Kapital dan Ketimpangan di Abad 21

Print Friendly, PDF & Email

piketty_0Judul Buku: Capital in the 21st Century
Penulis: Thomas Piketty
Penerjemah: Arthur Goldhammer
Terbitan: The Belknap Press of Harvard University Press
Tahun: 2014

OK, saya tidak akan berbasa-basi mengenai kesan awal saya terhadap buku Thomas Piketty ini, yang dianggap banyak kalangan sebagai karya ekonomi yang fenomenal. Sebagai upaya penelusuran sejarah ekonomi dan bagaimana melakukan teoritisasi atasnya, buku ini sangat buruk, bahkan sampai mata saya sakit ketika membacanya. Pada halaman-halaman awal ketika mendiskusikan sejarah pemikiran ekonomi, misalnya, Piketty banyak memberikan pembacaan karikatural mengenai tradisi ekonomi politik klasik. Wa bil khusus mengenai Marx, komentar Piketty agak serupa seperti kalangan ahli yang belum pernah sama sekali membaca Marx tapi begitu bernafsu untuk mengritiknya hanya karena ‘dosa asal’ Marx sebagai seorang ekonom yang memiliki orientasi politik yang banyak dibenci, yakni komunisme. Contohnya dapat dilihat pada bagaimana Piketty mengritik Marx yang mengabaikan sama sekali kemungkinan kemajuan teknologi yang terus menerus dan selalu meningkatkan produktivitas (hal. 10). Bit*h please! Ini adalah pembacaan bodoh seperti banyak ekonom kardus Indonesia ketika membaca Marx. Lihat dong Capital jilid 1 bab 15 mengenai Permesinan dan Industri Modern (Machinery and Modern Industry)! Di sana Marx jelas-jelas menyatakan, ‘Seperti setiap kenaikan lain dalam produktivitas tenaga kerja, permesinan ini dimaksudkan untuk membuat murah komoditas, dan, dengan memperpendek sebagian dari hari kerja, di mana buruh bekerja untuk dirinya sendiriSingkatnya, sebagai sarana untuk memproduksi nilai surplus.’ Jadi, permesinan dan industri modern sangat penting bagi produksi nilai lebih sekaligus sebagai penjelasan terhadap keuntungan. Hal ini menunjukkan jika Piketty memang membaca Marx, maka dia memang tidak mengerti Marx.

Pembacaan yang akurat mengenai satu posisi pemikiran ekonomi di masa lalu, adalah krusial dalam setiap upaya konstruksi teori ekonomi itu sendiri. Piketty sendiri mengakui bahwa sangatlah penting bagi kajian ekonomi untuk belajar mengenai sejarah pemikiran ekonomi. Akan tetapi, jika ini adalah bentuk pembelajaran sejarah ekonomi yang benar, maka hal ini hanya akan membuat sejarawan ekonomi seperti Joseph Schumpeter menangis meraung-raung sambil menggaruk-garuk tanah di liang lahatnya sana.

Namun sebagai seorang komunis (sekaligus muslim) yang baik, selalu ada pembelajaran dari setiap kesalahan. Dengan sementara menyingkirkan kesinisan, ada beberapa hal yang setidaknya masih dapat kita refleksikan bersama dari buku dengan 600 halaman lebih ini. Piketty tidak dapat dikatakan benar-benar dungu, karena ia mengajukan problem faktual yang penting dalam pengalaman kekinian kita, yakni mengenai ketidaksetaraan (inequality). Ketika banyak ekonom arus-utama (baca: neoklasik) yang berpendapat bahwa ketidaksetaraan dalam derajat tertentu dapat menjadi dorongan untuk kewirausahaan yang dengannya menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru, maka Piketty hendak berargumen bahwa hal tersebut adalah keliru. Bagi Piketty, ketidaksetaraan adalah masalah utama dalam ekonomi yang untuk itu harus diatasi. Oleh karena itu dalam bukunya, Piketty berupaya untuk menjelaskan ketidaksetaraan dalam kaitannya dengan dinamika internal kapital. Bagaimana ketidaksetaraan bisa muncul dalam kapital serta kapitalisme itu sendiri.

piketty_capital

 

