Workshop Perencanaan dan Transisi Sosialisme dalam Tradisi Marxisme – Undangan Mendaftar dan Kerangka Acuan (ToR)

Print Friendly, PDF & Email

IlustrasiJonpey


PERKUMPULAN IndoProgress dengan senang hati mengundang para pembaca budiman yang memiliki komitmen memenangkan politik kelas pekerja sejagat raya dan mewujudkan sosialisme di muka bumi untuk berpartisipasi di rangkaian acara Workshop Perencanaan dan Transisi Sosialisme dalam Tradisi Marxis. Tulisan ini memberikan kerangka acuan untuk mempertimbangkan mendaftar, mempersiapkan diri, dan berpartisipasi di dalam workshop

Versi pdf dokumen ini bisa diakses pada tautan ini: https://bit.ly/tor_plantrans_ip2024.


Konteks

Salah satu perdebatan kontemporer terkait Republik Rakyat Cina (RRC) di kalangan ilmuwan dan akademisi, baik borjuis maupun revolusioner, adalah sejauh mana kiprah negara tersebut, khususnya di bawah pemerintahan Partai Komunis Cina (PKC) pascareformasi 1979, dan bahkan lebih spesifik lagi di kendali Xi Jinping, dapat dikatakan sosialis atau tidak (Xi Jinping penting disorot di sini khususnya pascainsiden pengusiran halus Hu Jintao dari kongres partai pada 2022 dan penobatan pemikirannya sebagai ideologi negara di acara yang sama). Dari perspektif revolusioner, sekalipun seolah akademis-keilmuan, sejatinya pertanyaan ini memiliki implikasi praksis yang amat sangat dalam. Tidak hanya soal RRC, melainkan bagaimana mengkualifikasi praksis dan turunan strategi-taktik sosialisme itu sendiri yang menjadi taruhan, khususnya terkait sikap terhadap negara dan kebijakan-kebijakan “neoliberal”.

Menjelaskan implikasi praksis ini bisa menggunakan kontras perdebatan di kalangan akademisi borjuis. Misalnya, di studi Ekonomi Politik Internasional (EPI), Perbandingan Ekonomi Politik (PEP), dan Geoekonomi, diskusi mengenai perkembangan RRC ini dikerangkakan sebagai pertanyaan mengenai penyelenggaraan ekonomi pasar yang ditengarai sebagai kembali kepada negara, ketimbang korporasi. Alhasil, diskusi mengenai “pasca-neoliberalisme”, “deglobalisasi”, dan konsep-konsep anakannya seperti “de-risking”, “decoupling”, “post-Washington Consensus”, “Beijing Consensus”, “return of the state”, “negara hadir” (kalau di Indonesia) bermunculan dan mendominasi kosakata perbincangan. 

Sosialisme di sini tak lebih dari sekadar julukan—persis seperti kampanye hitam borjuis—bagi pemerintahan kuat, sentralistik, dan melanggar hak-hak rakyat (sendiri dan negara lain). Hilang sudah makna sosialisme dalam artian sebuah pemerintahan berbasiskan kepentingan kelas pekerja yang memang sejatinya antagonis (baca: membatasi hak, mengekang kebebasan, dan kendali opresif) terhadap kekuatan-kekuatan yang anti pada kemenangan kelas pekerja. 

Ironisnya, narasi liberal ini pun menyeruak dan mendarah daging di kalangan yang mendaku progresif, mengutip Marx dan para marxis, menyerukan “pro-pekerja”, “pro-rakyat”, dan seterusnya (sekaligus menekankan bahwa sekadar “ekopol” tidak serta merta membuat jadi revolusioner). Contohnya, juga relevan dengan diskusi ini, beberapa tendensi “kritis”, “kiri”, “progresif”, dan “marxian” dalam EPI/PEP/Geoekon soal ini yaitu maraknya diskusi mengenai “kapitalisme negara” atau state capitalism setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Di kalangan akademisi borjuis kecil pseudo-revolusioner ini, kapitalisme negara menjadi semacam kulminasi dari konsep-konsep pseudo-marxis lainnya (atau bahkan reaksioner) yang sudah ada sebelumnya seperti “kapitalisme otoritarian”, “developmental state”, “dirigisme”, “economic statecraft”, “kapitalisme oligarki”, “kapitalisme kroni” dan, kalau di studi Asia, “kapitalisme ersatz”

Motivasi utama mereka, biasanya, adalah bahwa “gara-gara RRC, sekarang Amerika Serikat dan akhirnya semua negara memperkuat intervensinya dan enggak liberal lagi.” Kurang lebih begitu. Mereka “menyayangkan” masa-masa liberal dari kapitalisme yang, sejak naiknya RRC menjadi dominan di ekonomi global, membuat negara-negara merasa perlu ikut mengencangkan cengkeraman politiknya. Mereka “mengomel” karena negara-negara “otoriter”, “totaliter”, “fasis”, “oligarkis”, dst., dsb., kini ter-upgrade kebengalan dan kebengisannya menjadi juga “kapitalis” (oh, sekalipun membawa-bawa “kapitalisme”, jangan harapkan analisis modus produksi dari karya-karya ini. Buang juga ekspektasi mendapat pencerahan, strategi, atau taktik bagi agensi kelas pekerja sebelum membaca. Siap-siap saja mendapat simpulan moralis dan serba nasihat intelek khas akademia penghobi “solidaritas”). 

