Edisi LKIP15
Daftar Isi Edisi LKIP 15: Mundo Nuevo: Jejak CCF di Amerika Latin (Ronny Agustinus) Masih Muda Aja, Main Netral (Wawancara dengan Herry Sutresna) Pidato Soekarno di Kongres
Daftar Isi Edisi LKIP 15: Mundo Nuevo: Jejak CCF di Amerika Latin (Ronny Agustinus) Masih Muda Aja, Main Netral (Wawancara dengan Herry Sutresna) Pidato Soekarno di Kongres
Pesta pemilu 2014 sudah tiba. Kita saksikan, para calon legislatif dan calon presiden, serta partai politik sudah jauh-jauh hari sebelumnya berkampanye, menyosialisasikan program-programnya. Program-program itu
Tawaran Menyinergiskan Teori dan Praktik Gerakan Pengantar DI AKHIR pemerintahan otoriter Soeharto, gerakan rakyat mulai tumbuh dengan subur meskipun dihadapkan pada tindakan represi yang sadis.
MAX Lane meramalkan bahwa, seperti pada pemilu 2009 lalu, pemilu legislatif 2014 juga kembali akan dimenangkan Golongan Putih. Ini memang bukan ramalan yang mengejutkan. Tetapi akan tetap mengherankan jika kita melihat beberapa kemungkinan statistik bahwa, meskipun kemenangan golput kali ini akan jauh lebih mutlak, namun fakta itu tetap tidak akan mengubah keadaan. Kemenangan golput tetap bukan sebuah kemenangan politik. Itu karena golongan ini masih akan merupakan ‘passive-abstentious-voters,’ pemilih pasif yang tak-hadir, atau yang keberadaannya tak punya signifikansi politik. Demokrasi kita masih akan tetap dikendalikan partai-partai elitis.
Adakah bahasa yang terpadu untuk semua cabang kesenian? Inilah pertanyaan kita kali ini. Faktanya, setiap cabang seni memiliki bahasa sendiri. Seni rupa memiliki bahasa rupa, seni musik memiliki bahasa nada dan ritme, demikian pula seni sastra, pertunjukan dan film memiliki bahasanya sendiri-sendiri. Sekilas seperti tak ada bahasa yang cukup seragam untuk menerjemahkan ekspresi estetik dari satu cabang kesenian ke ekspresi estetik cabang yang lain. Proses penerjemahan antar cabang seni itu, kalaupun mungkin dilakukan, lazimnya diwujudkan lewat penafsiran arbitrer seperti puisi yang ditafsirkan menjadi musik, lukisan yang ditafsirkan menjadi puisi, dan sebagainya. Penafsiran ini dikatakan arbitrer sebab baik semantik (makna) maupun sintaksis (struktur linguistik) seni itu berubah ketika diterjemahkan. Karenanya, kita dapat bertanya: adakah cara penerjemahan antar cabang seni yang lebih kurang arbitrer dibanding cara-cara tradisional?
BEBERAPA waktu lalu, tiba-tiba kita menyaksikan peristiwa tolol dan memuakkan: pelarangan acara diskusi buku Tan Malaka, karya sejarawan Harry A. Poeze. Pelaku pelarangan ini adalah
Tanggapan untuk Amin Mudzakkir SAYA mengapresiasi tulisan Amin Mudzakkir yang mencoba mulai menanggapi kecenderungan artikulasi beberapa kelompok feminis yang lebih banyak melayani kepentingan neoliberalisme, dengan
Judul buku: Marx on Gender and The Family, A Critical Study Penulis: Heather A. Brown Penerbit: Brill, Leiden-Boston, 2012 Tebal: 229 halaman termasuk index “I
POGROM ’65 bukan hanya sekedar menghancurkan gerakan massa yang kuat, lebih dari itu adalah dihancurkannya karakter kebangsaan yang penuh dengan harga diri. Suatu karakter kebangsaan
Judul Buku: The Problem with Work :Feminism, Marxism, Antiwork Politics, and Postwork Imaginaries Penulis: Kathi Weeks Penerbit: Duke University Press, 2011 Tebal: 287 halaman ‘Alangkah
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.