Dari Manipulasi Waktu Kerja hingga Lembur Paksa: Model-Model Pencurian Upah di PT Sai Apparel Industries Grobogan

Print Friendly, PDF & Email

Foto: Situs resmi PT Sai Apparel Industries


BAGIAN ini akan menunjukkan model-model pencurian upah yang dipraktikkan oleh PT Sai Apparel Industries, pabrik pembuat pakaian jadi yang berada di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Data yang dipakai berasal dari dua sumber. Pertama, melalui tatap muka dengan teknik wawancara mendalam dan kelompok diskusi terfokus (focus group discussion). Kedua, melalui sumber sekunder, yakni slip gaji. Sebanyak 320 slip gaji dikumpulkan dari 48 buruh yang bekerja di bagian sewing dan satu buruh yang bekerja di bagian finishing. Rentang waktu slip gaji yang tercatat dimulai dari 1 Januari 2022 hingga 28 Februari 2023 atau selama 14 bulan.

Meski slip gaji tidak benar-benar lengkap, data yang didapat tetap dapat menunjukkan model-model kerja paksa yang berlangsung, terutama kelebihan waktu kerja setiap responden atau yang disebut sebagai jam molor. Validitas temuan fakta dapat dibuktikan dengan menerapkan teknik triangulasi.

Terdapat beberapa informasi di dalam slip gaji: Pertama, jam pulang kerja para buruh; kedua, hari libur mingguan, hari libur nasional, dan alpa atau ketidakhadiran; ketiga, jam lembur dan uang lembur; keempat, potongan gaji; kelima, nilai gaji pokok; keenam, potongan pajak, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan iuran serikat pekerja (check off system/COS); serta informasi lainnya, seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.

Untuk memeriksa praktik kerja paksa, saya membuat tabel matriks di Microsoft Excel yang berisi beberapa kolom: nama, bagian, dan periode hari kerja setiap responden selama 14 bulan (Januari 2022-Februari 2023). Setelah matriks tabel terbentuk, tahap selanjutnya adalah memasukan nilai kelebihan jam kerja. Sebagai contoh, jam pulang normal pada Senin sampai Jumat adalah pukul 15:00, namun karena slip gaji menunjukkan pada hari Selasa buruh pulang jam 17:00, maka data yang dicatat adalah 120 menit atau 2 jam. Demikian pula hari Sabtu. Pada hari itu jam pulang buruh, khususnya di bagian produksi sewing, adalah pukul 12:00. Namun, slip gaji yang tercatat adalah 13:30. Dengan begitu, data yang tercatat sebagai jam molor sebesar 90 menit.

Selain jam pulang para buruh, pemeriksaan dilakukan pula terhadap total jam lembur (kotak merah nomor 5) dan upah lembur (kota merah nomor 4).

Gambar 1. Slip gaji buruh jabatan operator pada bagian sewing

Penjelasan Gambar 1: Kotak merah nomor 1 memuat periode (Per), bulan dan tahun. Bagian ini berisi keterangan waktu penerimaan gaji. Nomor 2 merupakan kode bagian tempat buruh bekerja. Nomor 4 merupakan upah lembur yang diterima. Nomor 5 adalah penjumlahan atau akumulasi jam lembur. Terakhir, nomor 6, merupakan keterangan waktu pulang kerja.

Di slip gaji terdapat pula huruf “H” yang artinya holiday atau hari libur nasional. Pada nomor 6 juga terdapat informasi yang tertulis “none”. Keterangan none merupakan hari libur mingguan (Minggu). Buruh PT Sai Apparel Industries memang bekerja selama 6 hari dalam sepekan.


Metode Verifikasi Pencatatan Jam Molor

Terdapat dua informasi lain yang menjadi prasyarat keputusan untuk pencatatan jam kerja molor. Pertama, dengan memeriksa akumulasi jam molor yang tertera di dokumen slip gaji masing-masing responden; kedua, dengan melihat nominal uang lembur.

Setelah memeriksa jam pulang kerja buruh, tahap kedua adalah dengan melihat nilai jam lembur pada slip gaji masing-masing. Model pencatatan jam lembur pada pabrik PT Sai Apparel Industries dapat dilihat pada slip gaji. Pencatatan jam lembur berada di bagian bawah setelah keterangan “Jumlah Bersih” atau nilai uang yang diterima buruh setelah semua potongan.

Nilai akumulasi jam lembur tertulis di samping baris keterangan “Jam Lembur (1,5x/2x/3x/4x): 0/0/0/0”. Berdasarkan keterangan tersebut, apabila terjadi jam lembur, maka nilai pada keterangan “0/0/0/0” akan berubah dan tercatat pada slip gaji. Sebaliknya, apabila tidak tercatat oleh manajemen, maka nilainya tetap nol.

Jika jam pulang kerja molor menunjukkan kelebihan waktu kerja sementara keterangan nilai jam tetap “0”, maka hal itu telah memenuhi syarat tahap kedua pemeriksaan. Proses pemeriksaan dilakukan pada tahap ketiga, yaitu memeriksa apakah nilai uang lembur buruh tersebut keluar atau tidak. Jika, nilai uang lembur juga tidak keluar, maka keputusan untuk proses input atau pencatatan data dapat dilakukan pada hari kerja tersebut.