Sekalipun berbeda secara redaksi, namun kesamaan umum yang muncul adalah bahwa mereka memberi makna baru bagi terma “geoekonomi” yang sejatinya berbeda dari inventornya, seorang konservatif penasihat Reagan, Edward Luttwak. Geoekonomi hari ini adalah kapitalisme negara, begitu singkatnya bagi mereka. Negara melakukan petualangan ekonomi lintas geografis sebagai sang kapitalis itu sendiri, ketimbang, mengacu ke artikel terkenal Luttwak pada 1990, mengerahkan perusahaan, kamar dagang, diplomat ekonomi, dan kebijakan-kebijakan ekonomi ofensif sebagai pasukan dan artileri geopolitik. Dan bisa ditebak, siapa yang pertama dinobatkan sebagai kapitalisme negara oleh mereka? Ya, tentu saja RRC. 

Dengan dominan dan represifnya PKC di RRC, maka slogan nasional “Sosialisme berkarakter Cina”, bagi rekan-rekan akademisi ini, tidak lebih dari sekadar topeng bagi watak yang mereka sebut “kapitalisme negara”. Kesimpulan yang sungguh… mudah. Namun demikian, yang mungkin paling penting dan juga menarik disoroti terang benderang adalah, bagi mereka, kapitalisme negara punya bagasi moral yang buruk. 

Ironisnya, ini justru 180 derajat berbeda dengan penggunaan pertamanya oleh tak lain tak bukan kamerad kita semua: Vladimir Lenin. Kapitalisme negara dalam formulasi Lenin adalah sebuah hal yang positif!

Lenin bisa dibilang orang pertama yang mengeluarkan istilah “kapitalisme negara”, setelah sebelumnya, di State and Revolution, menyebutnya state-capitalist monopoly. Setidaknya sejak 1918, ia menyebutnya “state capitalism” (lihat daftar bacaan wajib di bawah). State capitalism dalam Lenin adalah bentuk sementara dan transisional pemerintahan diktatorial kelas pekerja selagi—dan di sini dimensi EPI/Geoekonomi yang penting ditekankan—dunia internasional masih dikuasai sirkuit kapital (baik dagang maupun finansial, dan kini ketambahan data dan digital). Konteks ekonomi internasional membuat Lenin mengimprovisasi (merevisi?) siklus Marx mengenai transisi dari feodalisme-kapitalisme-sosialisme-komunisme dengan menambahkan kapitalisme negara di antara “kapitalisme” dan “sosialisme”. Ketimbang sebagai sebuah deviasi atau pengkhianatan sosialisme, kapitalisme negara justru dilihat sebagai sebuah “gigantic step forward” menuju sosialisme.

“When the working class has learned how to defend the state system against the anarchy of small ownership, when it has learned to organise large-scale production on a national scale, along state capitalist lines, it will hold, if I may use the expression, all the trump cards, and the consolidation of socialism will be assured” (“‘Left-Wing’ Childishness and the Petty-Bourgeois Mentality,” 1918, h. 338-9)

‘Saat kelas pekerja sudah belajar mengenai bagaimana mempertahankan sistem negara melawan anarki kepemilikan kecil, saat ia sudah belajar bagaimana mengorganisasikan produksi skala-besar dalam skala nasional, seturut garis kapitalisme negara, ia akan memegang, jika boleh saya bilang demikian, semua kartu truf, dan konsolidasi sosialisme akan terjamin’ (terjemahan bebas penulis).

Namun Lenin tetap tegas—dan ini punya arti penting bagi siapa pun, terlebih yang menempuh jalur praksis perebutan negara—kapitalisme negara tetaplah sebuah kapitalisme dan bukan sosialisme. Lenin enggan menyebutnya sosialisme. Namun perlu ditandaskan sekuat-kuatnya di sini: Kapitalisme negara dalam cakrawala Lenin sangatlah erat dengan gagasan “memudarnya negara” (withering away of the state). Pasalnya, tugas utama kapitalisme negara adalah menggunakan seluruh daya, kekuatan dan aparatur (persuasif terhadap pekerja maupun opresif terhadap kapitalis) untuk mempersiapkan basis-basis sosialisme (kekuatan kelas pekerja, elektrifikasi soviet, modernisasi dan amplifikasi produksi, penguatan institusi sampai keluarga, pendidikan pemuda, konsolidasi koperasi petani, pemberantasan diskriminasi gender, inovasi sains teknologi, dst.). Kuatnya basis sosialisme kelak dengan sendirinya membuat negara menjadi tidak relevan, dan sampailah pada cita-cita masyarakat tanpa kelas ala komunisme. Lenin menekan bahwa tawaran ini mengejawantahkan Marx yang mengatakan bahwa komunisme haruslah lahir dari rahim kapitalisme, dan bukan terpisah darinya.

