Allan Nairn: Prabowo Adalah Pejabat Yang Menerima Pelatihan Paling Intensif Dari Amerika

Print Friendly, PDF & Email

MANTAN orang kuat dalam militer kini mencalonkan diri menjadi presiden Indonesia. Prabowo Subianto, jendral yang pernah dilatih Amerika Serikat, menjadi tersangka berbagai tuduhan pelanggaran HAM di tahun 1990an, ketika ia menjadi pemimpin pasukan khusus Indonesia. Ia dipecat dari tentara pada 1998 atas tuduhan penculikan dan penyiksaan sejumlah aktivis selama kerusuhan politik di Jakarta yang berujung pada jatuhnya kediktatoran Soeharto. Kami mengunjungi Indonesia untuk berbincang dengan Allan Nairn, seorang jurnalis merangkap aktivis, yang berada di sana untuk menyibak peran mantan jenderal tersebut dalam pembunuhan massal warga sipil. Dalam sebuah artikel yang menggemparkan negeri dan mengundang berbagai ancaman pembunuhan, Nairn mengutip sebuah wawancara yang ia lakukan dengan Prabowo yang mengatakan, ‘Kau tidak melakukan pembunuhan massal di depan pers dunia […] Indonesia belum siap dengan demokrasi.’ Menurutnya, Indonesia membutuhkan ‘sebuah rezim otoriter yang jinak,’ lalu menambahkan, ‘Apakah saya punya nyali? Apakah saya siap dibilang sebagai diktator fasis?’ Pernyataan ini selaras dengan munculnya video musik dukungan untuk Prabowo yang menampilkan Ahmad Dhani dalam balutan seragam yang mirip dengan seragam tentara Nazi.

Berikut petikan wawancaranya.

 

JUAN GONZÁLEZ: Kita lihat Indonesia: survey-survey menunjukkan dukungan untuk bekas orang kuat militer semakin membengkak. Prabowo Subijanto, bekas perwira didikan Amerika Serikat, menjadi tersangka berbagai tuduhan pelanggaran HAM di tahun 1990an, ketika ia menjadi pemimpin pasukan khusus Indonesia. Ia dipecat dari tentara pada 1998 atas tuduhan penculikan dan penyiksaan sejumlah aktivis selama kerusuhan politik di Jakarta yang berujung pada jatuhnya kediktatoran Soeharto.

AMY GOODMAN: Awal bulan ini, dalam debat kandidat presidensial, Prabowo berulangkali ditanya mengenai keterlibatannya dalam kekejaman yang terjadi di Timor Timur, waktu daerah tersebut masih jadi bagian dari Indonesia. Prabowo menyangkal tuduhan itu dan bersikeras hanya melakukan tugas untuk melindungi negara. Tapi Kamis kemarin, ia menghadapi tuduhan baru yang berhubungan dengan tindakan criminal, setelah mantan atasannya membuka temuan-temuan dalam sidang militer yang berujung pada pemecatannya hampir 16 tahun lalu.

JUAN GONZÁLEZ: Kamis lalu, pihak Prabowo mengancam akan menangkap Allan Naim, seorang jurnalis Amerika, karena telah mengungkapkan peran sang jendral dalam berbagai pelanggaran HAM. Dalam artikelnya , Naim mengutip sebuah wawancara pada tahun 2001 dengan Prabowo yang berkata, “Anda tidak melakukan pembantaian di depan pers dunia.” Prabowo juga berkata, “Indonesia belum siap memasuki demokrasi” dan membutuhkan “rezim otoritarian lunak,” kemudian menambahkan, “Apakah saya punya nyali? Apakah saya siap menjadi diktator fasis?”