Ketiga tahapan ini merupakan proses membandingkan informasi. Perbandingan informasi dari setiap slip gaji masing-masing responden sesuai dengan periode tanggal, bulan dan tahun.


Model-model Pencurian Upah

Metode pencatatan jam molor dengan sumber sekunder (slip gaji) menciptakan empat model pencurian upah. Model pertama pada momen hari libur nasional. Dalam hal ini manajemen pabrik mengalpakan para buruh di semua line sewing dengan disertai pemotongan upah. Karena hari libur nasional buruh dialpakan, maka upah buruh dipotong. Model kedua, pada periode pengamatan (Januari 2022-Februari 2023) para buruh juga mengalami jam molor dengan upah yang tidak dibayar. Model ketiga, manajemen tidak menerapkan metode penghitungan upah lembur sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pernyataan ini ditemukan pada kasus pembayaran upah lembur Januari 2023. Model keempat, para buruh dipaksa melakukan cek roll (presensi pulang kerja) lalu mereka diperintahkan bekerja kembali.

Berikut ini adalah penjelasan empat model pencurian upah di atas:

Model pencurian upah pertama. Manajemen pabrik melakukan praktik alpa kepada buruh di hari libur nasional Idulfitri dan Natal dengan disertai pemotongan upah. Di kasus Idulfitri, para buruh diminta untuk bekerja pada 29 April 2022 dan dialpakan pada 30 April 2022, 4 Mei 2022 sampai 7 Mei 2022 (Lihat: Lampiran 1). Bila diamati setiap butir penjelasan pada Lampiran 1, tidak ada kalimat yang menerangkan para buruh dipotong gaji karena tidak masuk kerja pada hari raya Idulfitri atau cuti bersama.

Estimasi kerugian buruh dari praktik pemotongan upah selama lima hari kerja ketika hari cuti bersama adalah Rp 18.546.990. Total penghitungan ini hanya kepada 49 orang, sementara kasus pemotongan upah (no work no pay) dilakukan kepada ribuan buruh lainnya. Dengan demikian, estimasi kerugian jauh lebih besar.[1]

Keputusan Bersama Empat Menteri Nomor 678 dan Nomor 2 Tahun 2022 menetapkan 29 April 2022 dan 4 Mei 2022 sampai 6 Mei 2022 sebagai hari cuti bersama. Ketentuan hukum yang mengatur tentang buruh tidak wajib bekerja pada hari libur nasional diatur dalam Pasal 85 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kendati pada ayat 1 dikatakan tidak wajib, tapi ayat 2 dan 3 UU Ketenagakerjaan memberi ruang kepada buruh dan pengusaha untuk menjalankan proses produksi. Tentu dengan syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya kesepakatan dari buruh itu sendiri dan dibayar dengan ketentuan jam lembur pada hari libur.

Pada kasus 29 April 2022, para buruh dipaksa bekerja karena mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu mereka bekerja dengan upah jam kerja normal. Praktik ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dikategorikan tindak pidana yang diancam sanksi penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp100 juta (Pasal 187 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).

Berbeda dengan 29 April 2022, pada 30 April 2022 dan 7 Mei 2022 manajemen melakukan alpa dan pemotongan upah tanpa alasan yang jelas. Besar kemungkinan pada rentang hari tersebut manajemen melakukan pemotongan upah dikarenakan sebagai rangkaian hari libur nasional.

Melakukan alpa pada hari libur nasional juga terjadi pada hari Natal. Kasus ini terjadi pada 26 Desember 2022 (Lihat: Lampiran 2). Kepala Human Resource Development (HRD) bernama Wiji Utomo dan Chanchal Gupta selaku Manajer Umum menerbitkan instruksi meliburkan semua buruh dengan status hubungan kerja kontrak (PKWT) yang disertai pemotongan upah. Surat tersebut juga dibubuhi tanda tangan ketua serikat KSPS bernama Muhammad Ali Nurudin sebagai bentuk kesepakatan. Jelas bahwa pengambilan keputusan untuk memotong gaji tidak melibatkan semua buruh.

Dengan dukungan memo sebagai barang bukti pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan, kasus pemotongan upah dan pemaksaan kerja di hari libur nasional terjadi untuk seluruh buruh yang bekerja di PT Sai Apparel Industries.

Model pencurian upah kedua. Buruh dipaksa lembur namun upah tidak dibayarkan. Berdasarkan penghitungan rentang Januari 2022-Agustus 2022, dari 49 responden, ditemukan nilai terendah dan tertinggi jam lembur. Nilai terendah di 2022 sebesar 120 menit, sedangkan nilai terbesarnya 4.800 menit atau setara 80 jam (10 hari).

