PADA bagian pertama kita telah membahas fakta-fakta, runutan argumentasi, serta eksperimen yang membawa kita pada kesimpulan bahwa Bumi ini bulat. Kesemuanya dilakukan dengan teknologi yang sederhana dan bisa diulang oleh siapapun di jaman modern ini. Pengukuran yang lebih teliti telah menunjukkan bahwa Bumi tidak bulat sempurna, tapi sedikit pepat pada bagian kutub-ke-kutub. Perbedaan antara garis tengah Bumi di khatulistiwa dengan garis tengah dari kutub-ke-kutub hanya sekitar 43 km saja, dengan faktor kepepatan hanya sekitar 1 banding 300. Untuk banyak keperluan, cukuplah mendekati bentuk Bumi sebagai bola sempurna, namun untuk keperluan-keperluan yang membutuhkan kecermatan tinggi, kita dapat menggunakan sebuah bangun ruang bernama elipsoid.
Teknologi roket memungkinkan kita berkelana keluar Bumi, dan foto-foto Bumi yang diambil dari antariksa (Gambar 1–4) menunjukkan apa yang selama ini sudah diketahui manusia semenjak zaman antik. Teknologi satelit dan penginderaan jauh juga memungkinkan kita memahami Bumi lebih baik, lebih dari yang bisa dilakukan dari permukaan Bumi. Meskipun demikian, karena suatu alasan, masih ada saja orang-orang yang menyangkal bukti-bukti ini dan berpendapat bahwa Bumi ini sebenarnya datar dan seluruh foto-foto antariksa adalah sebuah kebohongan.
Di hadapan bukti-bukti yang sudah demikian berlimpah, mengapa orang memilih untuk meyakini bahwa Bumi ini datar, dan bahwa pemerintah, industri, serta lembaga-lembaga antariksa dunia berbohong kepada masyarakat? Alasannya bermacam-macam, mulai dari ketidakpercayaan kepada institusi-institusi negara dan lembaga-lembaga pendidikan, kebencian pada negara-negara “barat”, tingkat melek sains yang rendah, maupun penafsiran tertentu atas kitab-kitab yang dianggap suci. Kepercayaan Bumi datar ini ada di mana-mana, baik di Amerika Serikat maupun di Eropa, tapi tentu saja di tempat-tempat ini mereka tidak pernah dianggap serius oleh khalayak.
Baru-baru ini serial video yang durasinya cukup panjang muncul di YouTube, dinarasikan dalam Bahasa Indonesia, dan seketika menjadi viral dan dipercaya banyak orang Indonesia. Kenyataan bahwa di Indonesia video ini bisa memperoleh banyak penganut, termasuk guru-guru sekolah dan mahasiswa, mungkin bisa berkata sesuatu tentang bagaimana kita memandang sains dan mengajarkannya.
Bumi datar selayang pandang
Menurut kaum Bumi datar, Bumi ini berbentuk seperti cakram ceper. Dilihat dari atas, Bumi akan tampak seperti Gambar 5. Pusat cakram ini (dengan kata lain: pusat dunia) adalah kutub utara, dan pinggir cakram yang mengelilingi Bumi adalah tembok es Antarktika. Pada model Bumi datar ini, kita bisa lihat bahwa bepergian keliling dunia tanpa jatuh ke pinggir cakram tetap dapat dilakukan asalkan kita tidak pergi menuju Antarktika.
Pada bagian sebelumnya, kita telah mendiskusikan perihal perbedaan ketinggian Matahari di dua tempat di lintang yang berbeda. Melihat ini, Eratosthenes menyimpulkan bahwa penyebab perbedaan ketinggian Matahari adalah karena kelengkungan Bumi (dengan mengasumsikan Matahari letaknya jauh sekali dari Bumi dan oleh karena itu sinar Matahari dapat dianggap jatuh sejajar ke Bumi). Namun, apabila Bumi datar, perbedaan ketinggian Matahari disebabkan karena Matahari letaknya gak jauh-jauh amat dari permukaan Bumi. Oleh karena itu sinar Matahari tidak bisa lagi diasumsikan jatuh sejajar. Lebih lanjut, kita juga bisa menggunakan data yang sama untuk mengukur jarak Matahari di atas Bumi datar (Gambar 6). Beberapa orang telah melakukan ini, dan memperoleh hasil sekitar 3200 km. Ini amat sangat berbeda dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran modern yaitu 150 juta km[1].