“What we have to deal with here is a communist society, not as it has developed on its own foundations, but, on the contrary, just as it emerges from capitalist society; which is thus in every respect, economically, morally, and intellectually, still stamped with the birthmarks of the old society from whose womb it emerges” (Marx, “Critique of Gotha Programme,” h. 85)

‘Di hadapan kita saat ini adalah sebuah masyarakat komunis, bukan sebagaimana ia berkembang di atas fondasinya sendiri, namun, justru sebaliknya, ia muncul dari dalam masyarakat kapitalis; yang karenanya di segala sisi, secara ekonomis, secara moral dan intelektual, masih terstempel dengan tanda lahir dari masyarakat lama yang dari rahimnyalah ia muncul’ (terjemahan bebas penulis).

Ini tentu berbeda dari yang ditengarai Lenin sebagai “mentalitas borjuis kecil” di kalangan “sayap kiri yang kekanak-kanakan” yang selalu melihat dan mempersepsi “alternatif” bagi kapitalisme adalah sesuatu yang sama sekali berbeda, yang seluruhnya di luar dari kapitalisme, dan yang merasa “kotor” untuk beroperasi dengan logika kapital, sekalipun itu demi kepentingan kemenangan kelas pekerja. 

Kritik Marx dan Lenin ini sebenarnya cukup gemar dibaca, namun tetap saja masih marak kita jumpai hari ini. Bahkan ironisnya, di tengah-tengah kawan-kawan kita sendiri yang banyak dan konon mendominasi kepesertaan diskusi-diskusi dan kolom-kolom komentar konten-konten di seluruh kanal media IndoProgress.

Secara analitis, nosi kapitalisme negara tidak bertujuan sekadar memberikan deskripsi setebal-tebalnya dan/atau membuktikan p-value sesignifikan-signifikannya akan perubahan negara menjadi seekor kapitalis. Poin metodologis ini krusial untuk digaris bawahi dan dipegang erat-erat. Bahkan, perlu juga sebisa mungkin di-syi’ar-kan kepada kawan-kawan akademisi kita yang tersesat dalam petualangannya menembus jurnal terindeks Scopus demi karier akademik dengan ikut-ikutan di hype kapitalisme negara hari-hari ini. 

Kapitalisme negara bukan semata soal kehadiran negara, proteksionisme ekonomi, intervensi kebijakan, operasi pasar, kontrol harga, pembatasan arus modal, pemolisian kebijakan, dst. Urgensi praksis terutama dari konsep kapitalisme negara adalah sebuah strategi perencanaan programatik untuk menavigasi kekuatan formal/institusional kelas pekerja di tengah-tengah rivalitas inter-imperialis internasional dalam rangka mentransisikan seluruh aspek kehidupan ke komunisme. Berhasil atau gagalnya kapitalisme negara penting untuk dinilai dari ukuran ini, dan bukan dengan standar-standar liberal soal gebyah uyah kebebasan (bagi kapitalis untuk memperbudak, dan borjuis kecil untuk diperburuh lewat “dunia kerja”), kesetaraan (di antara para borjuis besar dan kecil untuk dijamin hak mengeksploitasi dan dieksploitasi), dan rekognisi (keragaman identitas di mata dunia bisnis ekstraksi nilai lebih pekerja). 

Penggunaan peyoratif (konotasi buruk) akan istilah kapitalisme negara bukan hanya anakronis dan menggelikan secara kanon historis intelektual, melainkan juga berkontradiksi bagi praksis revolusioner itu sendiri. Jika akan ada kritik yang sahih akan kapitalisme negara, maka ia haruslah berada dalam suluh menyukseskan perencanaan berperspektif kelas pekerja dan transisi menuju sosialisme, dan bukan sekadar ratapan dan omelan liberal bernada sumbang “demokrasi”, “akuntabilitas” dan “hak asasi”.

Kembali ke ihwal awal mengenai implikasi praksis dari debat “apakah RRC kapitalis/imperialis atau sosialis/kapitalisme negara leninis?” Dengan kembali menjangkarkan debat ini ke tradisi marxisme, maka pertanyaannya harus diubah: “dalam garis batas revolusioner dan standar acuan sosialis seperti apa kita bisa mengkualifikasi/mendiskualifikasi RRC sebagai sebuah kapitalis/imperialis atau sosialis/kapitalisme negara—ala Lenin?” Lebih khususnya, para proponen “sosialisme dengan karakter Cina” perlu memberikan analisis mengenai sejauh mana kiprah RRC hari ini adalah hasil perencanaan yang tidak hanya berkarakter Cina, melainkan juga berkarakter sosialis. Sebaliknya, para skeptis juga harus mampu menunjukkan bagaimana kompromi atau pragmatisme RRC dalam struktur unipolar, imperialistik AS ini telah membuatnya melenceng dari ambang batas revolusioner dan berpindah ke posisi kontrarevolusioner. 

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong kami di Perkumpulan IndoProgress untuk menyelenggarakan workshop dengan mengacu ke teks-teks fundamental dalam tradisi marxisme, dan juga mempertimbangkan teks-teks kontemporer yang sudah coba merefleksikan pertanyaan ini.