Adanya nilai terendah dan tertinggi disebabkan ketersediaan data yang tidak sama pada slip gaji masing-masing responden (Lihat: Tabel 1). Besar kemungkinan nilai jam lembur akan menunjukkan total yang sama untuk seluruh responden apabila data slip gaji yang terkumpul tersedia dalam jumlah periode yang sama. Semua nilai jam lembur atau molor yang terjadi tercatat pada slip gaji responden pada bagian jam pulang kerja. Sementara dalam slip gaji responden tidak tertera nilai upah lembur dan jam lembur.

Tabel 1 Kriteria jam molor tahun 2022

Selain pada Januari 2022-1 Agustus 2022, jam molor juga terjadi pada 2023. Pada 2023, data yang terkumpul sepanjang Januari periode pertama (dari 1 Januari-15 Januari). Sedangkan untuk periode kedua Januari dan periode pertama Februari, upah molor terbayarkan dengan disertai pembayaran dan pencatatan total jam molor pada slip gaji buruh. Catatan penting, meskipun jam molor buruh tercatat pada slip gaji, terdapat permasalahan dalam hal penjumlahan jam molor yang dibayarkan. Kesalahan metode pencatatan dan upah lembur yang dibayarkan akan dibahas pada model pencurian upah ketiga.

Uraian pembahasan difokuskan pada periode ke-1 Januari 2023. Pada periode ini para buruh pulang terlambat namun tidak menerima upah lembur. Dalam rentang 16-31 Januari 2022, nilai terendah lembur adalah 21 menit dan nilai tertinggi 268 menit (4,5 jam). Nilai terendah dan tertinggi dihasilkan dari slip gaji milik 21 responden. Melalui 21 responden ini, dapat dihasilkan angka rata-rata jam lembur sebesar 626 menit (10,4 jam). Apabila ditotalkan angkanya jauh lebih tinggi, yakni sebesar 16.423 menit atau setara dengan 273,7 jam. Jika sehari bekerja selama 8 jam, maka nilai tersebut setara dengan 34,2 hari bekerja, sekali lagi dengan upah yang tidak dibayarkan.

Adanya perbedaan jam lembur dari masing-masing responden disebabkan oleh faktor. Pertama, perbedaan target kerja untuk setiap line sewing. Manajer produksi menetapkan ukuran kemampuan produksi setiap line dengan metode cycle time. Faktor kedua adalah kebijakan jam ekspor. Pada kondisi ini, manajer produksi menerapkan kebijakan bahwa target produksi yang ditetapkan untuk setiap line harus diselesaikan pada hari itu juga. Akibatnya, terdapat perbedaaan waktu pulang kerja sebab line produksi yang sudah selesai boleh pulang lebih dulu.

Gambar 3. Slip gaji buruh A  periode Januari 2023.
Gambar 4. Slip gaji buruh B periode Januari 2023

Gambar 3 dan 4 menjadi bukti penguat kedua faktor yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya. Seseorang mengalami jam molor pada kurun waktu yang berbeda-beda. Salah satu contoh penekanan dapat dilihat pada 3 Januari. Kotak warna merah pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan perbedaan waktu kerja dari kedua responden yang berbeda. Pada Gambar 3, seseorang pulang kerja pada pukul 23:41. Sedangkan Gambar 4 di tanggal yang sama menunjukkan waktu kepulangan pukul 16:44. Perbedaan waktu pulang kerja juga terjadi pada ke-21 responden lainnya; slip gaji juga menunjukkan tidak adanya pembayaran upah lembur.

Selain menunjukkan jam molor, pada periode pertama dan kedua Januari 2023 dan Februari 2023 (untuk periode pertama) jam molor atau lembur meningkat signifikan dibandingkan dengan data Januari 2022-Desember 2022.

Model pencurian upah ketiga. Manajemen PT Sai Apparel Industries tidak menerapkan metode penghitungan upah lembur sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Masih di periode Januari 2023, tepatnya di periode ke-2, manajemen pabrik mulai mencatat jam lembur setiap buruh operator sewing. Pada 20 slip gaji responden tercatat jumlah jam lembur dan upah lembur sepanjang 16-31 Januari.

Semua total jam lembur pada periode Januari 2023 telah dibayarkan, namun terdapat kejanggalan dalam proses pencatatannya. Pertama, manajemen pabrik tidak melakukan penghitungan upah sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan.

Tabel 2. Jam pulang kerja operator
Tabel 3. Kelebihan jam kerja

Data 7 responden diambil secara acak dari 20 responden. Pada Tabel 2 terlihat jam kerja aktual dari 7 orang tersebut, yang bekerja pada 16-31 Januari. Di Senin sampai Jumat, jam pulang kerja buruh dalam kondisi normal (tanpa lembur) itu pukul 15:00, sementara pada Sabtu waktu pulangnya jam 12:00. Dengan melakukan perbandingan data antara jam pulang kerja aktual dengan jam kerja normal, diperoleh hasil seperti pada Tabel 3. Dengan begitu tampak kelebihan jam kerja.