Pada Bumi datar, Matahari selalu berada di atas Bumi dan mengitari Bumi dalam lintasan berbentuk lingkaran (Gambar 7). Kalau begitu, gimana timbulnya siang dan malam? Pada Bumi yang bulat, hal ini sederhana saja: Siang adalah belahan Bumi yang menghadap Matahari, malam adalah belahan Bumi yang membelakangi Matahari. Ini juga yang menyebabkan adanya perbedaan waktu dari tempat-ke tempat. Pada Bumi datar, siang dan malam terjadi karena Matahari berkelakuan seperti lampu sorot, hanya menyinari sebagian Bumi saja. Bagaimana Matahari terbit dan terbenam? Pada Bumi yang bulat: pergerakan semu Matahari menyebabkan Matahari bergerak menghilang ke bawah cakrawala dan oleh karena itu terhalang oleh kelengkungan Bumi, sementara Matahari terbit karena ia bergerak muncul dari balik kelengkungan Bumi. Pada Bumi datar, terbit dan tenggelamnya Matahari adalah karena perspektif (Gambar 8): Matahari nampak “terbenam” karena ia sebenarnya bergerak menjauhi kita, dan karena semakin jauh kita tak bisa lagi melihatnya karena sinarnya makin redup. Sebaliknya, Matahari nampak “terbit” karena ia bergerak mendekati kita dan sinarnya semakin terang benderang.
Fenomena-fenomena tampak yang bisa dijelaskan secara “ilmiah” akan dijelaskan dengan cara demikian, sehingga orang yang tak paham sains akan mengira kepercayaan Bumi datar adalah sesuatu yang “ilmiah”. Bagian-bagian yang tak bisa dijelaskan secara “ilmiah” akan dijelaskan melalui konspirasi. Misalnya: Bagaimana dengan teknologi roket dan foto-foto Bumi yang dipotret dari antariksa? Bagaimana dengan video-video di antariksa, misalnya video-video astronot Kanada, Chris Hadfield, yang diambil di Stasiun Antariksa Internasional[2]? Yak sudara, ketahuilah bahwa semua itu adalah hoax alias tipu-tipu negara digdaya! Ketika negara-negara “barat” menyadari bahwa Bumi datar ini ditutupi oleh kubah kristal yang tak bisa ditembus bahkan oleh bom nuklir sekalipun, maka mereka seolah-olah menciptakan teknologi roket yang diklaim bisa membawa mesin dan manusia ke antariksa. Semua ini hanya bohong belaka saja, sudara-sudara. Yuri Gagarin, Gherman Titov, John Glenn, dan sekitar 500-an astronaut lainnya dari sekitar 30-an negara, semuanya telah disumpah untuk tutup mulut mengenai konspirasi ini! Semua demi status selebritas dan kehormatan yang diperoleh dari menjadi “astronaut”…
Foto-foto dan film-film yang dibuat di antariksa tentulah hanya karya digital dengan Photoshop atau perangkat pengolah gambar lainnya. Cobalah luangkan waktu berdiskusi dengan para penganut Bumi datar, niscaya kata sakti CGI (Computer-generated imagery) akan bersliweran. Di era bikin film dengan layar hijau ini, apalah susahnya menyuruh Hollywood[3] membawa Chris Hadfield pergi ke sebuah studio di sebuah lokasi rahasia dan berakting seolah-olah di antariksa. Apalah beda Chris Hadfield dengan Sandra Bullock dalam film Gravity, mereka berdua hanya aktor belaka.
