BEBERAPA dari kita yang bekerja di bawah teriknya langit Jakarta pada siang hari, pastinya akan melihat minuman kaleng merah dengan font khas berwarna putih di dalam lemari pendingin warung bagaikan oasis di padang gurun. Iya, betul. Kali ini kita akan membahas Coca-Cola dalam kemasan kaleng. Ada apa dengan sekaleng minuman ini? Tentu ada apa-apanya sehingga saya membahas kaleng ini. Mari kita bedah sedikit perihal seonggok kaleng ini. Suatu benda berbentuk tabung dari kaleng dengan lubang untuk minum yang tersegel aman khas pabrik. Ukuran tinggi sekitar 5 sampai 10 cm, dengan diameter kira-kira 2 cm dan berisi cairan soda sekitar 250ml. Namun, apakah kaleng berisi cairan segar ini muncul secara ujug-ujug di lemari pendingin warung? Jawabnya tidak. Sekaleng Coca-Cola ini hadir melalui serangkaian proses yang panjang. Proses yang bagaimana? Akan kita jawab dalam tulisan ini.
Sudah tentu benda-benda yang ada di lemari pendingin itu dibuat. Benda yang dibuat manusia itu digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Karena kemampuan manusia terbatas, manusia membutuhkan sarana-sarana untuk pemenuhan kebutuhannya. Salah satunya pada masa awal-awal kehadiran nenek moyang manusia, mereka mulai membuat alat-alat sederhana dari batu atau kayu. Hingga awal abad 21 ini mereka pun mulai menciptakan alat-alat atau benda-benda yang semakin rumit dari komputer hingga smartphone. Sekarang pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya benda-benda tersebut? Pastinya ialah karena kerja manusia. Mengapa bisa kerja manusia? Mengapa bukan kerja harimau atau kerja ular? Tentu saja manusia karena kisah panjang evolusi di Afrika yang memungkinkan leluhur manusia menjadi bipedal dan membuat kedua tangan manusia beraktivitas mengerjakan hal-hal lain selain hanya untuk berjalan saja. Namun, cerita panjang ini tak akan kita obrolkan dalam tulisan ini. Cerita ini mungkin dapat kita baca di tulisan Engels yang berjudul The Part Played by Labour in the Transition from Ape to Man. Selanjutnya kita akan langsung membahas soal kerja manusia. Apa sih kerja itu?
Dalam pembahasan Marxian, pengertian tentang kerja dalam masyarakat manusia ini dipilah menjadi work dan labour. Work merupakan aktivitas-aktivitas individual. Sedangkan labour merupakan kerja sosial atau kerja dalam konteks kehidupan bersama. Kerja telah ada sejak leluhur manusia memiliki tangan yang bebas hingga kini saat keturunannya mampu menulis, membawa tas, membawa buku hingga merakit mesin-mesin di pabrik. Kerja-kerja yang digolongkan menjadi work berbeda dengan kerja-kerja yang disebut labour. Apabila work merupakan kerja konkret, sedangkan labour merupakan kerja abstrak. Kerja konkret merupakan suatu kerja yang menghasilkan nilai-guna pada suatu barang. Contohnya ketika seorang pembuat pisau membuat pisau, lalu penjahit menjahit kain-kain menjadi jaket dan pembuat patung membuat kayu atau batu menjadi patung. Kerja abstrak adalah tenaga kerja atau daya kerja manusia terlepas dari realisasinya untuk memproduksi barang dengan kegunaan tertentu. Kerja abstrak merupakan suatu kerja yang merupakan kerja sosial dalam konteks masyarakat pada suatu ruang dan waktu tertentu. Kerja abstrak ini bisa disebut juga dengan kerja sosial homogen yang ukurannya adalah waktu-kerja rata-rata. Muncul karena adanya suatu kondisi historis ketika terjadi pemisahan antara produsen dan sarana produksinya, yang sehingga memungkinkan munculnya tenaga kerja. Tenaga kerja sendiri adalah suatu unit kerja ekonomi yang ukurannya adalah lama pencurahan kerja, khususnya dalam masyarakat kapitalisme.