Jika merujuk pada Pasal 11 Kepmen Nomor KEP.102 /MEN/VI/2004, untuk jam kerja lembur pada satu jam pertama dikali 1,5 dan untuk jam kerja lembur berikutnya dikali 2. Berdasarkan Tabel 2, kelebihan jam kerja membentuk jam lembur pada jam pertama, kedua, ketiga dan keempat; penjumlahan jam kategorisasi lembur setiap tanggal dilakukan sesuai dengan kelebihan jam kerja untuk setiap orang.

Tabel 4. Metode Penghitungan PT Sai Apparel Industries Grobogan

Metode penghitungan yang dilakukan oleh manajemen PT Sai Apparel (Tabel 4) tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Sementara, dalam dokumen Peraturan Perusahaan (PP) yang berlaku sejak 10 Februari 2023, juga tidak ditemui metode penghitungan yang secara spesifik mencirikan model penghitungan seperti yang dipraktikkan manajemen PT Sai Apparel Grobogan. Sebaliknya, metode penghitungan lembur dalam dokumen PP merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

Kedua, terdapat kerancuan manajemen dalam mengklasifikasi jam lembur. Sebagai contoh, pada line GS04 baris satu, secara akumulatif jam lembur pertama rentang 16-31 Januari tercatat 11,5 jam dan pada jam lembur kedua tercatat 4,5 jam. PP perusahaan tidak menjelaskan dasar pengategorisasian menit yang dijadikan acuan. Kekacauan penghitungan ini juga terjadi kepada 20 responden lain.

Ketiga, tentang dasar upah lembur yang dibayarkan. Jika sesuai UU, maka penghitungan lembur adalah dikalikan 1,5 pada jam pertama dan jam seterusnya dikali 2. Hal itu tidak diterapkan oleh PT Sai Apparel. Pihak manajemen melakukan akumulasi terlebih dahulu dan setelah itu baru dilakukan pengalian. Untuk contoh digunakan kembali line GS04 baris 1. Angka 11,5 jam pada kolom jam lembur ke-1 dikali dengan 1,5, setelah itu dikali dengan upah per jam (UMK 2023 x 1/173 = Rp 11.731). Begitu juga dengan jam kedua yakni 4,5 jam lalu dikali 2, kemudian dikali dengan upah per jam. Dengan begitu hasilnya adalah Rp 307,939.

Keempat, tentang angka desimal sebesar 0,5 yang kerap ditemui pada semua slip gaji. Dalam dokumen PP tidak dijelaskan batas atau acuan jam kerja dihitung sebesar 0,5 jam. Namun, dalam beberapa slip gaji responden, ditemukan mereka dibayar setengah jam kerja (Lihat: Gambar 5). Apabila jam kerja kurang dari 60 menit dan lebih dari 30 menit dihitung sebagai lembur, metode penghitungan yang adil adalah penghitungan secara proporsional.

Gambar 5. Pembayaran upah lembur setengah jam
Tabel 5. Metode penghitungan lembur secara proporsional

Tabel 5 merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung kelebihan jam molor untuk 7 responden. Tahap pertama, mengubah kelebihan jam kerja pada Tabel 3 berdasarkan penghitungan rumus (Tabel 5). Hasil penghitungan dapat dilihat pada Tabel 6 di bagian bawah.

Sebagai contoh untuk memahami hasil pada tabel 6: Pada line GS04 di tanggal 16 Januari 2023, kelebihan jam kerja adalah 1 jam 30 menit (Lihat Tabel 3). Setelah mengetahui kelebihan jam kerja GS04, untuk mencari jam lembur ke-1, caranya adalah dengan mengubah satuan waktu untuk 1 jam menjadi 60 menit. Setelah itu, 60 menit dibagi dengan 60 menit, hasilnya dikalikan dengan 1,5 sehingga menghasilkan angka 1.5 (lihat Tabel 6). Sementara untuk mencari jam lembur ke-2 diperoleh dengan cara: sisa 33 menit dibagi 60 menit, lalu dikalikan 2 dan menghasilkan nilai 1,1 pada Tabel 6.

Contoh lainnya, lihat Tabel 3 pada line GS08 nomor 7 di tanggal 18. Kelebihan jam kerja yang tercatat adalah 3 Jam 8 menit pada 18 Januari 2023. Penghitungan dengan metode proporsional kemudian dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh pertama. Pertama, mencari jam lembur ke-1 dengan cara 60 menit dibagi 60 menit dikalikan 1,5, hasilnya adalah 1.5. Kedua, mencari jam lembur ke-2 dan ke-3. Angka 60 menit dibagi dengan 60 menit lalu dikali dengan 2, hasilnya adalah 2,0 untuk masing-masing jam lembur. Ketiga, dalam mencari jam lembur ke-4 adalah dengan cara sisa dari kelebihan jam kerja (0,8 menit), kemudian dibagi dengan 60 dan juga dikalikan 2, sehingga hasilnya adalah 0,03. Dilakukan pembulatan ke bawah sehingga nilai yang muncul adalah nol.

Semua proses penghitungan dilakukan pada setiap line untuk setiap tanggal kepada 7 responden yang tergambarkan di Tabel 6. Metode proporsional mengikuti ketentuan UU dan penghitungan jam lembur harus dilakukan pada setiap tanggal, bukan seperti yang dilakukan oleh manajemen pabrik.