Contoh lain yang dijelaskan melalui konspirasi adalah: Ada apa di pinggir cakram dunia? Menurut penganut paham Bumi datar, pinggir dunia adalah adalah tembok es yang tak akan bisa ditembus dan tak ada yang pernah tahu seberapa tebal tembok es tersebut. Bagaimana bila kita ingin membuat ekspedisi menjelajahi Antarktika? Tak akan diperbolehkan karena Antarktika dijaga ketat oleh tentara Amerika, Rusia, RRT, dan entah siapa lagi yang berkepentingan mempertahankan konspirasi ini. Lupakan saja fakta-fakta mengenai penjelajahan Roald Amundsen dan Robert Falcon Scott yang berlomba menjadi yang lebih dahulu mencapai kutub selatan, atau kenyataan bahwa di kutub selatan ada banyak sekali percobaan ilmiah termasuk Teleskop Neutrino IceCube[4].
Proyeksi peta
Dunia Bumi datar yang tergambar pada Gambar 5 dan Gambar 7 adalah salah satu proyeksi Bumi pada bidang datar. Dalam dunia pemetaan, proyeksi adalah metode matematika untuk menggambarkan permukaan Bumi pada bidang datar. Metode proyeksi digunakan karena—ya gitu deh—Bumi berbentuk bola, dan oleh karena itu permukaan Bumi melengkung dan memiliki tiga dimensi. Cara paling akurat untuk menggambar Bumi tentunya adalah dengan membuat globe, dan kita sering melihat globe di sekolah, universitas, atau di ruang kerja para diktator. Tetapi, globe juga punya kelemahan yaitu tidak semua bagian permukaan Bumi bisa dilihat (selain tentunya hal-hal praktis lainnya, misalnya tidak bisa dilipat dan dimasukan ke dalam ransel). Oleh karena itu, untuk memindahkan kelengkungan dan ketigadimensian permukaan Bumi ke dalam bidang datar, dibutuhkan metode proyeksi. Ada berbagai jenis proyeksi (Gambar 9), yang diciptakan untuk berbagai kebutuhan. Kita mungkin sering melihatnya dalam peta-peta dunia yang ditempel di tembok-tembok sekolah: Proyeksi Mercator yang dikembangkan oleh kartografer Gerardus Mercator, Proyeksi Robinson dan Winkel tripel yang digunakan oleh Majalah National Geographic untuk menggambar peta-peta mereka, Proyeksi Gall–Peters yang dikembangkan untuk mendobrak hegemoni politik yang ditimbulkan oleh Proyeksi Mercator, dan masih banyak lagi. Beberapa contoh proyeksi dihadirkan di Gambar 10.
Tidak ada proyeksi yang sempurna. Masing-masing punya keuntungan dan kekurangan dalam aspek mempertahankan arah, luas daerah, dan bentuk daerah. Salah satu cara untuk mengevaluasi distorsi suatu proyeksi adalah dengan menggambar lingkaran-lingkaran berukuran sama di permukaan Bumi, lalu memindahkannya ke dalam proyeksi (Gambar 11). Proyeksi Mercator, misalnya, mampu menjaga arah antara dua titik dan bentuk daerah, tapi menghasilkan distorsi dalam luas daerah[5]. Kita bisa lihat pada panel tengah Gambar 11, lingkaran-lingkaran pada peta hasil proyeksi Mercator tetap berbentuk lingkaran, namun ukurannya berbeda-beda menurut lintang. Semakin mendekati kutub, distorsi luas semakin besar. Namun, karena kemampuannya menjaga arah antara dua titik itulah, Proyeksi Mercator banyak digunakan dalam navigasi pelayaran. Proyeksi Mollweide, yang sering saya gunakan dalam penelitian, mampu menjaga luas daerah tapi mengorbankan arah dan bentuk. Sebagaimana kita lihat pada panel kanan Gambar 11, lingkaran-lingkaran berubah menjadi elips dengan orientasi yang berbeda-beda. Ini tanda bahwa proyeksi ini mendistorsi arah dan bentuk suatu daerah. Namun, karena karakter proyeksi Mollweide yang mempertahankan luas daerah, elips-elips ini tetap memiliki luas yang sama.