AMY GOODMAN: Pernyataan ini selaras dengan munculnya video musik dukungan untuk Prabowo yang menampilkan seragam yang mirip dengan seragam tentara Nazi. Lagu tersebut berjudul ‘Indonesia Bangkit,’ dengan menampilkan musisi Ahmad Dhani dalam balutan seragam tentara, lengkap dengan lencana yang persis dengan yang digunakan oleh Heinrich Himmler, Komandan SS. Tim Prabowo tentu membela video tersebut, namun juga menyerukan untuk menghapusnya. Prabowo hanya punya satu saingan dalam perlombaan ini, Joko Widodo, gubernur Ibu Kota Jakarta. Pemilu akan dilaksanakan pada 9 Juli nanti

Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, kami menuju Indonesia. Allan Nairn, seorang jurnalis sekaligus aktivis, akan bergabung bersama kita melalui video streaming Democracy Now! Allan Nairn sudah menjadi jurnalis untuk Indonesia selama bertahun-tahun. Ia pernah membongkar pembunuhan warga sipil oleh pemerintah Indonesia.

Allan, selamat datang di Democracy Now! Menurut Anda, apa yang sedang terjadi di Indonesia saat ini dan bagaimana tanggapan atas artikel yang baru Anda unggah di blog AllanNairn.org milik Anda?

ALLAN NAIRN: Begini, Jendral Prabowo, yang terseret kasus pembunuhan massal dan anak didik Amerika Serikat—ia adalah pejabat yang menerima pelatihan paling intensif dari Amerika—sudah hampir mendapatkan tampuk kekuasaan tertinggi di Indonesia. Banyak orang menilai kesempatannya adalah 50-50 untuk menang dalam Pemilu Presiden. Ia mungkin jadi presiden Indonesia.

Setelah tulisan saya diunggah, terjadi keributan dalam pers Indonesia. Tentara menyatakan bahwa saya adalah target operasi. Salah satu juru bicara Prabowo bilang bahwa saya adalah musuh negara. Ya, kita tahu sendiri, tanggapan semacam ini sudah biasa terjadi.

Tadi Juan membacakan kutipan dari wawancara Prabowo dengan saya. Saya mau menambahkan komentar Prabowo ketika ia bicara tentang pembantaian Santa Cruz—kami, Saya dan Amy, beruntung bisa keluar dengan selamat dari peristiwa tersebut. Ia bilang, ‘Anda tidak melakukan pembantaian massal di depan pers dunia. Mungkin ada komandan-komandan yang melakukannya di desa-desa yang tidak diketahui banyak orang, tapi tidak di ibu kota!’ Jadi menurut Prabowo, tak ada masalah dengan pembantaian warga sipil, selama dilakukan di tempat yang tidak akan diketahui orang.

Dan faktanya, tahun 1983, terjadi pembantaian di desa Kraras, sebuah desa terpencil di pegunungan Timor Timur. Tim pencari fakta PBB untuk Timor Timur, memuat kesaksian tentang keterlibatan Prabowo dalam laporan mereka.

Prabowo melakukan pembantaian itu setelah ia dibawa ke Amerika, dibawa ke Fort Bragg dan, tentunya, dilatih mengenai penggunaan pasukan khusus. Di Papua Barat, mereka menyamar menjadi regu Palang Merah Internasional lalu menembaki warga sipil. Setelah pembantaian Kraras dan setelah pasukannya melakukan berbagai pembantaian yang serupa, Amerika terus memberinya pelatihan-pelatihan, dan ia dikenal sebagai, menurut Prabowo sendiri, “the americans’ fair-haired boy.”

 

prabowo2Ilustrasi oleh Alit Ambara

 

JUAN GONZÁLEZ: Allan, bagaimana kau bisa mewawancarai Prabowo pada mulanya, dan kenapa ia setuju melakukan wawancara itu? Seperti apa keadaannya waktu itu?

ALLAN NAIRN: Saya mewawancarainya karena saya sedang melakukan penyelidikan mengenai pembunuhan-pembunuhan yang banyak terjadi. Itu tahun 2001. Dan saya berharap—ketika itu Prabowo kehilangan kekuasaan; ia kalah dalam perebutan kekuasaan di tubuh TNI. Saya berharap ia mungkin mau membocorkan beberapa detil tentang pembunuhan-pembunuhan yang sedang saya cari. Saya juga menawarkan akan menyamarkan identitasnya.

