dan perjuangan upah dalam kapitalisme. Terakhir, tidak lupa kami hadirkan wawancara dengan Zely Ariane, aktivis feminis-sosialis yang juga terlibat aktif dalam pengorganisasian Mogok Nasional bulan November lalu, tentang gerakan perempuan.
Selamat membaca!***