Pada prinsipnya tidak ada proyeksi yang “benar”. Sebuah proyeksi dapat membantu atau menyesatkan tergantung untuk apa kita menggunakan peta tersebut. Itulah sebabnya ada katalog proyeksi peta yang dapat membantu kita memilih proyeksi yang paling cocok untuk menampilkan data spasial yang kita miliki.
Proyeksi yang diadopsi kaum Bumi datar sebagai realitas, dinamakan Proyeksi Azimuthal Equidistant, dengan menempatkan kutub utara sebagai titik pusat proyeksi. Jika kayaknya kenal atau pernah lihat barang ini, barangkali pernah lihat logo PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Nah proyeksi inilah yang digunakan jadi logo PBB[6]. Keuntungan dari proyeksi Azimuthal Equidistant adalah proyeksi ini mempertahankan jarak dan arah (azimuth) dari titik pusat proyeksi ke titik manapun. Oleh karena itu proyeksi ini berguna dalam penerbangan untuk menentukan jarak dan arah terbang dari titik pusat proyeksi ke titik tujuan. Akan tetapi, jarak dan arah yang digambar dari dua titik yang tidak melalui titik pusat proyeksi akan keliru. Selain itu, distorsi bentuk dan luas daerah akan semakin besar dengan semakin jauhnya suatu posisi dari titik pusat proyeksi. Pada Gambar 12 ditunjukkan lingkaran-lingkaran sebagaimana pada Gambar 11, untuk melihat seperti apa distorsi yang terjadi. Kita bisa lihat bahwa di daerah-daerah yang dekat dengan pusat proyeksi di Kutub Utara, lingkaran masih berbentuk lingkaran dan dengan demikian relatif masih minim distorsi. Distorsi yang paling parah (baik dalam hal bentuk maupun luas) terjadi di Bumi belahan selatan. Wajar lah karena wilayah-wilayah ini adalah titik-titik yang jauh dari Kutub Utara yang menjadi pusat proyeksi. Australia, misalnya, menjadi lebih luas dari Rusia (negara paling luas di dunia) dan Amerika Serikat (nomor empat paling luas di dunia), padahal realitasnya Australia adalah negara nomor enam paling luas di dunia.
Tentu saja, kita bisa memilih titik lain sebagai titik pusat proyeksi Azimuthal Equidistant. Pada Gambar 13 ditampilkan empat titik proyeksi selain Kutub Utara. Kita bisa lihat sendiri bagaimana bentuk dan luas daerah mana saja yang akan terdistorsi, apabila kita memilih titik pusat proyeksi yang berbeda.
Sinar Matahari dalam dunia Bumi datar
Sebagaimana sudah disinggung, Matahari dan Bulan di dunia Bumi datar tidak pernah tenggelam, mereka selalu berada di atas muka Bumi. Bila mereka terbit atau terbenam, sebagaimana sudah didiskusikan di atas, itu karena perspektif belaka. Sinar Matahari di sini tidak memancar ke segala arah, tapi berkelakuan seperti lampu sorot dan hanya menyinari bagian tertentu saja. Kenapa Matahari bisa kayak begitu, wallahu a’lam. Tak pernah ada penjelasan.
Yang lebih ajaib lagi di dunia Bumi datar, ukuran dan bentuk sorotan Matahari ini berubah dari hari ke hari. Di bawah ini adalah video pergerakan Matahari di atas Bumi datar sepanjang tahun 2000[7].
