Mencari Jejak Feminisme dalam Marx
Judul buku: Marx on Gender and The Family, A Critical Study Penulis: Heather A. Brown Penerbit: Brill, Leiden-Boston, 2012 Tebal: 229 halaman termasuk index “I
HomeReview
Judul buku: Marx on Gender and The Family, A Critical Study Penulis: Heather A. Brown Penerbit: Brill, Leiden-Boston, 2012 Tebal: 229 halaman termasuk index “I
Judul Buku: The Problem with Work :Feminism, Marxism, Antiwork Politics, and Postwork Imaginaries Penulis: Kathi Weeks Penerbit: Duke University Press, 2011 Tebal: 287 halaman ‘Alangkah
Tentu tidak cukup menjawab persoalan kebenaran marxisme hanya dengan pernyataan jargonistik saja. Karena, dengan berhenti pada jargon-jargon itulah marxisme menjadi sebatas mitos dan kehilangan keilmiahan serta daya emansipatorisnya. Dalam konteks inilah buku Martin Suryajaya berjudul Asal Usul Kekayaan: Sejarah Teori Nilai dalam Ilmu Ekonomi Dari Aristoteles Sampai Amartya Sen menjadi penting. Buku ini secara garis besar menjelaskan fenomena kapitalisme yang berkaitan erat dengan persoalan nilai, yaitu bagaimana melandasi keseukuran sebuah komoditas agar bisa dipertukarkan dengan komoditas yang lain. Karena kapitalisme pada dasarnya adalah akumulasi keuntungan melalui komoditas yang diciptakan, maka nilai adalah prasyarat bagi relasi ekonomi tersebut, atau dengan kata lain menjadi batu fondasi dari kapitalisme itu sendiri. Dengan analisisnya, Martin membuktikan bahwa dari berbagai macam teori nilai yang ada, teori nilai Marx lah yang paling eksplanatoris dalam menjelaskan persoalan nilai, dan dengan demikian, kapitalisme itu sendiri. Maka, alih-alih menjadi teori yang usang, marxisme adalah teori yang paling mumpuni dalam menjelaskan fenomena ekonomi yang saat ini terjadi.
APA yang langsung terbayang ketika anda mendengar kata ‘liberal’ atau ‘liberalisme?’ Apakah Anda langsung mengidentikkannya dengan sesuatu yang berhubungan dengan kebebasan? Atau sesuatu yang berhubungan dengan pluralisme? Atau mungkin dengan kelompok tertentu? Apakah anda juga langsung mempertentangkannya dengan hal lain?
SEJAUH ini, jika kita bicara Engels, maka yang segera muncul di kepala adalah ia adalah kawannya Marx. Kawan setia sepenanggungan, yang pertemanan keduanya tidak saja mengagumkan tapi juga menggetarkan dan mengubah dunia. Tapi siapa sebenarnya Engels, dan bagaimana peranannya dalam gerakan sosialisme internasional, publik Indonesia tak banyak tahu.
Judul Buku : Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga Penulis : Muhadi Sugiono Penerbit : Pustaka Pelajar,
Judul buku: Forces of Labor : Worker’s Movements and Globalization Since 1870 Penulis: Beverly J. Silver Penerbit: Cambridge University Press, 2003 Tebal: 180h. + appendix
BOLA mata para jendral dicungkil dari tempatnya, sekujur tubuhnya dikuliti dan kemaluan mereka dipotong. Mayat yang tak lagi utuh tersebut dikumpulkan dalam satu sumur mati di wilayah Lubang Buaya, Jakarta. Di atas sumur mati tersebut para wanita sundal menari ‘Tari harum Bunga’ dengan bugil merayakan kemenangan. Tarian setan tersebut diiringi lagu Gendjer Gendjer yang bernuansa mistis. Maka, lengkap sudah segala kegerian dimalam jahaman 1 Oktober 1965 tersebut.
APA JADINYA bila seorang libertarian-kiri dihadapkan dengan libertarian-kanan? Apakah keduanya akan berdebat secara brutal, atau malah saling memuji satu sama lain? Resensi komparatif ini berangkat dari rasa penasaran itu. Kita akan mengkaji isi pemikiran Robert Nozick dalam karya seminalnya, Anarchy, State, and Utopia (selanjutnya disingkat ASU) dalam perbandingannya dengan pemikiran Jacques Rancière dalam The Philosopher and His Poor (selanjutnya disingkat PHP). Nozick adalah seorang libertarian-kanan yang melegitimasi secara filosofis argumen-argumen Ludwig von Mises, Friedrich Hayek, Murray Rothbard dan kawan-kawannya. Sementara Rancière adalah seorang mantan Althusserian yang berpaling ke anarkisme keperancis-perancisan. Kita akan lihat sejauh mana keduanya berbeda (dalam kata) dan sejauh mana keduanya bersaudara (dalam roh).
Buku ini secara keseluruhan memberikan keterangan-keterangan yang cukup terperi ihwal apa saja pemikiran, teori, konsep, dan pendekatan Marx terhadap persoalan-persoalan inti di dalam disiplin antropologi. Bagi saya sendiri, buku ini lebih merupakan sebuah biografi. Bedanya dengan biografi-biografi Marx lainnya, di dalam buku ini Marx berdiri sebagai antropolog. Sebagai biografi intelektual, buku ini memang mesti diperlakukan sebagai pengantar. Di dalamnya pembaca akan mendapati kutipan-kutipan langsung atas apa yang dikatakan Marx berkenaan dengan berbagai persoalan teoritis yang juga digeluti antropolog. Seringkali kutipan itu panjangnya sepertiga halaman buku. Bagi pembaca yang sudah lebih dahulu akrab dengan karya-karya Marx, tampak model penulisan buku ini buang-buang ruang. Tetapi buat pelajar pemula, cara ini dapat menolong kita untuk menengok langsung ke dalam kata-kata Marx sendiri perihal apa yang hendak dijelaskannya.
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.