Saya tidak tahu pasti kenapa Prabowo mau duduk dengan saya. Kami saling berseberangan. Saya pernah menyerukan secara publik untuk mengadili dan memenjara Prabowo untuk pembunuhan warga sipil. Anda tahu, saya terlibat dengan memimpin kampanye penolakan akar rumput terhadap bantuan militer AS setelah pembantaian Timor Timur. Saya tidak tahu apa alasannya, tapi tampaknya ia senang duduk bersama lawan yang mengetahui atau akrab dengan hasil kerjanya.

Saya menawarkan penyamaran identitas secara off-the-record. Namun nyatanya ia tidak memberi saya apapun tentang pembunuhan yang saya selidiki. Tapi akhirnya kami tetap berbincang lebih dari empat jam—atau hampir empat jam. Dan ia membuat berbagai pernyataan politik yang, menurut saya waktu itu, tidak relevan, karena ia sudah tidak punya kekuasaan lagi. Tapi sekarang, setelah ia punya kesempatan besar untuk menjadi presiden Indonesia—rakyat Indonesia sendiri yang akan menentukan hal itu tanggal 9 Juli nanti—saya merasa saya punya kewajiban untuk membuka informasi-informasi yang saya miliki supaya rakyat Indonesia bisa membuat pilihan yang lebih baik. Keputusan ini bukan hal yang sepele, karena janji off-the-record adalah janji yang serius. Namun saya merasa bahwa mudharat menyimpan informasi ini lebih besar ketimbang mudharat dari melanggar janji itu.

Dan saya masih punya lebih banyak lagi. Saya sedang mengerjakan sebuah tulisan mengenai kerja-kerja Prabowo bersama Amerika Serikat.

AMY GOODMAN: Allan, ketika kita berhasil selamat dari pembantaian tahun 1991, lebih dari 271 warga Timor terbunuh. Ini terjadi ketika militer, dipersenjatai AS dengna M-16, menembaki warga Timor. Ketika rakyat Timor akhirnya memilih untuk merdeka pada tahun 1999, Anda pergi ke Timor Timur, dan Anda ditahan oleh militer Indonesia. Dalam pembantaian tersebut, tentara Indonesia membuat tulang tengkorak Anda retak. Sekarang, dalam laporan yang baru saja keluar, saya mau membacakan salah satu pesan yang dikeluarkan oleh TNI lewat Twitter. Bunyinya, ‘Allan Nairn, seorang jurnalis asing, menjadi TO (target operasi) TNI.’ Terdapat satu pesan dari akun lain yang berbunyi, ‘Hati-hati jangan sampai diculik, Om.’ Apakah ancaman-ancaman ini nyata? Kenapa Anda memutuskan untuk mengungkapkan hal ini sekarang? Dan apakah Prabowo masih punya kekuasaan di TNI?

ALLAN NAIRN: Tidak, dia tidak punya kekuatan apapun di TNI, meski mayoritas militer dan purnawirawan ikut mendukung pencalonannya. Ancaman-ancaman macam ini sudah biasa dilakukan angkatan bersenjata Indonesia dan orang-orang lain yang mereka sponsori. Beberapa tahun lalu, Kopassus, pasukan khusus didikan Amerika yang dipimpin Prabowo, mereka punya pedoman internal. Pedoman itu mencantumkan metode-metode yang mereka sebut sebagai taktik dan teknik teror. Kata ‘teror’ sudah diserap jadi bahasa Indonesia. ‘Teror’ diartikan sebagai mengirim ancaman pembunuhan pada orang-orang. Itu sudah lazim buat mereka. Siapapun yang menentang pembunuhan oleh tentara sering mendapat ancaman seperti itu.

Tapi tentu saja, mereka tidak akan melakukan apapun pada saya. Tapi bertahun-tahun rakyat Indonesia dan rakyat di Papua, Aceh dan Timor, yang menjadi target operasi tentara, disiksa dan dibunuh. Ada satu masalah: jika Prabowo menjadi presiden, apakah hal-hal semacam ini akan meningkat? Hari ini di Papua Barat, pasukan Indonesia masih menggunakan taktik yang sama. Beberapa tahun lalu, saya membocorkan nama-nama aktivis Papua Barat yang masuk daftar internal Kopassus, termasuk pemuka-pemuka agama, akademisi, dan pemimpin warga lokal; orang-orang ini yang terancam keselamatannya.