[youtube_sc url=”Z_lkDerRbLA”]Daerah yang diarsir gelap dalam video ini (bila video tak muncul, bisa klik di sini) adalah daerah yang mengalami malam hari. Daerah terang dengan demikian adalah daerah yang “disorot” oleh lampu sorot Matahari (dalam video ini, posisi Matahari ditandai dengan lingkaran kuning bergerigi). Bila kita menyaksikan video di atas dari awal sampai akhir (selamat!), kita bisa melihat sorotan Matahari berubah sangat ekstrim dari waktu ke waktu. Kadang-kadang tampak “wajar” seperti lampu sorot, kadang-kadang sangat besar dan berbentuk aneh, kadang-kadang sangat ajaibin. Mari kita tinjau tiga tanggal yang berbeda pada Gambar 14.
Pada panel kiri Gambar 14, yang menggambarkan posisi Matahari pada tanggal 20 Juni, “lampu sorot” Matahari tampak seperti lampu sorot dan biasanya gambar atau animasi pada tanggal-tanggal ini yang ditampilkan oleh kaum Bumi Datar untuk menampilkan ide mereka. Pada panel tengah, yang menghadirkan posisi Matahari di bulan September, “lampu sorot” menyinari setengah bagian Bumi dengan bentuk yang tidak seperti lampu sorot. Terakhir, di panel kanan, menampilkan posisi Matahari di bulan Desember, saya tidak tahu “lampu sorot” macam apa yang bisa menghasilkan sebaran cahaya macam begitu. Kenapa ada daerah-daerah yang jauh dari Matahari, berada di seberang daerah gelap, yang bisa memperoleh cahaya (Gambar 15)? Dalam forum-forum diskusi kaum Bumi datar maupun dalam video-video, hal-hal ini tak pernah ditampilkan apalagi dijelaskan.
Apabila Bumi ini berbentuk bola dan Matahari memang jaraknya jauh sekali dari Bumi, maka daerah siang dan malam hari yang berbentuk aneh dan bervariasi dengan liar pada Gambar 14 dapat kita mafhumi sebagai akibat dari efek proyeksi Azimuthal Equidistant yang memang mendistorsi bentuk dan luas daerah-daerah yang jauh dari pusat proyeksi. Pada Gambar 16 kita kembali menggambar daerah siang dan malam seperti pada Gambar 14, tapi kali ini pada permukaan Bumi bulat. Dapat segera kita lihat bahwa daerah siang adalah belahan Bumi yang menghadap Matahari, sementara daerah malam adalah belahan Bumi yang membelakangi Matahari dan tidak menerima sinar Matahari karena terhalang oleh kelengkungan Bumi.
Kita ketahui bahwa bidang Khatulistiwa Bumi kita memiliki kemiringan sekitar 23.5 derajat relatif terhadap bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari (sebuah kisah untuk lain kesempatan). Inilah yang mengakibatkan Matahari berada pada lintang yang berubah-ubah sepanjang tahun, namun selalu berada di antara lintang utara 23.5 derajat dan lintang selatan 23.5 derajat[8]. Perubahan arah Matahari inilah yang menyebabkan perubahan musim di Bumi belahan utara dan belahan selatan (lagi-lagi, sebuah kisah untuk lain kesempatan).
Jarak Matahari dari Bumi datar
Sebagaimana telah disinggung di atas, kaum Bumi datar menafsirkan perbedaan sudut ketinggian Matahari dari cakrawala sebagai bukti bahwa Bumi ini datar dan Matahari letaknya gak jauh-jauh amat dari atas Bumi. Dengan mengukur perbedaan sudut ketinggian Matahari di dua tempat, dan dengan mengetahui jarak antara kedua tempat (idealnya kedua tempat berada di garis bujur yang tidak berbeda jauh), maka jarak Matahari dapat ditentukan (Gambar 6). Samuel Rowbotham, salah seorang penganut Bumi datar yang hidup di abad ke-19, melakukan pengukuran semacam ini di Inggris dan mengklaim bahwa jarak Matahari adalah kurang dari 4000 mil (6400 km).