Pertanyaan mengenai perencanaan dan transisi sosialisme, khususnya dalam konteks penyelenggaraan kekuasaan kelas pekerja lewat bentuk negara, sebenarnya pernah muncul dalam tradisi marxisme. Salah seorang ekonomi neoliberal dari Mazhab Austria, Ludwig von Mises, pertama kali melancarkan kritik terhadap penyelenggaraan negara sosialis ala Republik Sosialis Uni Soviet (RSUS) sekaligus memantik apa yang disebut-sebut Debat Kalkulasi Sosialis  (DKS), Socialist Calculation Debate atau singkatnya “debat kalkulasi”. Kritik yang mulanya diarahkan pada Otto Neurath, seorang sosialis yang juga kolega von Mises di Lingkaran Wina, sejatinya menyoal persoalan perencanaan sentral (central planning) yang dibayangkan marxisme dan diselenggarakan sosialisme lewat RSUS. Sudah banyak studi mengenai penyelenggaraan negara secara liberal, namun von Mises melihat belum ada studi serius mengenai kemungkinan (feasibilitas) perencanaan ekonomi tersentral. 

Debat ini melibatkan banyak ekonom dan akuntan dari berbagai aliran, mulai dari liberal, marxis, keynesian/post-keynesian, ricardian, walrasian, dst. Nama-nama besar seperti (selain Otto Neurath) Klara Tisch, Oskar Lange, Maurice Dobb, Paul Sweezy, dan Karl Polanyi, adalah beberapa yang juga mewarnai perdebatan di fase-fase awal.

Singkatnya, DKS ini berkisar di pertanyaan para liberal soal ketidakmungkinan perencanaan tersentral (central planning) ala sosialisme (baca: kapitalisme negara ala NEP Lenin). Ketidakmungkinan ini ditengarai secara fundamental, bukan sekadar kritik receh seputar pelanggaran HAM dan nasionalisasi properti (sebagaimana yang ditakutkan masyarakat liberal). Salah satu titiknya, menurut Mises, Hayek, dst., adalah ketidakcukupan teori nilai marxian untuk menawarkan indikator empirik untuk bisa mengkalkulasi (hence nama DSK) seluruh komponen bernilai dalam ekonomi demi membuat perencanaan makro berbasis simulasi (di sini, bisa kita bayangkan bentuk yang jauh lebih kompleks dari Input/Output Table ala Leontief—yang marak dipakai negara dan organisasi internasional sampai hari ini—yang juga mengoperasionalisasikan “nilai guna” ala Marx. Atau lainnya, bentuk I/O Table yang menginklusi “kerja reproduksi sosial” yang kini sedang populer di kalangan feminis marxis. Sekadar info, dua terma ini konon diteorikan para marxis sebagai against measure alias “anti-ukuran”). 

Kritik lain adalah soal luasnya jangkauan geografis (bayangkan RSUS). Ini dianggap akan membuat daya jangkau pemerintah sentral menjadi lemah dalam arus informasi dan membuat tidak hanya implementasi yang tidak terjamin, melainkan juga perencanaan tepat sasaran menjadi tidak mungkin. Belum lagi kemungkinan korup yang akut dikarenakan desain pemerintahan tersentral yang sudah pasti gemuk dan berkuasa penuh. 

Intinya, bagi sisi liberal dalam DKS, sosialisme adalah kemustahilan dilihat dari hitung-hitungan ekonomi perencanaan (baik figuratif maupun literal). Dalam acuan Indonesia, apabila seorang marxis menjadi kepala Bappenas, bayangkan kerumitan yang akan dihadapinya jika hendak keluar dari indeks-indeks ala Bank Dunia, OECD, dan IMF yang sudah terlanjur dominan dan common sensical, itu pun jika ia berhasil membuat indikator (berikut justifikasi) baru berbasiskan konsep-konsep ekonomi marxis. 

Respons dari para marxis sendiri sangat banyak dan menarik, khususnya dalam upaya mengklarifikasi sendiri juga mengenai gagasan kenegaraan dan perencanaan transisi dalam Marx dan Lenin. Sayangnya debat ini tidak banyak diteruskan sejak RSUS “mundur” dari Perang Dingin dan berubah menjadi Rusia di 1989. Demikian pula di skena akademik-teoritik 1970-an mulai bermunculan teori-teori dan kritik-kritik kebudayaan, identitas, gender, lingkungan, dan hal-hal lain yang selama Perang Dingin terepresi. Istilah “relasi kuasa”, “keliyanan”, dst., mengaburkan konsep “modus produksi” dan “perjuangan kelas”; mood teoritik bergeser pada kritik dan dekonstruksi ketimbang perencanaan dan strategi. Debat ini menjadi terlupakan. Implikasi praksisnya, kita lupa pula bahwa dalam tradisi marxisme kontemporer pernah ada tradisi pemikiran teknokratis, strategis, dan programatik, tidak hanya kritik, protes, dan serapah sebagaimana mewarnai secara pekat khazanah akademik dan praktik “kiri” hari ini. 

Belakangan, debat ini muncul kembali, khususnya karena pemikir marxis/sosialis  semakin tereksposnya dengan pengetahuan dan teknologi mahadata, kecerdasan artifisial, dan pembelajaran mesin. Sayangnya tren ini tidak sampai masuk ke Indonesia. Ketimbang perencanaan dan transisi, yang cenderung lebih teknokratik dan sistematik, tren impor pemikiran “kiri” dari Barat (termasuk yang non-kaukasian) masih dipenuhi tema-tema yang lebih mengeksplorasi apa yang disebut Wendy Brown “melankolia” dan, oleh Raymond Williams, “nestapa” kelas pekerja.

