Illustrasi: Illustruth
SAYA tahu Anda sekalian adalah pembaca yang sinis, tidak konstruktif, banyak mau, dan menjengkelkan. Anda-Anda ini mustahil puas dengan klarifikasi-klarifikasi RUU Cipta Kerja yang tertera di laman ini. Klarifikasi bahwa tidak ada penghapusan cuti untuk buruh yang haid? Oh, pasti kalian akan bilang isi sublaman ini silat lidah pemerintah belaka.
Klarifikasi bahwa tidak benar UMK akan dihapus? Oh, pasti kalian bilang pemerintah lagi main kata-kata saja.
Untuk membantu pemerintah yang tampaknya keteteran, malu-malu berdialog langsung dengan buruh, menggunakan situs saduran berita seadanya untuk menangkis kritik (positive thinking, my love, mungkin anggarannya sedang dipakai untuk pos lain yang lebih penting), saya akan menjadikan kolom ini tempat tanya-jawab untuk RUU Cilaka, ups, Cipta Kerja. Saya akan mendedikasikan beberapa ratus kata ke depan untuk mengklarifikasi RUU kita yang marak disalahpahami itu. Saya akan imparsial, objektif dan tidak bias seperti kawan kita jebolan Harvard itu.
Kita mulai saja dengan pertanyaan yang jadi gajah dalam ruangan.
T: Bung, katanya jam kerja di RUU Cilaka bakal makin panjang. Benarkah?
J: Apakah maksud Anda RUU Cipta Kerja akan menghapus Pasal 77 (a) dan merevisi Pasal 78 ayat 1 (b), 79 ayat 2 (b) UU Ketenagakerjaan 2003? Ehem, memang, di sana ketentuan bahwa pengusaha wajib memberikan libur dua hari seminggu kepada pekerja dihapus. Sebagai gantinya, pengusaha hanya perlu memberikan libur sehari saja. Jam lembur juga ditambah sejam per hari di draf RUU bersangkutan.
Tapi, bayangkan begini. Sejak munculnya internet, sudah berapa banyak waktu kerja yang kalian curi di tempat kerja? Kalian di kantor pastinya tak kerja sepanjang hari, toh? Pasti sewaktu-waktu kalian buka Facebook, geser-geser timeline Twitter, browsing-browsing shitpost. Di pabrik, pasti ada waktunya kalian mengobrol, ketawa-ketiwi, atau lirik-lirik gebetan. Kalian cengengesan sendiri di depan komputer? Tidak mungkin kalian sedang mengerjakan pembukuan perusahaan yang menyiksa itu. Pasti kalian lagi menggunakan internet kantor untuk menonton YouTube!
Jadi, jangan bayangkan yang dirumuskan di RUU Cipta Kerja itu memanjangkan jam kerja kalian. Pemerintah membantu Anda memenuhi kewajiban kalian yang tertunda ke pengusaha.
Pertanyaan selanjutnya!
T: Bagaimana dengan izin cuti haid cuti? Kabarnya itu dihapus.
J: Oh, tidak, tidak. Lagi-lagi itu hoaks yang diembuskan para pengangguran di medsos.
Pemerintah tak menghapus Pasal 81 UU Ketenagakerjaan 2003 yang mengizinkan pekerja tidak wajib bekerja di hari pertama dan kedua haid. Yang pemerintah hapus itu butir-butir yang mengeksplisitkan kewajiban pengusaha dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan 2003, termasuk kewajiban mereka membayar upah buruh perempuan yang tidak dapat bekerja sewaktu sakit haid.
Jadi, ada ruang berkelit buat pengusaha untuk tidak menggaji pekerja perempuan yang tidak masuk kerja karena datang bulan. Datang bulan, kan, tidak saklek didefinisikan di RUU Cipta Kerja sebagai “waktu istirahat” atau “halangan”.
Pekerja berkelit dari kewajiban kerja mereka dengan bikin surat dokter palsu setiap saat. Kasihanilah bos-bos itu. Masak pengusaha tidak dikasih ruang berkelit sedikit?
T: Ya, pengusaha, kan, sudah banyak ruang berkelit, Bung. Cuti haid sudah dieksplisitkan di UU saja masih banyak yang ngelestidak memberikan ke pekerjanya yang membutuhkan.
J: Hush, nggak relevan. Pertanyaan selanjutnya.
T: Benarkah pekerja nantinya bisa dikontrak seumur hidup?
J: Memang, memang, RUU Cipta Kerja menghapus Pasal 59 UU Ketenagakerjaan 2003 yang menentukan lamanya pekerja dapat diikat dalam perjanjian kerja waktu tertentu.
Tapi, sudahkah Anda membuka laman ini dan membaca pernyataan bernas Menteri Ketenagakerjaan kita? Kalau pengusaha sudah menemukan pekerja yang berkualitas, kinerjanya baik, loyal, mau melompat ke api demi sang bos, mereka pasti diangkat sebagai pekerja tetap.
Nah, kapan pengusaha bisa dapat pekerja yang seperti itu? Seperti jodoh, pengusaha tidak akan tahu kapan dapatnya. Jodoh saja cuma Tuhan yang mengatur, untuk apa jodoh pengusaha perlu diatur di UU? Memangnya Sugar Daddy dan Sugar Mama itu perlu dilembagakan dan dibikin terang-terangan pakai UU gitu? Bikin susah orang saja.