JUAN GONZÁLEZ: Allan, apa pendapat Anda mengenai kandidat yang menjadi lawan Prabowo? Apakah Anda terkejut ia mendapat begitu banyak dukungan? Dan juga, apa akibatnya pada Indonesia, yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim, dari pergerakan ekstrimis muslim dunia?

ALLAN NAIRN: Ini pertarungan dua kandidat: Prabowo lawan Jokowi, gubernur Jakarta. Jokowi terkenal sebagai gubernur karena ia benar-benar keluar dan mau bertemu warga miskin. Ia turun ke jalan dan bicara dengan rakyat, lalu menjadi sensasi politik instan. Namun demikian, Jokowi juga dikelilingi para pembunuh—jendral-jendral semacam Wiranto dan Hendropriyono. Wiranto memimpin pembantaian di Timor pada tahun 1999. Orang-orang Hendropriyono terlibat dalam—atau berada di balik—pembunuhan Munir, seorang aktivis HAM. Mereka adalah figur-figur yang mendukung Jokowi, meskipun Jokowi sendiri adalah figur yang sama sekali tidak sepadan dengan mereka. Jadi, pada satu sisi, Anda punya Jokowi yang di dukung oleh pembunuh, dan di sisi lain, Anda punya Prabowo, pembunuh itu sendiri.

Kalau kita bicara kenapa pendukungnya terus meningkat, pertama, selama bertahun-tahun, bicara soal keterlibatan tentara sudah menjadi tabu dalam pers Indonesia, publik dibutakan selama bertahun-tahun. Kedua, uang. Ada banyak uang di balik Prabowo. Stasiun-stasiun TV yang dimiliki para oligarki, yang secara langsung mengontrol konten politik, yang bisa berbuat lebih banal ketimbang para pemilik yang ada di AS.

Lalu, dalam kampanye-kampanyenya, Prabowo adalah orator yang kuat dan menampilkan diri sebagai dua hal: pertama, sebagai pengayom rakyat miskin, dan kedua, orang yang akan memerangi Amerika, orang yang tak akan tunduk pada Amerika. Dua hal tersebut adalah posisi yang sangat populer di Indonesia. Alasannya masuk akal: Indonesia telah dieksploitasi Amerika selama berpuluh tahun dan semua orang tahu itu. Dan, tentu saja, rakyat miskin adalah yang paling terkena imbasnya. Di Indonesia—seperti di banyak negara lain, namun sangat mendesak di Indonesia—rakyat miskin adalah mayoritas.

Masalahnya, Prabowo adalah orang yang mustahil memenuhi klaim-klaim ini. Ia sendiri adalah agen utama AS dalam angkatan bersenjata Indonesia. Ia adalah kaki tangan Washington. Seperti dia bilang, ’bocah berambut pirang punya Washington.’ Ia bukan orang yang akan memerangi Amerika; ia adalah orangnya Amerika.

Kedua, kalau kita bicara soal miskin kaya, kampanye Prabowo didanai oleh adiknya, Hasyim, seorang bilyuner, salah satu orang terkaya di Indonesia. Ia punya hubungan erat dengan korporasi multinasional yang, sebagaimana dinyatakan dengan tepat oleh Prabowo, mengeksploitasi negara ini. Prabowo sendiri adalah pengusaha yang punya hubungan dengan jaringan multinasional. Ketika Kopassus—ketika ia memimpin Kopassus di Papua Barat, mereka, Kopassus, mendapat bayaran dari Freeport-McMoRan, raksasa pertambangan Amerika yang telah merusak lingkungan hidup Papua Barat serta merampok sumber daya Indonesia.