Dengan meletakkan diskusi mengenai kiprah RRC dari perspektif tradisi marxisme ini juga ke dalam konteks debat kalkulasi sosialis, kita bisa melihat secara lebih mawas. Soalnya, sudah banyak pemikiran terdahulu yang dapat dan perlu dipertimbangkan dan dipelajari sebelum kita tergesa-gesa menjatuhkan putusan. Namun juga sebaliknya, kita bisa memberi napas baru bagi debat tersebut: apabila dalam DKS pertama para marxis sibuk mendemonstrasikan kemungkinan (feasibilitas) dan urgensi revolusioner perencanaan tersentral, maka mungkin sekarang, bayangan saya, kita bisa melihat DKS dalam konteks perencanaan-tanding (counterplanning), misalnya. Pasalnya, dalam konteks DKS pertama, soal perencanaan sentral sudah ada nyata barangnya, yaitu RSUS; sementara sekarang, kecuali RRC yang masih dalam perdebatan, masih amat minoritas kelas pekerja revolusioner menguasai pemerintahan. 

Dengan perencanaan-tanding, kita bisa mulai membayangkan strategi penyusupan ide kebijakan di dalam kebijakan-kebijakan harian negara namun dalam rangka me-redirect sumber daya ke arah-arah yang menguntungkan atau sejalan dengan misi pembangunan kekuatan kelas pekerja. Atau lainnya, khususnya apabila bisa dipastikan garis sosialis dalam kiprah RRC, dalam bagaimana menyinkronisasikan dan mengarahkan kebijakan nasional ke arah alignment dengan RRC, seraya unsur revolusioner kita mencoba membangun kontak dan koordinasi kebijakan dalam semangat internasionalisme.


Tujuan dan Target Workshop

  1. Memformulasikan ambang batas untuk mengkualifikasi kualitas “revolusioner” dari suatu program yang mendaku sosialis dari pemikiran Marx dan Lenin (teks wajib).
  2. Memformulasikan standar acuan minimum (sebisa mungkin maksimum) mengenai program perencanaan sosialis dan transisi menuju komunisme dari pemikiran Marx dan Lenin (teks wajib) dan elaborasinya oleh para marxis di Debat Kalkulasi (teks pilihan).
  3. Mengevaluasi gagasan kapitalisme negara ala NEP Lenin dengan mengacu pada ambang batas dan standar acuan program sosialis dari pemikiran Marx dan pembacaan Lenin atas Marx sendiri (yi. poin tujuan 1 dan 2).
  4. Mengevaluasi kiprah RRC dan PKC kontemporer dengan mengacu pada ambang batas dan standar acuan program sosialis dari pemikiran Marx dan pembacaan Lenin atas Marx dan juga eksperimen kapitalisme negara ala NEP Lenin (yi. poin tujuan 1, 2 , dan 3).

Pertanyaan Diskusi

  1. Apa itu perencanaan sosialisme? Apa standar dan ukurannya? Apa yang membuatnya sosialis? Di aspek mana ia menjadi revolusioner?
  2. Apa dan bagaimana transisi dari kapitalisme ke sosialisme dikonseptualisasikan? Apakah transisi dari kapitalisme ke sosialisme merupakan sebuah kontinum atau sebuah patahan? Apa implikasinya bagi upaya perencanaan transisi ini?
  3. Apa dan bagaimana gagasan Lenin mengenai kapitalisme negara dan/atau state-monopoly capitalism? Sejauh mana ini berkontradiksi atau malah relevan dengan misi sosialisme?
  4. Dari perspektif perencanaan transisi, apa peran negara yang membuatnya menjadi spesifik/khusus nan tak tergantikan bagi misi sosialisme?
  5. Bagaimana melihat perjuangan/perencanaan transisi di tingkat nasional dari kacamata rivalitas interimperialis internasional yang sudah diwanti-wanti sejak Lenin dan Rosa?
  6. Sejauh mana “sosialisme berkarakter Cina” bersesuaian (atau tidak) dengan model kapitalisme negara ala NEP? Modifikasi apa yang dilakukan, dan sejauh mana itu sejalan dengan misi sosialisme?
  7. Sejauh mana keberatan von Mises, Hayek dan para liberal dalam SCD dapat dijawab, baik secara prinsipil maupun teknokratis melalui tradisi gagasan perencanaan sosialis? Mises soal nilai marxian yang tidak terhitungkan, dan Hayek soal ketidakmungkinan efisiensi dan efektivitas tepat sasaran?
  8. Bagaimana kemungkinan teknologis hari ini (mahadata, AI, kriptografi, kuantum) mungkin untuk memungkasi kritik marxis ke para liberal dalam DSK? Atau malah problem perencanaan dan transisi baru akan muncul dengan hadirnya paradigma teknosains ini?
  9. Mengapa kapitalisme negara ala NEP gagal membuat, dalam bahasa Lenin pada 1922, “Rusia NEP menjadi Rusia sosialis,” dan apa penjelasan marxis soal perencanaan dan transisi dari kegagalan ini? Dan sejauh mana sosialisme berkarakter Cina akan mengulangi, atau justru menghindari kegagalan ini?