Jangan lupa juga, kata Menaker, pengusaha perlu berinovasi dalam mengembangkan pekerjaan-pekerjaan baru. Mengapa Anda tak biarkan saja pengusaha mencetuskan pekerjaan yang tak mensyaratkan mereka menanggung jaminan kesehatan, kesejahteraan, kewarasan, atau keselamatan pekerjanya supaya, lagi-lagi, lebih banyak rakyat yang bisa dipekerjakan?
Percayalah, pekerja ada di dada Menaker kita, meskipun pengusaha lebih dekat di hatinya.
T: Upah minimum kota/kabupaten (UMK) mau dihapus ya?
J: Oh, tenang saja. Pekerja pokoknya selalu ada di dada pemerintah. Coba baca deh Pasal 88 ayat 1 RUU Cipta Kerja, “Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Tuh!
T: Coba jawab pertanyaan barusan dengan gamblang, Bung. Jangan ngeles dengan pernyataan yang berpotensi multitafsir.
J: Oke, oke. Sebagaimana dirumuskan dalam RUU Cipta Kerja Pasal 88C, pekerja akan dilindungi dengan upah minimum yakni upah minimum provinsi (UMP). Gubernur yang akan menetapkannya berdasarkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Pemerintah bahkan bikin formula canggih perhitungannya yang tidak ada di UU Ketenagakerjaan pendahulu: UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt).
T: UMP kan sudah ada dari dulu, Bung. Dan jumlahnya biasanya jauh lebih kecil dari UMK…
J: Ya, pokoknya jumlahnya nggak akan lebih kecil dari UMP tahun sebelumnya. Pemerintah sadar kok dengan kebutuhan kalian yang naik dari tahun ke tahun. Pemerintah tidak mau saja memaksa pengusaha mengongkosi kalian ganti HP tiap tahun. Buat apa coba? Supaya main Mobile Legend-nya lebih ngacir? Nggak produktif!
Next question!
T: Oke. Pasal 88 ayat 4 UU Ketenagakerjaan 2003 yang bilang perhitungan upah minimum mempertimbangkan “kebutuhan hidup layak,” “produktivitas” dan “pertumbuhan ekonomi” dihapus di RUU Cilaka. Artinya, “kebutuhan hidup layak”-nya buruh sekarang tidak dipertimbangkan dalam penentuan upah dong?
J: Kan sudah saya singgung, sekarang pemerintah punya formula canggih buat menghitung upah minimum. Saya bacakan lagi, ya: UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt). Kamu mungkin nggak bisa baca formula ini karena saking kompleksnya. Tapi, jangan khawatir. Saya jamin, kebutuhan hidup layak pekerja pasti terakomodasi dalam formula itu.
T: Tapi, saya bisa baca formulanya, Bung. Upah minimum tahun selanjutnya sama dengan upah minimum tahun ini ditambah…
J: Lho, tunggu dulu. Saya punya formula lain yang lebih detail.
Next!
T: Bung, Amdal kok dibuat jadi nggak relevan begini ya di RUU Cilaka?
J: Salah! Kamu itu bacanya hoaks terus, sih! Baca perubahan Pasal 23 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2009 di RUU Cipta Kerja. Amdal masih ada. Dia diwajibkan buat kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya. Lihat, kan. Pemerintah terus berkomitmen untuk lingkungan hidup!
T: Iya, Bung. Tapi sebelum RUU Cilaka, kriteria usaha wajib punya Amdal didefinisikan secara ketat. Kriterianya tidak sekadar “berdampak penting terhadap lingkungan hidup”.
J: Kamu itu mengapa sebegitunya tidak percaya terhadap pemerintah kita? Percaya deh, pemerintahan itu isinya ahli-ahli paling cerdas, pejabat-pejabat yang bijak dan bajik. Mereka bisa menentukan mana yang baik dan buruk buat rakyat. Jangan dibatasi dengan aturan-aturan yang ketat-ketat amat lah!
T: Oke. Kalau saya disuruh percaya dengan pemerintah, kok ada satu bagian di RUU Cilaka yang bilang PP bisa ubah UU? Perasaan pelajaran Tata Negara SMA pun sudah mengajarkan kalau hal itu tidak mungkin.
J:
Sudah dibilang itu salah ketik! Masih ngotot saja! Meski bagus juga sih kalau
lolos karena nanti presiden bisa mempercepat dan menyingkirkan semua rintangan
pembangunan. Ini, kan, demi
Pelita, Repelita, dan Era Tinggal Kandas Landas.
T: Itu juga ya mengapa penyusunan RUU ini cuma melibatkan segelintir pihak dan drafnya tak dibagikan lewat kanal resmi pemerintahan? Supaya proses pengesahannya cepat dan tidak menghalangi laju pembangunan?
J: Benar! Tuh kamu pintar!
T: Jadi, apa kesimpulan tanya jawab kita ini, Bung?
J: Intinya, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan tentang RUU Celaka, eh Cilaka, eh, Cipta Kerja. Tak mungkin pemerintah ingin “mencilakakan” rakyatnya sendiri bukan? Periksa data, penjelasan pemerintah dan baca draf dengan saksama sebelum sembarangan berkomentar seperti para SJW itu.
Investor akan berinvestasi untuk terciptanya pekerjaan Anda. Kini, biarkan mereka juga berinvestasi di hati Anda. Supaya Anda tidak bias dan intoleran terhadap orang kaya.***
Geger Riyanto, Mahasiswa Ph.D. Institut Antropologi Universitas Heidelberg