Kapital-nya Thomas Piketty

Walau buku ini terdengar layaknya kelanjutan proyeksi pengetahuan Marx mengenai kapital, akan tetapi Piketty sendiri mengakui bahwa penjelasan kapital miliknya berbeda jauh dengan apa yang telah dikemukakan Marx. Dengan menggunakan kerangka produksi ekonomi marjinalis (yang juga merupakan bagian dari tradisi neoklasik), Piketty memahami kapital secara sederhana sebagai ‘kapital non-manusia’, yakni segala bentuk kekayaan yang dimiliki oleh individual atau kelompok serta kekayaan ini dapat ditransfer atau diperjualbelikan melalui pasar dalam kenyataan sehari-hari (hal. 46). Dalam hal ini, penjelasan Piketty mengenai kapital lebih ditekankan pada dimensi distribusi serta valuasi fisik barang atau benda berdasarkan pada relasi pasar yang ada. Dalam hal ini, ekstraksi keuntungan oleh kapital muncul ketika terjadi tingkat pengembalian terhadap kapital. Sebagai contoh, Piketty menempatkan rumah bukan sebagai kapital non-produktif karena rumah bias menciptakan valuasi yang dari sana dimungkinkan terjadinya pengembalian keuntungan terhadap kapital, misalnya dalam bentuk sewa. Secara matematis, Piketty melambangkan rasio ini dalam lambang r.

Kategori lain yang penting dalam penjelasan kapital dan ketimpangan, menurut Piketty, adalah mengenai pendapatan nasional. Pendapatan nasional didefinisikan sebagai total dari seluruh pendapatan yang tersedia pada seluruh penduduk di negara tertentu dalam rentang tahun tertentu pula, terlepas dari klasifikasi legal pendapatan tersebut (hal. 43). Pendapatan nasional hampir serupa dengan pendapatan domestik bruto (PDB). Akan tetapi, menurut Piketty, ada dua perbedaan penting antara PDB dengan pendapatan nasional. Yang pertama, GDP mengukur total barang dan jasa yang diproduksi dalam negara dan rentang tahun tertentu. Jadi untuk menghitung pendapatan nasional, kita harus mengurangi terlebih dahulu dari PDB depresiasi kapital yang membuat produksi ini menjadi mungkin: dengan kata lain, kita harus memotong variabel produksi seperti gedung-gedung, permesinan, kendaraan, komputer, dan barang-barang lain dalam rentang waktu tahun yang hendak ditanyakan. Yang kedua, depresiasi ini tidak berhubungan apapun dengan pendapatan seseorang: sebelum gaji dibayarkan serta keuntungan dibagikan, dan sebelum investasi baru dilakukan, kapital yang terdepresiasi harus diperbaiki atau diganti. Pendapatan nasional yang meningkat menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pendapatan nasional sendiri secara matematis dilambangkan dalam lambang g.

Bagi Piketty, dua kategori kapital dan pendapatan, merupakan kunci dari dinamika kapitalisme dan tentu saja ketidaksetaraan itu sendiri. Kembang-kempisnya kapitalisme sangat terkait dengan dua kategori ini. Untuk melakukan pengukuran akurat atas kapitalisme, Piketty mengajukan rasio kapital dan pendapatan (r/g) sebagai instrumennya. Dalam rasio ini, pendapatan dipahami sebagai gerak. Hal tersebut berhubungan dengan kuantitas barang yang diproduksi dan didistribusikan dalam rentang waktu tertentu. Sementara kapital dipahami sebagai stok yang terkait dengan total kekayaan yang dimiliki dalam rentang waktu tertentu. Stok ini sendiri muncul dari kekayaan yang diakumulasi dlaam rentang waktu tertentu (hal. 50).

Dalam upaya pembuktian mengenai rasio r/g inilah upaya Piketty harus diakui kerja kerasnya. Ia melakukan pemeriksaaan data time series capital dari tahun 1700 sampai dengan tahun 2010 kini. Data yang dikumpulkan oleh Piketty banyak diambil dari data pendapatan dan kekayaan yang tersedia di pasar. Data yang dikumpulkan menunjukkan adanya evolusi naik-turunnya kapitalisme semenjak revolusi industrial. Piketty berargumen, struktur kapital berdasar aset, komposisi kapital pada abad 21 tidak memiliki kesamaan dengan kapital abad 18. Secara sederhana, aset pada abad 18an banyak didominasi oleh aset agrikultural seperti lahan, ternak dll. Pada abad 21 aset lebih banyak berupa gedung, mesin dll (hal. 118).