Tabel 6. Penghitungan jam lembur dengan metode proporsional

Setelah proses penghitungan Tabel 6 selesai dilakukan, selanjutnya adalah menghitung upah lembur masing-masing klasifikasi jam lembur. Caranya sama dengan ketentuan metode penghitungan UU: Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang berlaku X (dikali) dengan 1/173. Hasil rumus ini akan menghasilkan upah per jam. Pada bagian slip gaji, manajemen pabrik telah menuliskan upah per jam yaitu sebesar Rp 11.731. Hasil penghitungan dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Upah yang diterima dengan metode penghitungan secara proporsional

Berdasarkan Tabel 7, dapat disimpulkan metode penghitungan upah lembur secara proporsional menghasilkan angka lebih besar 15% atau setara dengan Rp 38.292. Sebagai catatan, besaran angka rata-rata ini hanya dilakukan kepada 7 responden. Sementara kasus kesalahan penghitungan upah juga terjadi kepada 13 responden lain. Besar kemungkinan, kekacauan metode penghitungan ini juga terjadi untuk seluruh buruh yang bekerja di PT Sai Apparel Industries.

Model pencurian upah keempat. Para buruh dipaksa untuk melakukan cek roll  (presensi pulang kerja) dan setelah itu dipaksa untuk bekerja kembali. Berdasarkan slip gaji yang terkumpul, manajemen memanipulasi pencatatan waktu kepulangan kerja 49 responden. Rentang waktu pengamatan pada periode 2 Agustus 2022; periode 1 dan 2 September 2022;  periode 1 dan 2 Oktober 2022; periode 1 dan 2 November 2022; serta periode 1 dan 2  Desember 2022.

Data slip gaji di lima bulan periode pengamatan menunjukkan ketepatan pulang kerja, padahal di dari Januari hingga 1 Agustus 2022 terjadi jam molor dengan rentang 30 sampai dengan 60 menit. Proses pemeriksaan ulang dilakukan dengan metode kelompok diskusi terfokus (FGD). Para responden menyangkal informasi yang ditunjukkan pada slip gaji. Responden mengatakan bahwa pada Agustus-Desember 2022 terjadi molor jam kerja; sama seperti bulan-bulan sebelumnya di 2022.

Berangkat dari temuan data slip gaji, para pengurus SP Spring (Serikat Pekerja Sai Apparel Industries Grobogan) lalu melakukan pengumpulan data. Momen pengumpulan data bersamaan dengan penugasan yang diberikan oleh manajemen perusahaan kepada dua pengurus SP Spring, yakni Mala Ainun Rohman dan Erma Oktavia. Penunjukan dua orang itu merupakan tindak lanjut kasus pembayaran jam molor yang sempat viral di Tiktok dan Instagram pada 1 Februari 2023.

Dua hari kemudian, 3 Februari 2023, Pengawas Ketenagakerjaan (Satwasker) Provinsi Jawa Tengah melakukan penyelidikan ke PT Sai Apparel Industries. Di hari itu mediasi antara pihak digelar di ruang presiden direktur bernama Vikash Kumar Dugar. Turut hadir bagian HRD bernama Wiji Utomo, Chanchal Gupta sebagai manajer umum, dan Saji Sebastian sebagai manajer pabrik. Wakil buruh juga hadir, yaitu dua orang dari SP Spring dan tiga dari Kesatuan Serikat Pekerja SAI Apparel (KSPS). Sementara perwakilan dari Satwasker Jateng berjumlah empat orang.

Di forum mediasi, pihak perusahaan menunjukkan bukti (semacam) daftar nama lembur kepada pengawas. Karena daftar tidak menunjukkan adanya jam lembur, Satwasker meragu lalu bertanya ke Erna. Secara spontan Erma menjawab bahwa jam molor atau lembur itu ada, tapi tidak dibayarkan dan sudah berlangsung sejak September 2022 sampai Januari 2023 atau selama lima bulan. Saat itu Erma belum siap melengkapi pernyataannya dengan bukti. Meski begitu, tanpa memeriksa ulang, Satwasker mengambil keputusan bahwa perusahaan harus melakukan pembayaran.

Hasil mediasi kemudian mendapat sorotan media lokal dan nasional. Salah satu media lokal yang melakukan pemberitaan adalah Radar Kudus Jawa Pos edisi 15 Februari 2023. Disebutkan bahwa perusahaan akan memproses pembayaran jam lembur untuk seluruh buruh. Selang beberapa hari kemudian, pada 10 Maret, manajemen membentuk tim penghitungan upah lembur, terdiri dari empat orang, masing-masing dua dari SP Spring dan KSPS. Mereka dibebastugaskan dari kerja produksi selama dua minggu untuk pengumpulan data. (Lihat: Lampiran 3.)