Tim Prabowo menanggapi artikel saya dengan sebuah serangan balik: mereka bilang bahwa saya adalah bagian dari sebuah konspirasi pemerintah dan pengusaha Amerika. Jadi saya bilang hari ini—atau kemarin—bahwa saya, selama 40 tahun, menjadi musuh bebuyutan pemerintah dan korporasi Amerika. Tapi kalau Jendral Prabowo mau bilang begitu, saya punya beberapa tantangan buat dia. Pertama, saya tantang Prabowo bergabung dengan saya untuk menuntut semua presiden Amerika yang masih hidup untuk diadili dan dipenjara karena peran mereka dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembunuhan massal warga sipil dari Amerika Tengah hingga, beberapa tahun belakangan, Irak dan Afganistan. Saya menantang Prabowo menuntut hal itu. Kedua, saya tantang jenderal itu bergabung dengan saya untuk menuntut Freeport-McMoRan keluar dari Indonesia. Tantangan-tantangan itu mendapat liputan yang luas oleh pers Indonesia, dan banyak dibicarakan selama 24 jam terakhir. Tapi sejauh kita tahu, ia belum merespon sama sekali.

AMY GOODMAN: Terakhir, Allan, sebelum kita tutup; dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal akhir pekan lalu, duta besar AS di Indonesia, Robert Blake, bilang bahwa Indonesia harus melihat keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM di tahun 1990an, ketika ia menjadi jenderal pasukan khusus. Duta besar Blake bilang, ‘Kita tidak mendukung salah satu kandidat. Namun kami menganggap pelanggaran HAM sebagai hal yang serius, dan memendesak pemerintah Indonesia untuk menyelidikinya dengan seksama.’ Saya jadi penasaran dengan tanggapan Anda, dengan mempertimbangkan peran AS di Indonesia, serta apa maksud duta besar tersebut?

ALLAN NAIRN: Ya, saya pikir AS bilang begitu karena kemenangan Prabowo akan mempermalukan AS. Dengan Prabowo sebagai presiden, latar belakang Prabowo akan terus digali dan cepat atau lambat orang-orang akan melihat darah di tangan AS, karena AS adalah sponsor Prabowo (dalam pembunuhan-pembunuhan di tahun 1990an – penerj). Tapi rasa malu itu tak seberapa. Kalau Prabowo menang, AS akan menyambutnya dengan tangan terbuka. Keadaannya akan jadi seperti dulu. Tapi saat ini mereka masih malu-malu. Setiap pejabat AS menyerukan penyelidikan atas pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang ia persenjatai, ia latih, ia danai dan dukung secara politik, imajinasi kita ditantang. Tentu, Prabowo harus diadili dan dihukum atas perannya dalam pembunuhan rakyat sipil, tapi kalau hal itu dilakukan, pejabat-pejabat AS yang ada di belakangnya juga harus diadili dan dihukum. Ini menunjukkan betapa AS penuh dengan orang hipokrit.

AMY GOODMAN: Terakhir, Allan, kubu Prabowo bilang bahwa militer akan menangkap Anda kalau Anda kembali ke Indonesia. Anda bilang Anda sedang berada di Indonesia. Apa yang Anda lakukan untuk melindungi diri?

ALLAN NAIRN: Saya pikir mereka tidak akan berani macam-macam. Tapi ya, saya di sini; mereka bisa menangkap saya kalau mau. Saya juga bilang pada jenderal Prabowo—pendukungnya marah dengan artikel saya, menyangkalnya, membuat segala macam pernyataan—bahwa jika ia mau menyangkal, ia harus menghadapi saya dalam persidangan. Ia harus menuntut saya karena telah mencemarkan nama baiknya, dan kami bisa berhadap-hadapan di ruang pengadilan. Di pengadilan, di bawah sumpah, saya bisa bicara tentang peran Prabowo dalam pembunuhan rakyat sipil. Saya bisa bicara tentang peran AS sebagai pendukung Prabowo. Saya juga mempersilahkan sang jenderal untuk menyanggupi tantangan itu, tapi dia belum melakukannya.

AMY GOODMAN: Allan Nairn, terimakasih telah bergabung dengan kami. Jaga diri Anda. Silakan baca artikel Allan Nairm di AllanNairn.org.***

 

Penerjemah, Yonvantra Arief.

 

Wawancara ini sebelumnya telah dimuat di DemoncracyNow. Dimuat ulang di sini untuk tujuan Pendidikan.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.