Perhitungan dengan cara ini tentu dapat kita ulangi dan kita perluas: Tidak hanya mengukur perbedaan ketinggian Matahari antara dua tempat saja, tapi juga perbedaan ketinggian antara beberapa pasang tempat di berbagai muka Bumi. Apakah hasil perhitungan jarak Matahari dari beberapa pasang tempat ini akan saling konsisten?
Metode pada Gambar 6 dapat dilakukan kapan saja. Namun, dua kali dalam setahun ada momen yang dapat memudahkan perhitungan trigonometri, yaitu saat ketika Matahari berada persis di atas garis Khatulistiwa. Peristiwa ini disebut ekuinoks, dan terakhir terjadi tahun lalu pada tanggal 22 September 2016. Pada hari itu, dimanapun kita berada, kita cukup mengukur sudut ketinggian Matahari pada saat tengah hari, dan juga mengetahui jarak posisi pengukuran dari garis Khatulistiwa (Gambar 17).
Pada Tabel 1 di bawah diberikan data pengukuran sudut ketinggian Matahari dari cakrawala (Kolom 2), diukur dari lintang yang berbeda-berbeda (Kolom 1). Dalam pengukuran ini terdapat ketidakpastian pengukuran sebesar 20 menit busur (1/3 derajat). Lintang tempat pengukuran bervariasi antara lintang 82.5 Utara hingga lintang 30 Selatan. Jarak lintang pengamat ke garis Khatulistiwa (Kolom 3) dihitung dengan mengetahui bahwa 1 mil laut adalah sama dengan 1.85325 kilometer[9]. Hasil perhitungan jarak Matahari dengan mengasumsikan Bumi datar (caranya bisa dilihat di Gambar 17) dapat dilihat di Kolom 4, sementara hasil perhitungan keliling Bumi dengan mengasumsikan Bumi bulat (caranya bisa dilihat di bagian pertama atau taut ini.)
Tabel 1. Data pengamatan ketinggian Matahari pada saat ekuinoks, di lintang yang berbeda-beda. Ketidakpastian pengukuran sudut adalah 20 menit busur. Terlihat bahwa pengukuran jarak Matahari (mengasumsikan Bumi datar) tidak memberikan hasil yang konsisten dan amat bervariasi, sementara pengukuran keliling Bumi memberikan hasil yang konsisten.1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
---|---|---|---|---|
Lintang | Sudut1 | Jarak pengamat ke Khatulistiwa | Jarak Matahari2 | Keliling Bumi3 |
(derajat) | (derajat) | (km) | (km) | (km) |
82.5 | 7.7 | 9174 | 1244 | 40139 |
78.5 | 12.0 | 8729 | 1861 | 40306 |
65.0 | 25.2 | 7228 | 3396 | 40135 |
50.0 | 39.6 | 5560 | 4596 | 39696 |
20.0 | 70.3 | 2224 | 6214 | 40659 |
3.0 | 87.2 | 334 | 6713 | 42217 |
-6.0 | 84.2 | 667 | 6532 | 41183 |
-30.0 | 60.8 | 3336 | 5957 | 41058 |
1 Sudut ketinggian Matahari di atas cakrawala. | ||||
2 Jarak Matahari dengan mengasumsikan Bumi ini datar. | ||||
2 Keliling Bumi dengan mengasumsikan Bumi ini bulat. |
Kita bisa lihat bahwa kita mengasumsikan Bumi ini datar, Matahari jaraknya dekat, dan menggunakan data sudut ketinggian Matahari untuk menghitung jarak Matahari, maka hasil pengukuran jarak Matahari tidak konsisten satu sama lain. Pada lintang di dekat Kutub Utara (baris paling atas), jarak Matahari sekitar 1200 kilometer, sementara di dekat Khatulistiwa (lintang 3 derajat Utara), jarak Matahari sekitar 6700 kilometer. Bagaimana mungkin pengukuran sebuah objek yang di sama, di waktu yang sama, bisa memberikan hasil yang berbeda? Menurut saya ini karena asumsi geometris yang diambil tidak cocok dengan kenyataan yang ada.