Pembagian antara work dan labour ini berkaitan erat dengan kerja konkret dan kerja abstrak. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kerja konkret sudah hadir sejak awal sejarah manusia. Namun, bagaimana dengan kerja abstrak? Ia merupakan bentuk kerja yang spesifik secara historis. Bentuk-bentuk kerja inilah yang ada di dalam sekaleng Coca-Cola, yang mewujud menjadi nilai-guna dan nilai-tukar komoditi ini. Harus kita catat bahwa kerja konkret menciptakan nilai-guna dan kerja abstrak menciptakan nilai-tukar pada setiap barang atau komoditi yang diproduksi, tak terkecuali sekaleng Coca-Cola ini. Namun, bukan hanya nilai-guna dan nilai-tukar saja yang menubuh di dalam kaleng itu, melainkan juga nilai itu sendiri. Nilai yang berasal bukan dari kerja konkret atau juga dari kerja abstrak, melainkan berasal dari kerja manusia itu sendiri. Mengingat kaleng tersebut tidak mungkin dibuat oleh tangan simpanse.
Kerja-kerja yang dilakukan manusia ini memiliki kisah sejarah yang panjang. Kerja ini dimungkinkan karena dalam hidupnya, manusia selalu memasuki relasi-relasi yang salah satunya relasi produksi. Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan sarana-sarana produksi dan daya atau kekuatan produksi. Sarana dan daya produksi tersebut diatur dalam relasi sosial. Suatu relasi yang memungkinkan manusia mengolah alam sekitar untuk kelangsungan hidupnya. Sekumpulan dari relasi-relasi sosial produksi ini menjadi apa yang sering disebut dalam istilah Marxian yaitu mode of production atau suatu cara manusia untuk bertahan hidup. Mode of production ini terdiri dari dua susunan yaitu basis dan suprastruktur. Basis sendiri berisi dari relasi-relasi sosial produksi dan daya-daya atau kekuatan produksi. Basis merupakan bagian bawah struktur yang bersentuhan langsung dengan realitas alam. Melalui produksi sarana hidup itulah manusia berhubungan langsung dengan alam. Sehingga bisa dikatakan sebelah tubuh manusia berada pada realitas alam dan sebelahnya lagi berada pada realitas sosial kebudayaan. Gambaran dari realitas manusia kiranya bisa diilustrasikan seperti ini:
Sebagai contoh, petani karet di perkebunan Sumatera Utara yang sedang mengerat karet, di satu sisi ia berelasi dengan pohon-pohon karet dan di sisi lainnya lagi petani itu berelasi dengan institusi-institusi sosial seperti negara Republik Indonesia, dengan pemerintah daerah Sumatera Utara, atau dengan pengusaha karet setempat dan keluarganya di rumah. Lalu di manakah letak realitas kebudayaan ini? Kebudayaan ini berada di suprastruktur.
Berbeda dari basis, suprastruktur merupakan relasi-relasi politik, religi, ideologi, hukum legal dan lain-lainnya. Dapat dikatakan suprastruktur ini merupakan tempat keberadaan dari kebudayaan. Keberadaan suprastruktur ini dikondisikan oleh basis, meskipun suprastruktur mampu mengondisikan basis dalam batas tertentu. Contohnya dalam pemanfaatan air sungai. Sungai selalu mengalir dari mata air ke muara atau dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, namun bagi petani di Ubud ini bukan merupakan suatu hal yang sulit untuk mengalihkan air agar mengaliri sawahnya. Dengan membuat irigasi, sawah-sawah tetap dapat bisa dialiri oleh air. Ini merupakan salah satu dari banyak contoh pengondisian alam melalui kebudayaan. Dengan cara seperti inilah manusia beradaptasi dari masa ke masa, dari Mesopotamia hingga era Internet hari ini. Teknologi beserta kemajuannya merupakan bentuk adaptasi manusia dalam menghadapi alamnya. Inilah kemampuan mengondisikan yang dimiliki suprastruktur terhadap basis.