Linimasa Penyelenggaraan

ToR: skrg s.d. Minggu, 14 April

Publikasi Open Reg dan ToR: Senin, 15 April

Pendaftaran dan Waktu Baca: Senin, 15 April s.d. Sabtu, 15 Juni

Diskusi Publik Pra-Workshop & TM: Sabtu, 28 April, pkl. 18.30 WIB/19.30 WITA

Pengumuman Peserta Final: Panelis (28 April); Pendengar/Penonton (18 Juni)

Penyelenggaraan: Minggu, 23 Juni, pkl. 19.30 – 22.30 WITA

Ruang: Zoom (dikirim ke surel terdaftar)


Batasan dan Format Workshop

Seperti namanya, workshop ini merupakan upaya bersama untuk menjawab sebuah pertanyaan, problem, atau teka-teki, ketimbang diseminasi ide dan gagasan. Artinya, seluruh peserta wajib untuk memahami problem dan memenuhi syarat minimum kepesertaan yang dalam hal ini adalah membaca teks wajib dan beberapa teks pilihan. Workshop ini fokus pada upaya menentukan ambang batas dan memformulasikan standar ukur penyelenggaraan kekuasaan kelas pekerja dalam bentuk negara dalam perspektif perencanaan dan transisi menuju sosialisme. 

Workshop ini juga fokus pada acuan tekstual fundamental dari tradisi marxisme (dalam hal ini Marx dan Lenin [dan Rosa, sejauh diskusi soal partai dan serikat masuk]), ketimbang tawaran gagasan orisinil dari peserta. Yang diharapkan dari para peserta (termasuk pemantik) adalah gagasannya dalam membaca dan menafsirkan teks-teks yang diacu workshop ini. Subjek workshop ini adalah ide Marx dan Lenin mengenai perencanaan dan transisi (mengacu pada teks-teks wajib), dan bukan ide para pemantik/peserta mengenai perencanaan dan transisi (sekalipun mengutip Marx dan Lenin). Semua gagasan yang tidak berangkat dari, mengacu pada, dan kembali ke teks dipersilakan untuk disajikan di kesempatan lain. Moderator akan sangat ketat dalam mewasiti peserta yang nantinya keluar dari teks.


Daftar Bacaan (Wajib dan Pilihan)

Daftar bacaan utuh, beserta bacaannya dalam format digital (.pdf), akan diberikan hanya kepada rekan-rekan yang berhasil terdaftar. Semua bacaan dalam versi bahasa Inggris atau terjemahan ke bahasa Inggris.

Wajib

  1. Marx, K. 1875, “Critique of Gotha Programme,” MECW, v. 24, p. 77-99. — (22 hal)
  2. Lenin, V. I., 1917, “The State and Revolution, Chapter V. The Economic Basis of the Withering Away of the State,” LCW v. 25, h. 461-479. — (18 hal.)
  3. Lenin, V. I., 1918, … — (30 hal)
  4. Lenin, V. I., 1920, …  — (21 hal).
  5. Lenin, V. I., 1921, …  — (41 hal)
  6. Lenin, V. I., 1921, …  — (18 hal)
  7. Cheng, Enfu, 2012, … — (11 hal)
  8. Zhang, Xinwen, 2023, … — (15 hal)

Total alokasi waktu dan daya kerja membaca: 176 halaman x 10 menit/hal = 1.760 menit = +/- 29 jam, atau 3 jam 40 menit per minggu atau 31 menit per hari selama 8 minggu. (Kecil lah dibanding alokasi doom scrolling di medsos kita).

Pilihan 

  1. Lenin, V. I., 1921, “Integrated Economic Plan,” LCW v. 32, p. 137-145 — (8 hal).
  2. Lenin, 1905, “Two Tactics of Social-Democracy in the Democratic Revolution,” dlm LCW, v. 9, h. 17-140. — (123 hal)
  3. Lenin, 1917, … — (42 hal)
  4. Lenin, V. I., 1921, … — (9 hal)
  5. Negri, Antonio, 1978, … — (109 hal).
  6. Ernest Mandel, 1986, …— (34 hal).
  7. … — (19 hal)
  8. … — (13 hal).
  9. … — (12 hal)
  10. … — (12 hal)
  11. …  — (34 hal).
  12. …  — (20 hal)
  13. …  — (13 hal)
  14. …  — (19 hal)
  15. …  — (24 hal).
  16. … — (18 hal)
  17. … — (9 hal)
  18. … — (20 hal)
  19. … — (28 hal)
  20. … — (13 hal)
  21. …  — (16 hal)

Total alokasi waktu dan daya kerja membaca daftar pilihan: 595 halaman x 10 menit/hal = 5.950 menit = +/- 99 jam, atau 12,5 jam per minggu atau 1 jam 46 menit per hari selama 8 minggu. (Kecil lah dibanding alokasi kerja abstrak kita untuk kapitalis yang seminggu bisa bisa ditotal lebih dari 40 jam) []~( ̄▽ ̄)~*