Selain slip gaji, ada empat data lain yang dikumpulkan pengurus SP Spring untuk dianalisis. Pertama, data pembayaran upah yang diperoleh dari bagian payroll. Kedua, data yang diperoleh dari bagian HSC (Health, Safety, and Environment). Ketiga, data jumlah jarum patah di bagian sewing yang diperoleh dari bagian kepala mekanik. Keempat, data rekaman CCTV yang diperoleh dari petugas keamanan. Informasi dari tiap-tiap sumber dibandingkan guna mengetahui waktu pulang kerja sesungguhnya seluruh buruh.

Berdasarkan data yang ada, diperoleh informasi bahwa sepanjang September 2022-Desember 2022 sebanyak 1.745 buruh pada departemen sewing dan finishing untuk jabatan operator, serta pada sebagian jabatan supervisor, bekerja lembur (Lihat: Tabel 8). Ditemukan pula durasi jam lembur yang berbeda-beda untuk setiap bulan. Pada September rata-rata buruh lembur selama 3 jam 55 menit; Oktober 5 jam 39 menit; November 9 Jam 59 menit; dan Desember 21 jam 07 menit.

Tabel 8. Jumlah buruh dan jam lembur sepanjang bulan September 2022-Desember 2022

Adapun estimasi kerugian atas jam lembur yang tidak dibayarkan mencapai Rp409.913.571. Angkanya bisa jauh lebih besar apabila dilakukan penghitungan upah lembur sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Selain itu, angka estimasi kerugian juga bakal lebih besar jika data jam lembur pada periode 2 Agustus 2022 (mulai tanggal 15-31) tersedia.

Adanya jam lembur pada September 2022-Desember 2022 memperkuat temuan bahwa PT Sai Apparel Industries telah melakukan manipulasi waktu pulang kerja para buruh. Sekali lagi, pada dokumen slip gaji, waktu pulang para buruh tercatat sesuai dengan waktu yang semestinya atau normal.

Pada Januari 2023, data yang ada menunjukkan sebanyak 2.514 buruh melembur. Rata-rata jam lembur mereka mencapai 7 Jam 51 menit dengan waktu lembur tertinggi sepanjang 21 jam. Berdasarkan penghitungan perusahaan, total upah lembur yang harus dibayarkan mencapai Rp 119.655.226. Namun, berkaca pada metode penghitungan yang dilakukan oleh perusahaan–seperti yang dijelaskan pada model pencurian upah ketiga, total upah yang harus dibayar mungkin jauh lebih besar (sekali lagi: model penghitungan pembayaran dan klasifikasi jam lembur ala perusahaan tidak sesuai dengan metode penghitungan di UU Ketenagakerjaan).

Penghitungan estimasi kerugian juga dapat dilakukan pada rentang Maret 2022-periode 1 Agustus 2022 (mulai tanggal 1 sampai 15). Penghitungan ini berdasarkan sumber data slip gaji pada salah satu dari 49 responden. Sampel diambil dari satu responden saja karena data slip gaji yang bersangkutan cukup lengkap. Responden ini memiliki slip gaji sepanjang Maret 2022-periode 1 Agustus 2022. Dengan data yang lengkap, responden ini memiliki jumlah jam lembur paling tinggi dibandingkan 49 responden lain, totalnya 4.800 menit (80 jam/10 hari). Jika penghitungan jam lembur dilakukan sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan, upah lembur yang harus diterima sebesar Rp 2.252.352 selama 6 bulan (Maret 2022-Agustus 2022). Apabila lembur juga terjadi kepada 1.745 buruh lain, maka diperkirakan total nilai kerugian mencapai Rp 3.930.354.240.


“Loyalitas Tanpa Batas”, Sebuah Praktik Kerja Paksa

Bagian ini akan melengkapi analisis penghitungan jam molor. Selain itu, juga akan dijabarkan bagaimana proses dan mekanisme jam molor terjadi di departemen finishing.

Para buruh di PT Sai Apparel Industries bekerja selama enam hari. Senin sampai Jumat, mereka bekerja delapan jam. Waktu kerja dimulai pukul 7 pagi dan berakhir jam 3 sore. Di hari Sabtu para buruh mulai bekerja pukul 7 pagi dan selesai jam 12 siang. Ini adalah waktu kerja sesuai dengan peraturan perusahaan, namun praktiknya jauh panggang dari api.

Di bagian sewing, misalnya, para buruh diminta untuk tiba di pabrik sekitar 30 menit sebelum jam 7. Setelah itu mereka diminta untuk melakukan presensi (check roll) ketika waktu menunjukkan persis pukul 6:45, tidak boleh dilakukan lebih cepat. Singkatnya, buruh dipaksa bekerja lebih awal.

Kondisi yang sama juga terjadi ketika jam pulang. Petugas produksi, supervisor dan feeder, biasanya memaksa sebagian buruh untuk presensi pulang pada pukul 3 sore, kemudian meminta mereka bekerja kembali dua sampai tiga jam. Kelebihan waktu kerja tidak pernah tercatatkan. Semua kerja paksa ini juga dilakukan oleh pengawas produksi tanpa disertai dengan Surat Persetujuan Lembur (SPL).