Dari penjelasan di atas, dapat diilustrasikan bentuk masyarakat menurut Marx seperti gambar di bawah ini:
Di dalam basis terjadi proses yang dinamakan dengan produksi dan reproduksi syarat-syarat material keberadaan masyarakat. Syarat-syarat produksi terdiri dari syarat material dan syarat imaterial. Contoh dari produksi syarat material ialah untuk adanya kehidupan manusia yang hidup, yang dapat mengetik tulisan ini, perlu ada makanan sebagai penyokong proses-proses metabolisme tubuh manusia yang hingga memungkinkan manusia tersebut dapat mengetik tulisan ini. Selain syarat material, terdapat juga syarat-syarat produksi imaterialnya, misal sama dalam contoh untuk adanya manusia yang mampu mengetik tulisan ini dibutuhkan hal-hal seperti kasih sayang, cinta, keluarga, teman nongkrong dan lain-lain yang mendukung kehidupan manusia itu. Dalam masyarakat juga ada syarat-syarat materialnya. Untuk adanya produksi dan reproduksi, syarat-syarat materialnya bisa berupa tenaga kerja, perkakas atau alat-alat, sistem teknologi, energi, bahan baku dan lain-lain. Syarat lainnya adalah adanya relasi sosial, khususnya relasi sosial produksi.
Selain itu, basis juga mencakup soal reproduksi. Contohnya seperti reproduksi tenaga kerja untuk pekerjaan, misalnya melalui pendidikan dan ideologi-ideologi khusus yang membuat pekerja tersebut merasa seakan hal yang dilaluinya ini wajar-wajar saja. Dari mana asalnya pendidikan dan ideologi-ideologi khusus ini? Jelas ini berasal dari suprastruktur. Karena kita pun sadar bahwa suprastruktur memiliki produksi dan reproduksinya pula seperti juga basis. Ini merupakan bukti dari kemampuan suprastruktur mengondisikan basis. Fungsi dari suprastruktur, oleh karena itu, mereproduksi kondisi produksi. Karena reproduksi kelas pekerja merupakan syarat yang harus dilakukan kapitalis untuk menyulap uang menjadi uang yang lebih banyak.
Basis dan suprastruktur ini merupakan apa yang selalu disebut oleh Marx sebagai Mode of Production. Mode of Production atau mode produksi tidaklah konstan sama dari zaman Kaisar Nero hingga zaman Presiden Trump hari ini, namun selalu berubah seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di ranah relasi produksinya. Salah satunya mulai dari mode produksi komunal primitif, perbudakan, feodalisme, hingga yang hari ini kita rasakan sehari-hari yaitu kapitalisme. Kita bandingkan mode produksi feodalisme dan kapitalisme. Dalam basis dari mode produksi feodalisme yang menjadi sarana produksi adalah tanah dan kekuatan manusianya merupakan manusia, perkakas pada masanya, hewan dan lain-lain dengan relasi produksinya relasi produksi perhambaan. Berbeda dengan mode produksi feodalisme, di dalam basis mode produksi kapitalisme memiliki relasi produksi yang merupakan pekerja upahan. Selain itu kekuatan produksi dalam kapitalisme itu merupakan tenaga kerja upahan dan sarana produksinya masih tetap tanah. Apa yang menciptakan perubahan dari satu mode produksi ke mode produksi yang lainnya? Pastinya sebuah revolusi yang dibuat oleh manusia. Apabila perubahan tatanan masyarakat mampu berubah, maka tatatan masyarakat yang lebih baik pasti dimungkinkan. Tapi kali ini kita hanya akan membahas seputar sekaleng Coca-Cola. Sebab sekaleng minuman ini hanya dimungkinkan dalam dunia dengan pembagian kerja serta bentuk masyarakat yang spesifik pula. Melalui sekaleng Coca-Cola ini saja kita mampu mengenal sedikit cara kerja dunia hari ini, seperti juga Marx yang memulai bab pertama dari maha karynya Das Kapital dengan membahas soal komoditi hingga akhirnya memahami cara kerja kapitalisme.***