Partisipasi dan Biaya

IndoProgress melihat kerja-kerja akademik reproduktif yang selama ini tampak sepele, tak berbayar, dan cenderung dilihat sebagai secara moril (liberal) “harusnya dibagikan gratis” seperti membaca, memahami teks, memformulasi pemikiran sistematis, mengulas ide, mempresentasikan gagasan, berdebat argumentasi, menyelenggarakan acara, merancang ToR diskusi, menghubungi peserta/pemateri, dst., sebagai kerja-kerja yang bernilai. Untuk meminimalisir ekspropriasi nilai (lebih) dari kerja-kerja ini, kami mengenakan tarif nilai-tukar untuk acara ini. Tarif ini bukan sebagai sumbangan, melainkan kompensasi kerja. Bagi yang kesulitan alat tukar finansial, kami juga menyediakan alat tukar lain non-finansial yang berharga (bernilai guna) bagi kami, baik secara materiel maupun ideologis. 

Dengan mengadaptasi model koperasi pekerja marxis (lih. Jossa, Menzani, Zamagni, dst.), para moderator, pemantik, panelis dan panitia akan mendapatkan imbal hasil kerjanya selama perancangan, penyelenggaraan, dan penyelesaian kegiatan (skema perhitungan akan dirancang setelah seluruh partisipan workshop sudah final).


Cakupan Pertukaran: 

  1. 3 jam diskusi dengan pemantik dan panelis yang serius menekuni isu dalam kegiatan yang terkurasi secara sistematis.
  2. Daftar bacaan dan soft file semua bacaan. 
  3. Daftar peserta dan pemantik, beserta profil, akan disampaikan H-1 minggu, menunggu proses.
  4. Akses ke rekaman selama masa embargo (1 tahun).
  5. Akses ke semua materi tertulis (tulisan, review, ppt, notula).
  6. Kontribusi langsung dalam diskusi (bergantung pada tipe kepesertaan, lihat di bawah).

Tipe Kepesertaan

Moderator dan Panitia (3 orang)

  1. Berdasarkan kesepakatan internal Perkumpulan IndoProgress.
  2. Rancang acara, materi, dan arah diskusi,
  3. Notulis,
  4. Administrasi Zoom,
  5. Korespondensi,
  6. Tim redaksi naskah kepesertaan dan workshop

Pemantik

  1. Penunjukan dan kesepakatan internal Perkumpulan IndoProgress.
  2. Publik dapat mengusulkan diri atau orang lain, namun keputusan tetap menjadi prerogatif Perkumpulan IndoProgress. 
  3. Sudah baca semua bacaan wajib,
  4. Mau membaca seluruh bacaan rekomendasi, selemah-lemahnya iman sesuai subtopik yang akan dibahasnya (Debat Kalkulasi, teori kapitalisme negara, atau debat sosialisme RRC),
  5. Memiliki atau sedang mengembangkan area kepakaran dan proyek intelektual di subbidang perencanaan dan transisi sosialis,
  6. Memberikan 1 paragraf profil untuk buku acara. Maksimal 1 minggu setelah konfirmasi kepesertaan sebagai pemantik.
  7. Menyiapkan paparan pemantik yang berisi:
    • Ulasan poin-poin yang dianggap penting dari bacaan, khususnya yang wajib,
    • Refleksi kritis,
    • Tawaran gagasan,
    • Pertanyaan lanjut untuk didiskusikan,
    • Maksimal 10 menit. SHARP!!!

Panelis

  1. Terbuka untuk umum,
  2. Maks 15 orang,
  3. Semua wajib bekerja membaca materi wajib, dan akan ada mekanisme penyaringan.
  4. Prioritas diberikan bagi yang memiliki atau sedang mengembangkan area kepakaran dan proyek intelektual di subbidang perencanaan dan transisi sosialis.

Pendengar/Penonton

  1. Jumlah tidak dibatasi.
  2. Semua yang berpartisipasi melalui skema syarat organisasi dan/atau membayar biaya (lihat bagian berikutnya).
  3. Tidak wajib baca materi, walau tetap amat sangat diminta dan dimohon baca sedapatnya.
  4. Boleh bertanya via chat, tapi tidak bisa menyampaikan secara lisan. Moderator akan menyaring pertanyaan dan menganonimkan asal penanya.
  5. Uang, pengalaman dan keanggotaan institusi adalah kapital. Mari tidak membiasakan memberi karpet merah untuk kapital dapat berbicara secara leluasa di forum-forum pekerja 🙂

Tipe Partisipasi Berdasarkan Syarat Pendaftaran

Sebagai Moderator, Panitia & Pemantik

  1. Dibatasi hanya berdasarkan keputusan dan solisitasi internal Perkumpulan IndoProgress.
  2. Publik dipersilakan memberi rekomendasi juga kepada kami.