Di satu sisi, apabila bila mengasumsikan Bumi ini bulat, Matahari jaraknya jauh sekali sehingga berkas sinarnya dapat diasumsikan jatuh sejajar, dan dengan menggunakan data yang sama untuk menghitung keliling Bumi, maka hasil pengukuran di berbagai lintang ini tidak akan jauh berbeda satu sama lain. Penyebab perbedaan kecil ini adalah ketidakpastian dalam pengukuran sudut ketinggian Matahari, yang kemudian menjalar ke dalam perhitungan keliling Bumi.
Sedikit kesimpulan
Kita telah saksikan model Bumi datar mengasumsikan lampu sorot Matahari yang bentuk pancarannya tidak konsisten dari waktu-ke-waktu dan dapat menghasilkan distribusi cahaya yang ajaibin. Mengapa demikian, tak ada penjelasan. Mengapa Matahari berkelakuan seperti lampu sorot dan tidak memancar ke segala arah, juga tidak ada penjelasan. Di lain sisi, Bumi yang bulat dapat menjelaskan siang dan malam dengan baik sekali. Dengan memahami konsep proyeksi peta, kita juga dapat melihat bahwa sebaran cahaya Matahari yang ajaibin pada Bumi datar adalah akibat efek-efek proyeksi bangun ruang ke dalam bidang datar.
Dengan melihat data pengukuran ketinggian Matahari di berbagai tempat, kita dapat melihat jarak Matahari yang dihitung dengan mengasumsikan Bumi datar tidak saling konsisten, dengan perbedaan yang amat liar dan dramatis. Dengan kata lain, hipotesis Bumi datar tidak didukung oleh data yang ada. Sebaliknya, data yang sama justru konsisten dengan hipotesis Bumi bulat. Keliling Bumi yang dihitung dengan mengasumsikan Bumi bulat saling konsisten, dengan sebaran hasil yang lebih kecil. Sebaran ini kita pahami karena disebabkan oleh adanya ketidakpastian pengukuran (bagaimana cara mengukur jarak menuju Matahari, kalau begitu? Nah itu cerita untuk lain kali…).
Dalam usaha kita memahami dunia lewat metode sains, ada dua hal yang harus kita pertimbangkan: data yang kita peroleh dari pengukuran, dan hipotesis/teori yang mencoba menjelaskan data yang ada. Hipotesis tidak hanya harus mampu menjelaskan data yang ada dan tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan yang sudah diperoleh, tapi juga harus mampu membuat prediksi yang selanjutya dapat diuji. Kita telah lihat dan diskusikan, bahwa hipotesis Bumi datar tidak konsisten dengan fenomena yang kita amati. Sebaliknya, fenomena yang ada konsisten dengan hipotesis bahwa Bumi ini bulat. Inilah salah satu aktivitas utama para ilmuwan: Pengujian dua atau beberapa hipotesis yang menjelaskan fenomena yang sama. Selanjutnya, pengukuran dengan metode dan instrumen ukur yang lebih teliti menunjukkan bahwa Bumi ini tidak bulat-bulat amat, namun bedanya hanya sedikit saja. Bumi berbentuk ellipsoid adalah hipotesis yang sedikit lebih kuat mengenai bentuk Bumi, namun untuk berbagai keperluan perhitungan yang tidak membutuhkan ketelitian tinggi kita masih dapat mengasumsikan bahwa Bumi ini bulat sempurna.
Mengukur keliling Bumi dengan cara mengukur sudut ketinggian Matahari saat ekuinoks dapat dilakukan setahun dua kali. Yang berikutnya, pada tahun ini, adalah 20 Maret 2017 dan selanjutnya adalah 22 September 2017. Jangan malu-malu untuk memanfaatkan kesempatan ini bersama teman-teman dari seluruh dunia untuk mencoba mengukur keliling Bumi untuk yang kesekian kalinya. Jika Anda guru sekolah, ajaklah murid-murid Anda mempraktikkan metode ilmiah!
