PEMERINTAHAN baru Jokowi-JK sudah berencana menaikkan harga BBM. Waktu kenaikannya memang belum pasti. Pada awalnya, kenaikan harga BBM direncanakan akan dilakukan pada 1 November 2014. Namun, Menko Perekonomian Sofyan Djalil menyiratkan bahwa kenaikan BBM tidak akan dilakukan pada 1 November 2014. Meski demikian, Djalil menyatakan bahwa harga BBM tetap akan naik sebelum Januari 2015.
Pertanyaannya, apa kira-kira dampak kenaikan harga BBM nanti terhadap kaum buruh? Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kita bisa memperkirakan setidaknya dua dampak kenaikan harga BBM terhadap buruh. Pertama, karena BBM cukup banyak dipakai di sektor transportasi, maka ongkos transportasi buruh, baik yang menggunakan angkutan umum maupun kendaraan pribadi (motor) akan naik.
Selama ini, di tiap momen kenaikan harga BBM, pemerintah suka menggembar-gemborkan bahwa pengguna BBM seolah-olah hanya kelas menengah atas pemilik mobil pribadi. Wacana ini menyesatkan, karena di Indonesia, pengguna sepeda motor itu jauh lebih banyak daripada pengguna mobil pribadi. Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah mobil penumpang di Indonesia itu ada sekitar 10,4 juta, sementara jumlah sepeda motor mencapai sekitar 76,4 juta. Adapun jumlah bis itu sekitar 2,3 juta dan jumlah truk sekitar 5,3 juta. Proporsi masing-masing jenis kendaraan di tahun 2012 bisa dilihat dalam grafik berikut:
Sumber: BPS, “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2012,” http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab=12.
Berdasarkan data di atas, kita bisa lihat bahwa pengguna sepeda motor jumlahnya jauh lebih banyak daripada pengguna mobil pribadi. Dan dapat kita asumsikan bahwa sebagian besar pengguna motor ini adalah rakyat pekerja atau rakyat miskin. Begitu pula, motor biasanya digunakan untuk transportasi dalam bekerja dan kegiatan reproduktif sehari-hari, seperti mengantar anak sekolah, belanja kebutuhan hidup di pasar, dan lain-lain.
Di kota-kota besar yang tingkat kemacetannya parah, motor menjadi kendaraan favorit karena efisien untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari (bisa nyelap-nyelip menerobos macet). Artinya, sebagian besar orang yang menggunakan motor menggunakannya untuk kegiatan produktif dan re-produktif, bukan untuk hura-hura. Jadi, pernyataan pemerintah bahwa BBM sekarang digunakan untuk kegiatan yang konsumtif, bukan produktif, juga tidak tepat.
Dampak kedua dari kenaikan harga BBM adalah naiknya harga barang-barang lain secara umum atau inflasi. Kita bisa lihat ini dari pengalaman sebelumnya. Saat kenaikan BBM pada Mei 2008, misalnya, inflasi bulanan meningkat dari 0,57 di bulan April menjadi 1,41 di bulan Mei, lalu naik lagi menjadi 2,46 di bulan Juni, baru turun lagi 1,37 di bulan Juli dan kembali di bawah angka 1 pada bulan Agustus 2008.
Begitu pula, saat kenaikan BBM pada Juni 2013, inflasi bulanan meningkat dari -0,03 di bulan Mei menjadi 1,03 di bulan Juni, kemudian naik lagi menjadi 3,29 di bulan Juli, lalu turun menjadi 1,12 d bulan Agustus dan baru kembali di bawah angka 1 pada bulan September 2013. Selama tahun 2008-2013, inflasi tahunan terlihat meningkat cukup tinggi menjadi 11,06 di tahun 2008 dan 8,38 di tahun 2013. Sementara, di tahun-tahun lain, angka inflasi berada di bawah angka 7.
Sumber: BPS, Data Inflasi dan IHK (Dinamis), http://bps.go.id/aboutus.php?inflasi=1.
Kenaikan ongkos transportasi dan harga barang secara umum ini tentu menyulitkan kaum buruh. Upah yang sudah diperjuangkan untuk naik, misalnya, menjadi tidak berpengaruh banyak, karena nilainya turun kembali akibat naiknya ongkos transportasi dan harga barang-barang secara umum. Oleh sebab itu, kita perlu menolak rencana kenaikan harga BBM, karena lebih banyak mudharatnya untuk kaum buruh.***
Penulis aktif di DPP Konfederasi Serikat Nasional. Ikuti Konfederasi Serikat Nasional (KSN) di Twitter, @KSN_id