Sebagai Panelis 

  1. Kerja akademik in-kind: 
    • Review minimal 1.200 kata (+/- 3 halaman), gaya tulis akademis atau pop-akademis (pilih salah satu, jangan dicampur), minimal mengenai semua materi wajib dan maksimal semua materi wajib dan opsional. Untuk skema ini, kami tidak menerima ulasan selain artikel-artikel yang kami berikan.
    • Framing review: fokus mengulas dan menekankan aspek mengenai perencanaan ekonomi nasional dan persoalan mentransisikan relasi sosial kapitalis ke sosialis dan bahkan komunis yang terdapat dalam teks. Anda boleh memberikan komentar, kritik atau refleksi, namun tetap berikan posisi sentral pada gagasan materi yang direview, ketimbang opini Anda. Silakan gunakan pertanyaan di bagian “Pertanyaan Diskusi” di atas sebagai kerangka; bisa pilih satu atau lebih, dan tidak harus semua.
    • Ps. sesuai gaya penulisannya, dan atas perkenan penulis ybs, tulisan yang kami anggap baik secara redaksi akan ditawarkan masing-masing kepada editor Jurnal IP, Seri Buku Saku IP, dan/atau Harian IP untuk dimuat. Partisipasi di workshop ini tidak menentukan keputusan pemuatan naskah; semua dikembalikan ke editor masing-masing outlet, dan para penulis akan diarahkan berkorespondensi ke sana.

Sebagai Penonton/Pendengar 

Keanggotaan organisasi sosialis
    • Lebih dari 3 tahun keanggotaan AKTIF di organisasi-organisasi bermisi sosialis (tidak harus eksplisit.
    • Nama lengkap dan panggilan,
    • Surel untuk kontak,
    • Nama organisasi dan kontak koordinator/ketuanya (pastikan sudah minta izin ybs dan beri heads-up akan dikontak tim IndoProgress),
    • Penjelasan singkat mengenai:
      • organisasi, misi sosialisnya, dan peran pendaftar
      • motivasi dan ekspektasi ikut workshop
      • alasan mengapa memilih jalur pertukaran ini, ketimbang membaca seluruh materi wajib yang hanya sedikit saja meminta waktu Anda selama 3 jam 40 menit per minggu atau 31 menit per hari selama 8 minggu, yang notabene sama-sama gratisnya.
Uang
    • Rp300.000
    • Dikirim ke Bank BRI Perkumpulan IndoProgress – No. Rekening 2074.01.000295.56.3

Pernyataan soal Kepesertaan

Workshop ini terbuka, mendorong dan amat mengharapkan partisipasi yang tidak melulu pria. Diversitas partisipasi dari sebanyak mungkin identitas suku, agama, gender, seksualitas, neurodiversitas dan terutama dari diversitas posisi sosial dalam ketimpangan hierarkis kapitalisme di Indonesia: daerah, pendidikan, dan penguasaan bahasa Inggris amat kami nantikan. Namun demikian, syarat kepesertaan utama tetap wajib dipenuhi, yaitu membaca SELURUH teks wajib tanpa terkecuali. Bagi calon peserta yang membutuhkan dukungan teknis khusus untuk dapat berpartisipasi di workshop, mohon bisa disampaikan ke kami. Dukungan akan diberikan sesuai sumber daya yang tersedia untuk dialokasikan di penyelenggaraan workshop ini. 

Walau demikian, penyelenggara amat tidak merekomendasikan kepesertaan bagi mereka yang tidak memiliki semangat memenangkan sosialisme. Sifat workshop ini bukan sebuah diskusi publik karena akan berangkat dari asumsi minimum mengenai superioritas kemenangan kelas pekerja atas kapitalisme, yang kami sadari belum tentu diterima oleh semua kalangan. Pula diskusi ini bukan merupakan kelas atau pendidikan publik, melainkan lebih ke diskusi di kalangan tertentu yang memiliki komitmen intelektual dan praksis dengan tema terkait. Artinya, ada prasyarat minimum soal keterpaparan pada gagasan dan keseriusan politiko-intelektual pada marxisme dan sosialisme. Moderator akan sangat ketat dalam mewasiti kontribusi-kontribusi dalam workshop yang tidak berlandaskan semangat ini, dan akan tidak segan mengeluarkan yang bersangkutan dari forum secara sepihak. IndoProgress amat terbuka bagi kritik dan tantangan se-hostile apa pun untuk pemikiran marxisme, sejauh itu diselenggarakan di ruang-ruang publik, yang mana bukan sifat yang dirancangkan untuk workshop kali ini.


Pendaftaran

Pastikan Anda sudah membaca dan memahami poin-poin dalam kerangka acuan/ToR ini. Pula secara teknis, kami harap Anda sudah dapat mengira-ngira tipe partisipasi apa yang akan Anda pilih. Jika sudah menetapkan pilihan, silakan menuju tautan pendaftaran berikut ini: https://bit.ly/reg_plantrans_ip (Senin, 15 April s.d. Sabtu, 15 Juni).


Kontak

Pertanyaan dan/atau informasi lebih lanjut, silakan berkorespondensi melalui surel sbb:
📧: indoprogressjournal@gmail.com


Siaran Pra-Workshop (update)

Hadiri pra-workshop bersama para pemantik dan moderator yang akan mengantarkanmu pada workshop utama.

Youtube

Facebook

Twitter

 

Workshop diselenggarakan oleh Perkumpulan IndoProgress. ToR disusun oleh Hizkia Yosias Polimpung, Pemred Jurnal IndoProgress

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.