Melalui data sejarah, Piketty menemukan sebuah teori umum mengenai kapital dan ketidaksetaraan. Ketidaksetaraan muncul keitka kekyaaan berkembang lebih cepat daripada pendapatan nasional, atau dapat diekspresikan sebagai r>g. Sebagai contoh pada abad 18an dan 19an, negara-negara ditandai dengan ketidaksetaraan yang tinggi dimana kekayaan privat mendominasi dalam pendapatan nasional dan terkonsentrasi pada hanya segelintir keluarga kaya karena masih berlakukanya relasi kelas dengan struktur yang kaku (rigid). Sistem ini bahkan tetap mendominasi walau industrialisasi secara perlahan berkontribusi pada kenaikan upah bagi pekerja. Pola konsentrasi ini berubah ketika kekacauan karena Perang Dunia I  dan II  melanda Eropa. Menurut Piketty, distribusi kekayaan merupakan isu kunci dalam masa kekacauan ini (hal. 118). Akan tetapi, pola lama ala abad 18 dan 19 muncul kembali ketika (kontra) revolusi neoliberal dilakukan oleh Reagan dan Thatcher, dimana pada akhir tahun 1970an terjadi pengurangan pajak dan pendapatan yang membuat terjadinya peningkatan r dibanding dengan g. Proses ini menjadi bermasalah bagi kapitalisme secara keseluruhan, karena tingkat pertumbuhan di negara kapitalis maju menjadi menurun dan merusak kedua bentuk distribusi yang fungsional dan personal.

Menurut Piketty, mekanisme utama yang menyebabkan ketimpangan adalah kenyataan bahwa tingkat pengembalian modal adalah 3 sampai 5 kali lebih besar dari tingkat pertumbuhan (hal. 233). Dengan demikian, kecenderungan struktural kapitalisme terhadap stagnasi dan tingkat 4-5 persen pengembalian modal berarti bahwa pasar dan persaingan tidak mengurangi ketidaksetaraan (hal. 370). Dalam pengertian ini  bahwa ‘logika akumulasi’ yang didasarkan pada perbedaan antara tingkat pengembalian kapital dan pertumbuhan ekonomi (hal. 22-7), yang menurutnya bertanggung jawab untuk konsentrasi kekayaan yang sangat tinggi sepanjang sejarah kapitalis (hal. 377) .

Presentasi Piketty dapat dikatakan tidak ada yang baru. Akan tetapi, ada yang dapat dikatakan lain dari penjelasan Piketty ketika ia memasukkan dimensi pewarisan sebagai mekanisme yang penting dalam proses konsentrasi kekayaan yang menciptakan ketidaksetaraan. Pada abad-abad 18 dan 19, peranan pewarisan sangat kentara mengingat struktur kelas yang rigid pada saat itu, dimana yang kaya hanya akan menikahi sesama mereka, yang dengannya kekayaan antar keduanya akan meningkatkan tingkat pengembalian kapital. Akan tetapi, bagi Piketty, pewarisan memiliki signifikansi yang lebih luas bagi struktur ketidaksetaraan jika dilihat dalam rentang waktu yang lebih panjang. Ia berpendapat, kapanpun tingkat pengembalian kapital secara signifikan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan ekonomi, maka hal itu akan membuat mekanisme pewarisan akan lebih mendominasi dibandingkan dengan tabungan sebagai cara untuk mengumpulkan kekayaan (hal. 378). Dengan kata lain, ketika ketimpangan semakin tinggi adalah percuma untuk bergantung pada tabungan guna meningkatkan kekayaan secara personal, karena hal itu akan menjadi tidak relevan sebanding dengan pewarisan kekayaan dari pemilik kekayaan yang ada sebelumnya.

Secara umum, berbeda dengan penjelasan terdahulu bahwa ketimpangan terjadi karena relasi antara kaya dan miskin, maka penelitian Piketty mengenai ketimpangan dalam kapital lebih banyak terjadi pada relasi dalam kelompok kaya itu sendiri. Ia memberi kerangka kerja ini dalam konsep perjuangan ‘centile’ (centile struggle), di mana antar kelompok yang dikatakan kaya ini terjadi saling transfer kekayaaan. Kata ‘centile’ (atau percentile) ini sendiri berasal dari statistika dimana termin ini merujuk pada penilaian atas peringkat sesuatu. Contoh sederhana mengenai ‘centile’ ini dapat dilihat pada pernyataan sebagai berikut: nilai matematika saya masuk ke posisi percentile ke 70 dari 9 siswa, yang artinya adalah nilai ujian saya berada di atau lebih tinggi dari rangking 70 persen dari 9 siswa yang ada (atau saya masuk 3 orang yang terbaik dalam matematika). Dengan mengkategorikan problem dalam kerangka centile, Piketty sebenarnya hendak menujukkan dinamika distribusi kekayaan di kalangan para orang kaya yang berada dalam posisi centile di masyarakat yang berperan penting dalam menjelaskan ketidaksetaraan itu sendiri (hal. 254). Menurut Piketty, walau mereka yang berada dalam “centile” merupakan kalangan minoritas, namun jumlah mereka secara relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah segelintir elit superkaya. Sebagai contoh, di Prancis tahun 2013, dari 50 juta penduduk dewasa, 500.000 dikategorikan sebagai bagian dari centile tertinggi. Secara numerik, jumlah ini adalah angka yang besar yang oleh karenanya tidak dapat diabaikan. Dalam hal ini, penjelasan mengenai ketidaksetaraan dalam kapitalisme harus memiliki perhatian yang lebih pada dinamika ‘centile’ atas ini.

