1. Beranda
  2. /
  3. Topik
  4. /
  5. Page 90

Topik

Saat Ini, Kita Semua (Buruh/ Pekerja/ Karyawan) adalah Precariat!

MENJADI buruh kontrak dan buruh outsourcing/alih daya, seolah merupakan kewajaran yang tak dapat ditolak rakyat pekerja akhir-akhir ini. Itu, misalnya, tampak pada meningkatnya sistem kerja kontrak dan outsourcing menjadi sistem kerja wajib yang diterapkan oleh hampir semua perusahaan di Indonesia. Dalam data statistik yang dikeluarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terlihat bahwa jumlah tenaga kerja setengah pengangguran, yaitu mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap, selalu mengalami peningkatan selama enam tahun terkahir. LIPI mencatat, pada tahun 2005, tenaga kerja setengah pengangguran berjumlah 28,64 juta jiwa. Namun, pada tahun 2010, jumlahnya meningkat menjadi 32,8 juta jiwa. Pada tahun 2011, LIPI memperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 34,32 juta jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja atau buruh yang tidak memiliki pekerjaan tetap tidaklah sedikit. Dari data itu juga dapat dilihat bahwa jumlah buruh yang bekerja dengan ketidakpastian pekerjaan tersebut selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Buruh yang tidak memiliki pekerjaan tetap itu dapat diidentifikasi sebagai buruh kontrak dan atau outsourcing. Artinya, jumlah buruh kontrak dan outsourcing terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, setidaknya sejak tahun 2005.

Dede Mulyanto: Antropologi Sebagai Ilham Teoritis Penunjang Perjuangan Kelas Pekerja

KAPITALISME sebagai sebuah termin pengetahuan bukanlah barang baru dalam pengalaman Indonesia. Mayoritas, jika tidak dapat dikatakan semuanya, kalangan pergerakan di negeri ini pada masa sebelum dan awal-awal kemerdekaan mendedikasikan dirinya untuk memahami kapitalisme. Bukan untuk pemahaman itu sendiri, tapi memahami dalam rangka mengubahnya. Pengalaman panjang kolonialisme yang berakar dari logika ekspansif kapitalisme di masa itu memaksa mereka untuk menjadikan kapitalisme sebagai problem intelektual sekaligus praktis.

Memecah Pembisuan, Membongkar Tabu: Mendengar Suara Korban Tragedi 1965

KARENA judul buku ini adalah Memecah Pembisuan, saya ingin mengawali ulasan ini dengan menjelaskan istilah serupa, yaitu Breaking the Silence. Breaking the Silence (BtS) adalah sebuah LSM Israel yang terletak di wilayah Barat Yerusalem, didirikan tahun 2004 oleh veteran tentara Angkatan Bersenjata Israel. Kegiatan mereka antara lain mengumpulkan dan mempublikasikan kesaksian-kesaksian dan pengalaman para tentara dalam tugas dan operasi mereka di wilayah pendudukan: Tepi Barat, Jalur Gaza, dan wilayah Timur Yerusalem selama Intifada Kedua. Misi LSM ini adalah ‘memecah pembisuan’ dalam diri tentara-tentara Angkatan Bersenjata Israel yang sudah kembali dalam kehidupan sipil di Israel dan ‘mengungkap adanya ganjalan yang mereka rasakan dalam menghadapi realitas di wilayah pendudukan dan pembisuan mereka di rumah.’

Komoditi Sebagai Hubungan Sosial (1)

BERBEDA dari ahli ekonomi politik pada zamannya, Karl Marx menempatkan komoditi sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dibahas, sebelum mengurai soal-soal penting lainnya seperti sewa, tanah, tenaga kerja, nilai lebih, krisis, tendensi jatuhnya tingkat keuntungan, dsb. Karena itu, dalam Capital, Marx memulai karya besarnya itu dengan membahas Komoditi. Bahkan bisa dibilang, Capital tidak lain adalah teori tentang komoditi (Albritton, 2007: 23).

Edisi II/2012

PENGETAHUAN bukanlah sesuatu yang ajeg. Dinamika serta perubahan atas realitas membuat pengetahuan harus selalu dinamis dan berubah pula. Adaptabilitas pengetahuan terhadap realitas menjadi penting agar pengetahuan menjadi fungsional bagi kebutuhan kemanusiaan itu sendiri. Tautan erat antara pengetahuan dengan realitas akan membantu kita terhindar dari cara pandang doktriner sekaligus dogmatis. Kritisisme, keraguan atau bahkan mempertanyakan pengetahuan selalu terbuka entah untuk ditolak atau diterima dengan catatan-catatan tertentu.