Line produksi bagian sewing terdiri dari dua lantai. Total line kurang lebih 30. Setiap satu line berisi 60-an orang. Target produksi yang ditetapkan untuk setiap line antara 800 sampai 950 buah (piece) per hari. Target ini berlaku untuk model pakaian yang sama untuk setiap masing-masing line produksi. Namun target ini tidak masuk akal sebab kapasitas manusia normal hanya mampu memenuhi paling banyak 750. Kemustahilan target inilah yang membuat praktik kerja molor terus-menerus dilakukan.

Tingginya target kerja yang ditentukan oleh manajer produksi juga membuat buruh harus memotong waktu istirahat. Semula waktu istirahat kerja adalah satu jam, namun kemudian hanya bisa digunakan 30 menit, yang habis untuk makan dan salat. Budaya kerja cepat ini di internal buruh disebut dengan sebutan “ngepot”.

Dengan sistem kerja molor, line kerja tercepat bisa pulang pukul 5 sore. Sedangkan line produksi yang lambat harus pulang pukul 8 malam.

Salah seorang buruh yang pernah mencicipi kerja di bagian sewing adalah Mala, sebelum kemudian dipindahkan ke bagian cutting. Menurutnya, selama bekerja di bagian sewing, supervisor dan feeder selalu mengatakan bahwa buruh belum memenuhi target. Setiap ada perintah untuk melakukan kerja molor, manajer produksi biasanya berada di dekat pintu keluar. Menurut Mala, sikap tubuhnya seolah menantang buruh yang berani keluar untuk meninggalkan ruang produksi.

Pernah suatu hari mati listrik di pabrik. Saat itu jam menunjukan pukul tiga sore, yang artinya sudah waktunya bubar. Bukannya memulangkan para buruh, manajer produksi malah menyalakan genset agar produksi kembali berjalan. “Kembali lagi kerja!” ucap manajer, termasuk kepada sebagian buruh yang telah keluar dari ruangan.

Buruh tidak pernah tahu kapan waktu kerja mereka selesai. Suara bel atau alarm sebagai penanda akhir waktu kerja hanya terdengar samar. Itu pun hanya mampu didengar oleh buruh bagian line produksi sewing yang posisinya memang dekat dengan pintu keluar. Sisanya tidak ada yang mendengar.

Suara tanda pulang juga tidak membuat buruh berani balik kanan mengakhiri jam kerjanya. Kendati suara terdengar, mereka yang ada di ruang produksi tetap duduk. Menurut Erma, para buruh tidak ada yang berani untuk berdiri. Di ruang produksi itu para operator hanya saling memandang satu sama lain. Takut. Kalaupun ada operator yang berani meninggalkan ruang produksi tanpa izin pengawas, mereka akan berakhir dengan pemanggilan. Sebagian buruh yang diketahui pulang pada jam tiga sore lewat 15 menit saja akan dipanggil langsung keesokan harinya. Di pagi hari itu si operator akan dicecar pertanyaan dari manajer produksi, “Kenapa pulang padahal target produksi belum selesai?”

Situasi jam molor lebih brutal terjadi di bagian finishing. Waktu mulai kerja mereka berbeda dengan bagian sewing. Pada pukul 7 pagi para buruh sudah diminta untuk tiba di lokasi produksi. Manajer produksi lalu memerintahkan buruh bekerja ketika pukul 8 pagi. Perintah kerja dilakukan dengan cara berteriak dengan kalimat, “Hari ini kita tutup karton 62 ribu!” Target itu tidak masuk akal.

Oleh buruh, istilah “tutup karton” yang selalu terjadi setiap pekan (Senin, Selasa, dan Rabu) disebut dengan “jam SS”. “SS” adalah akronim dari “sampai selesai”.

Paksaan memenuhi target membuat buruh harus bekerja sampai pukul 6 malam. Selain itu, waktu istirahat yang didapat juga hanya 15 menit dan tidak diberikan makan (harus mengeluarkan uang sendiri). Di tanggal tua, sebelum gajian, ketika uang sudah sangat tipis, sebungkus nasi bahkan dimakan bersama lima sampai enam orang.

Apabila target kerja belum selesai pada pukul 6, para buruh tetap belum diperbolehkan pulang. Sebagian buruh mengatakan baru mendapat izin pulang ketika pukul 12 atau pukul 01:00 dini hari. Ada juga buruh yang baru selesai saat azan Subuh.

Kondisi kerja yang sakit ini jelas membuat buruh kelelahan. Bahkan pernah ada peristiwa seorang buruh tertidur di bawah meja ruang produksi. Pengawas mengetahui hal tersebut dan memfotonya. Apa yang kemudian dia lakukan? Bukan memperbaiki sistem kerja, besoknya si buruh yang lelah malah diberikan surat peringatan.

Para buruh bukannya selalu sabar dengan semua yang mereka alami. Ada saja yang mengekspresikan kejengahan dengan meninggalkan ruang produksi tanpa memberi tahu manajer produksi. Aksi ini jelas berisiko. Buruh tahu bahwa tindakannya akan berujung pada pemanggilan di esok hari. Mereka yang ketahuan “kabur” biasanya akan diberikan surat peringatan yang berujung pada pemutusan kontrak.