Baiklah. Kita telah melihat bagaimana pandangan Bumi datar tidak konsisten dengan fenomena yang ada. Pada bagian selanjutnya, kita akan mendiskusikan beberapa realitas kehidupan di permukaan melengkung.
PEMBAHARUAN:
21/02/2017: Bagian ketiga (tamat) dapat dibaca di sini.
————
[1] Hasil pengukuran modern ini juga menunjukkan bahwa asumsi Eratosthenes benar, yaitu bahwa Matahari amat sangat jauh letaknya dari Bumi.
[2] Saya sering bimbang video mana yang lebih keren: Chris Hadfield memeras handuk basah di antariksa, atau menyanyikan Space Oddity-nya mendiang David Bowie? Tolong tulis di komentar, menurut Anda video mana yang paling keren di antara dua itu.
[3] Dan juga Bollywood serta Zhang Yimou. Ingat, India sudah mampu mengirimkan wahana nirawak ke Mars. RRT sudah mampu mengirimkan manusia ke antariksa dan wahana nirawak ke Bulan.
[4] Sewaktu saya menempuh studi S3, saya adalah anggota eksperimen Teleskop Neutrino ANTARES di Laut Tengah. Saya kenal dengan banyak kolega yang bekerja di eksperimen IceCube. Mungkinkah, saat konferensi gabungan, teman-teman saya ini ngibul dan foto-foto mereka di kutub selatan hanyalah bohong belaka?
[5] Bandingkan luas Tanah Hijau, misalnya, dengan benua Afrika. Dalam Proyeksi Mercator, Tanah Hijau hampir sama luasnya dengan Afrika. Kenyataannya, Tanah Hijau jauh lebih kecil daripada Afrika. Proyeksi ini mendistorsikan terutama luas daerah negara-negara di belahan Bumi utara, dan oleh karena itu banyak dituduh mempertahankan perspektif imperialis Eropa yang menganggap dirinya lebih besar (dan lebih superior) dari kenyataan.
[6] Oh ngomong-ngomong, kaum Bumi datar menganggap logo PBB sebagai petunjuk yang diberikan oleh petinggi-petinggi PBB kepada khalayak bahwa Bumi ini sebenarnya datar.
[7] Dalam video ini, posisi Matahari dan Bulan ditentukan dengan menggunakan model pergerakan semu Matahari dan Bulan. Model ini didasarkan pada pengukuran pergerakkan semu Matahari dari waktu-ke-waktu telah diukur dengan amat teliti. Dengan kata lain, perhitungan ini sesuai dengan apa yang telah kita amati, dan ini bisa dikonfirmasi. Daerah yang disinari Matahari dan yang tidak, juga dapat dihitung dan ini sesuai dengan apa yang telah kita amati. Pergerakan Matahari di tahun 2017 tidak akan banyak berubah dari pergerakan Matahari di tahun 2000. Dalam video ini, jam yang ditampilkan adalah jam UTC yaitu jam yang diukur di Observatorium Greenwich di Inggris.
[8] Garis lintang utara 23.5 derajat dinamakan juga garis balik utara, sementara garis lintang selatan 23.5 derajat dinamakan juga garis balik selatan. Matahari mencapai garis balik utara sekitar tanggal 20-an Juni setiap tahunnya, dan mencapai garis balik selatan sekitar tanggal 20-an Desember setiap tahunnya. Di antara kedua tanggal ini, Matahari selalu berada di antara kedua garis balik dan tidak pernah berada di luarnya.
[9] Definisi satu mil laut adalah jarak sebesar 1/60 derajat lintang. Karena 1 mil laut adalah 1.852 km, maka jarak yang ditempuh setelah berpindah sebesar 1 derajat adalah sekitar 111 km. Dalam pelayaran, knot adalah satuan kecepatan kapal, didefinisikan sebagai 1 mil laut per jam.