Grundrisse dan Krisis Kapitalisme

Menurut Martin Nicolaus – penerjemah karya Marx yang mendahului Capital, Grundrisse – pernyataan Lenin mengenai kesulitan membaca Capital itu, karena saat itu Grundrisse belum diterbitkan. Grundrisse sendiri lebih banyak berbicara tentang metode. Maka, menurut Nicolaus, dengan meminjam aforisme Lenin, untuk bisa memahami Capital yang tebalnya 4.000 halaman itu secara menyeluruh, kita pertama-tama mesti memahami dulu 800 halaman Grundrisse dan 1.000 halaman Logic. ‘Membaca Grundrisse dengan baik adalah cara terbaik untuk memahami Logic, dan selanjutnya untuk membaca Capital. Atau dengan kata lain, akan sangat sulit untuk bisa memahami relevansi keberadaan Logic bagi Capital tanpa pertama-tama membaca secara menyeluruh Grundrisse (Nicolaus, 1993:60). Padahal, membaca Grundrisse sendiri bukan pekerjaan mudah, apalagi membaca Logic-nya Hegel.

Prof. John Roosa: Identitas bangsa Indonesia berubah total sesudah 1965

“Waktu saya belajar sejarah Asia Tenggara di universitas tahun 1990an, saya tidak habis pikir, kok bisa ada peristiwa sebesar dan sehebat ini tapi pengetahuan kita tentangnya sedemikian kecil. Sebagai sejarahwan, saya lihat ada kebutuhan untuk investigasi yang lebih mendalam guna membongkar sejarah yang digelapkan oleh pembunuh-pembunuh itu. Sebagai manusia biasa yang peduli dengan prinsip-prinsip moral, saya benci dengan rezim Suharto. Rezim itu berfungsi sebagai attack dog buat modal asing dan jadi penuh dengan pejabat-pejabat bodoh dan brutal, orang dengan watak preman yang sama sekali tidak peduli dengan prinsip HAM, yang mengkhianati prinsip kemerdekaan, membunuh dan menyiksa orang Indonesia sendiri, dan kemudian menjual kekayaan tanah airnya kepada konglomerat multinasional dengan harga murah.”

Memikirkan Kembali Relasi Manusia dan Alam

TESIS utama buku Martin Suryajaya yang berjudul Materialisme Dialektis: Kajian tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer adalah materialisme dialektis atau ekonomi sebagai satu-satunya epistemologi atau teori pengetahuan Marxisme yang sahih di mana setiap pemikiran yang mengklaim diri Marxis harus lulus dari ujian epistemologi dan metodologi materialisme dialektis atau ekonomi. Dengan kata lain, Materialisme Dialektis adalah rekonstruksi ulang teori pengetahuan Marxisme yang dicetuskan Vladimir I. Lenin lewat Materialisme dan Empirio-Kritisisme dengan memanfaatkan pemikiran Quentin Meillassoux dan Bertrand Russell.

Edisi I/2012

SAAT ini, kita menyaksikan adanya kebangkitan politik kelas di Indonesia. Belum lama ini, untuk pertama kalinya pada masa pasca-reformasi, gerakan rakyat berhasil menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Perlawanan yang luar biasa ini sampai mempolarisasi (memecah hegemoni) kekuatan-kekuatan politik dari kelas yang berkuasa di parlemen. Kemudian, kita juga melihat kecenderungan penyatuan serikat-serikat buruh reformis yang besar ke dalam sebuah ’blok gerakan buruh’ yang bernama Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Perlawanan terhadap ’akumulasi primitif’ di wilayah-wilayah agraris oleh kaum tani, masyarakat adat dan warga yang dirampas tanahnya pun semakin menajam dan keras.

Kontrol Buruh Dalam Lintasan Sejarah

KETIKA krisis ekonomi meledak di Amerika Serikat (AS) pada 2007, di kalangan kiri serentak muncul perdebatan seru di dua ranah: pertama, perdebatan mengenai sebab-musabab terjadinya krisis; dan kedua, bagaimana solusi terhadap penyelesaian krisis ini. Pada yang pertama, krisis ini kembali membuka perdebatan lama mengenai penyebab krisis antara pendekatan konsumsi kurang (underconsumption/stagnation), pendekatan jatuhnya tingkat keuntungan (the falling rate of profit), pendekatan struktur sosial akumulasi (social structure of accumulation/SSA), dan pendekatan mengenai dampak dari persaingan internasional (foreign competition).

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.