Manajer produksi tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan para buruh untuk menyelesaikan target, atau selelah apa fisik dan mental yang mereka alami. Dalam pandangan Erma, ini semua berarti para buruh dituntut memiliki “loyalitas tanpa batas” kepada perusahaan.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.


Menegur Manajemen Pabrik, dan Tiada Hasil

Mala pernah menegur supervisor lantaran jengah dengan praktik kerja molor yang terus-menerus dilakukan. Ia menjelaskan sifat kerja lembur ke bos, yaitu buruh seharusnya boleh tidak mengikuti ketentuan waktu kerja lembur jika memang tidak ada SPL. Dia juga menjelaskan bahwa lembur itu tidak boleh dipaksa. Supervisor membalas dengan mengatakan bahwa para buruh harus lembur karena belum memenuhi target.

Tidak puas dengan pernyataan supervisor, Mala kembali menyoalkan praktik kerja molor ke level lebih tinggi, manajer produksi. Manajer membalas, “Ini bukan alasan ekstra! Ini efisiensi!” Lagi-lagi argumentasi Mala tidak digubris.

Dalam pandangan Erma dan Mala, yang dimaksud dengan “efisiensi” tidak lain adalah target yang harus dipenuhi line produksi. Praktik efisiensi merujuk pada mekanisme manajemen ilmiah pabrik yang dinamakan dengan cycle time.

Mala pun pernah menegur ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu manajer pabrik. Namun situasi tidak pernah berubah. Si manajer hanya mengatakan bahwa sistem akan diperbaiki.

Kasus jam molor juga pernah masuk dalam mekanisme perundingan bipartit. Namun, menurut keterangan pengurus SP Spring, mereka tidak pernah memiliki risalahnya sebab sebanyak dua kali selalu digelar secara dadakan oleh manajemen. Pengurus serikat tidak dapat mempersiapkan risalah bahkan sekadar dokumentasi.

Selain tidak mau membayar upah lembur, manajemen juga ingkar soal hari pengganti libur. Manajemen kerap menyuruh para buruh bekerja lebih, yang waktunya dapat diakumulasi sebagai waktu libur di hari lain. Sistem ini dikenal dengan nama “penyimpanan waktu kerja”. Manajemen menyuruh para buruh untuk mencatat sendiri waktu kerja molor mereka. Di lapangan, menurut Erma, tidak ada satu pun buruh yang melakukan itu, bahkan tidak juga dilakukan oleh bagian recorder sewing yang sebenarnya bertugas untuk itu. Kenyataannya buruh juga tidak pernah bisa mengganti jam kerja mereka. Justru, ketika tidak masuk untuk libur, upah malah dipotong.


Penutup

Sebagai penutup, secara ringkas akan diulang kembali empat model pencurian upah yang dilakukan oleh PT Sai Apparel Industries, yang merupakan hasil investigasi secara partisipatif.

Pertama, praktik alpa di hari libur nasional dengan disertai pemotongan upah. Hal ini dilakukan melalui surat memo yang dibuat dengan kesepakatan oleh serikat pekerja KSPS tanpa melibatkan buruh yang tidak berserikat. Kedua, para buruh dipaksa bekerja lembur namun upah tidak dibayarkan.

Ketiga, manajemen tidak menerapkan metode penghitungan upah lembur sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Keempat, manajemen memanipulasi pencatatan waktu kepulangan kerja.

Praktik model pencurian upah di atas juga disertai ancaman, intimidasi hingga surat peringatan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan berbasis gender (Baca: ““Aku pendel (gorok) kepalamu!”: Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender di PT Sai Apparel Grobogan”).


[1]  Upah buruh per hari sebesar Rp 75.702 dan terdapat 6 hari raya atau cuti bersama–yang mana para buruh dialpakan dan upah mereka dipotong. Dengan begitu penghitungannya adalah upah perhari dikalikan dengan enam hari raya atau cuti bersama, yaitu:  Rp 75.702 x 5 hari = Rp 378.510. Hasil tersebut kemudian dikalian kepada 49 orang lain. Hasilnya adalah Rp 18.546.990 (Rp 378.510 x 49 orang = Rp 18.546.990).


Lampiran 1.  Memo Cuti Tanpa Bayar Pada Idul Fitri Mei 2023
Lampiran 2. Memo Cuti Tanpa Bayar Nata 26 Desember 2023

 

Lampiran 3. Surat Keterangan Penunjukkan Tim Penghitungan Lembur

Judul asli, “Kejahatan Kriminal Berencana PT Sai Apparel Industries Grobogan: Empat Model Pencurian Upah”. Tulisan ini merupakan bagian dari hasil investigasi. Penaklukan dan Perlawanan!: Laporan Investigatif tentang Kontrak Kerja, Kekerasan Berbasis Gender, Pencurian Upah dan Kebebasan Berserikat di PT Sai Apparel Grobogan. Yogyakarta. Tanah Air Beta. 2023.


Syaukani Ichsan, Peneliti Trade Union Rights Centre (TURC)

 

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.