Illustrasi: Illustruth
NAMANYA, Denny J.A.
Konsultan politik sukses tiada tara
Kepala daerahnya berjaya di mana-mana
Empat puluh lima miliar pun tak bisa membeli jasanya[i]
Mottonya, “menang satu putaran saja”
Empat kali pemilu presiden dimenangkan calonnya
Sempat ia bilang, semua kliennya berjaya
Sayang semua situsnya kaleng-kaleng server-nya
Denny minta jabatan komisaris, itu kabarnya[ii]
Kepada Luhut ia menggoreng diri (tanpa tepung tentunya)
Jaringannya ke pejabat wilayah tambang kuat adanya
Ia cepat belajar bak siswa teladan kelas IPA
Kok gosip itu ada di mana-mana, ia ternganga
Ia membuat cerpen jele untuk menanggapinya[iii]
Saya pingin bilang “jancuk!” karena saking jele-nya
Untung tidak sampai hilang rima sajak saya
Cerpen jele karangan Denny J.A.
Bilang mencalonkan diri tidak ada salahnya
Banyak jenius juga kotor, lobi sini lobi sana
Oh, ia jenius? Kok saya sedih mendengarnya
***
Namanya, Denny J.A.
Cerpen jele cuma satu karya jele-nya
Puisi esai ialah tragedi lain miliknya
Mari saya ceritakan skandal yang ada-ada saja
Denny J.A., oh, Denny J.A.
Bayangkan saja ia bapak-bapak di grup WhatsApp Anda
Yang mengganti selamat pagi menjadi semangat pagi
Membagikan pesan panjang gubahannya, penuh energi
Tapi ini bukan bapak-bapak biasa, ini Denny J.A.
Punya uang berlimpah, hanya sedikit yang menandinginya
Maka pesan-pesan “semangat pagi” yang getol dibikinnya
Diumumkannya sebagai genre terbaru sastra Indonesia
Puisi esai, begitu pesannya dinamakannya
Larik-lariknya penuh gairah dan memang berirama
Sarat kepedulian sosial, membela mereka yang teraniaya
Kekurangannya cuma satu: jele saja
Tapi ini bukan Putri Marino, ini Denny J.A.
Cerdik bagai ular, tak tulus seperti merpati sayangnya
Ia tak berhenti di sana, kritikus kondang dibelinya
Untuk menobatkannya sastrawan pelopor di Nusantara
Puluhan kritik sastra ditulis untuk membaptisnya
Jurnal puisinya dicetuskan, lomba puisi dihelat kroni-kroninya
Dus “genre ciptaannya” kini jadi genre yang nyata
Saut Situmorang misuh-misuh dibuatnya
***
Namanya, Denny J.A.
Ia pun aktivis penuh kepedulian, bertaburan cinta
Gerakan sosial gerakan budaya diinisiasinya
Indonesia tanpa diskriminasi dikampanyekannya
Puisinya tentang persekusi etnis dipentaskan
Karangannya tentang cinta LGBT difilmkan
Survei-survei tentang toleransi dihelatnya
Agar negara sadar, intoleransi merajalela
Mengapa orang mencibirnya, oh, ia bertanya
Kalau ia sejatinya tulus ingin memajukan negara
Komisaris perusahaan negara posisi yang wajar saja
Untuk insan yang “get things done” seperti dirinya
Tapi Denny J.A., oh, Denny J.A.
Bukan lantaran julid belaka saya menulis Anda
Di dalam rubrik Oase yang centil dan bercanda
Apalagi pakai puisi Anda yang nan tiada duanya
Ilmuwan sosial bukan cuma PNS di struktur kuasa
Yang anggaran penelitian setengah mati dipertarungkannya
Ada ilmuwan sosial pula yang seperti Denny J.A.
Yang anggaran penelitian menjulang sesukanya
Empat puluh lima miliar tidak ada apa-apanya
Begitu kata Denny J.A. sambil jumawa
Oh, politik mahal rupanya gara-gara Anda
Yang bisa membeli politik para taipan saja
Kalau empat puluh lima miliar tidak ada apa-apanya
Bayangkan kocek bakal kepala daerah yang bocor untuk jasanya
Bayangkan kepala daerah yang mengobral izin tambang karenanya
Bayangkan berapa pelicin yang ditarget diterimanya
Denny J.A. pakai catatan kaki di puisinya
Jadi sini saya berikan catatan badan saya:
Tahun 2001, izin pertambangan masih 750 saja
Tahun 2010, jumlahnya naik tiga belas kali lipatnya
“Gara-gara siapa Bung Geger?”oh, Anda bertanya
Gara-gara perebutan kekuasaan daerah yang kian mahal dan gila
Gara-gara ongkos konsultan politik yang mahal tiada tara
Dan cilukba, calon komisaris Inalum di tengah-tengahnya
Bayangkan perampasan lahan yang dilakukan kliennya
Bayangkan institusi politik yang kian bobrok pengawasannya
Bayangkan kerusakan lingkungan yang dipercepat olehnya
Bayangkan bumi yang kian lekas pemanasannya
Mimpi Anda, Indonesia punya AOC-nya?
Salahkan Denny J.A., dia memupuskan angan-angan Anda
Politik mahal, tak terjangkau kawula tak berpunya
Pun mereka yang melayani konstituennya
Dan kalau Denny J.A. insan yang benci diskriminasi
Semoga ia tak halalkan semua ketika menasihati
Eep Saefulloh Fatah, yang satu profesi dengan Denny
Bilang masjid sarana empuk politisasi
Mayoritas digoreng, minoritas dirisak
Salah siapa, semua bertanya-tanya
Politisi pragmatis, yang butuh suara
Dan konsultan politik di sebelah kirinya[iv]
Polarisasi identitas bikin sakit kepala
Polarisasi kelas raib entah ke mana
Politik soal jumlah, itu mantranya
Siapa pembisiknya, semoga bukan Denny J.A.
Denny J.A., sosok gemar memberi
Banyak kegiatan sosial yang ia sponsori
Tapi yang berfilantropi belum tentu baik hati
Bill Gates saja Slavoj Zizek lucuti
Ingat, ingat, ujar Zizek marah-marah
Sedikit mereka beri, lebih banyak mereka jarah
Dan untuk apa selama ini Denny memberi
Kalau bukan untuk citranya sendiri?
Oh Denny, oh Denny
Namanya masuk MURI berkali-kali
Pelopor angkatan sastra tapi klaim sendiri
Keraton sejagat mungkin mau ia beli
***
Namanya, Denny J.A.
Sohib oligarki ***
Geger Riyanto, Mahasiswa Ph.D. Institut Antropologi Universitas Heidelberg
[i] Denny J.A. diisukan meminta jabatan komisaris PT Inalum kepada Luhut Binsar Pandjaitan via WA. Ia membalasnya lewat sebuah cerpen. Dalam cerpen tersebut, ia termasuk menampik isu menerima uang Rp45 miliar untuk memenangkan Jokowi. Ia bilang, “Itu fitnah karena angka 45 Milyar kok kecil sekali. Padahal saya TIDAK sedang banting harga.”
[ii] Tautan ke teks Denny J.A. yang diedarkan oleh Iwan Sumule, pengurus Gerindra.
[iii] Tautan ke cerpen balasan buatan Denny J.A.
[iv] Kutipan aduhai cetusan Denny J.A. di situs LSI.