Implikasi praktis dari posisi teoritis Piketty terhadap realitas ekonomi sekarang adalah sederhana: bahwa ketimpangan ekonomi telah menciptakan bentuk kapitalisme patrimonial dimana terdapat sektor dalam masyarakat yang mendapatkan kekayaan berlimpah tanpa harus berkontribusi banyak bagi ekonomi itu sendiri. Piketty menunjukkan, dengan statistik yang mengagumkan, aliran warisan tahunan sebagai bagian dari pendapatan nasional di Inggris Raya, Jerman dan Prancis pada sekarang ini adalah sama dengan beberapa abad sebelumnya: antara 8 sampai 12 persen. Bahkan Piketty menunjukkan adanya persentase populasi yang lahir sekitar 1970-1980an yang menerima warisan setara dengan kapitalisasi pendapatan pekerja seumur hidup (yang dikategorikan sebagai menengah ke bawah) sebesar 12 persen, angka yang sama dengan abad sebelumnya. Kecenderungan ini semakin meningkat bagi generasi mendatang, dimana prediksinya akan berada sekitar 15 persen.

Hal ini tentu saja harus diatasi. Piketty mengajukan proposal politik bahwa ketimpangan dapat diatasi ketika orientasi negara kesejahteraan (atau dalam istilahnya social state) kembali dimunculkan di abad 21. Piketty berargumen mengenai pentingnya pembangunan sistemik (sekaligus historis) yang dilakukan oleh negara terhadap sektor-sektor sosial, seperti pendidikan masyarakat, kesehatan, jaminan sosial, kompensasi pengangguran dan dukungan pendapatan bagi masyarakat miskin oleh negara (hal 471-92). Lebih lanjut, bahkan Piketty juga melihat bahwa defisit bukan sesuatu yang melulu buruk asal pembiayaan melalui defisit dilakukan secara bijaksana dan tidak digunakan sebagai justifikasi kebijakan pengetatan (austerity). Defisit bahkan dapat berguna sebagai instrumen bank sentral untuk menciptakan inflasi sekaligus untuk mendorong pajak terhadap kapital (hal. 540-70).

Terkait dengan pajak, Piketty melihat hal tersebut sebagai suatu hal yang esensial bagi pembangunan negara kesejahteraan abad 21 ini. Dalam era kapitalisme patrimonial (dalam pandangan Piketty tentunya) seperti sekarang, melakukan pengambilan pajak terhadap orang kaya adalah kemungkinan yang terbaik untuk mengatasi ketimpangan yang ada. Pajak keuntungan perusahaan serta pajak atas pendapatan para ekskutif perusahaan internasional yang membumbung tinggi adalah proses yang harus dilakukan untuk menekan tingkat pertumbuhan r yang semakin tinggi. Menariknya, Piketty juga mengajukan proposal tambahan mengenai pentingnya bagi negara untuk melakukan penarikan pajak yang tinggi terhadap kekayaan yang diwariskan (hal. 508). Selain itu, Piketty juga mengajukan gagasan mengenai pentingnya koordinasi pajak tingkat global untuk melakukan kontrol atas gerak uang yang terjadi di tingkatan internasional. Solusi sederhana yang ditawarkan Piketty adalah melalui transmisi otomatis atas informasi perbankan. Hal ini bertujuan untuk memasukan informasi aset yang dimiliki di bank asing sebagai upaya laporan aset bagis etiap wajib pajak yang sebelumnya telah dikomputasi (hal. 521).

 

Kaya Data, Miskin Teori

Menurut saya, kekayaan data yang dimiliki Piketty tidak diiringi dengan upaya teoritisasi yang mendalam mengenai apa itu kapital. Pendefinisian kapital yang sebatas pada valuasi fisik menjadi bermasalah jika kita melihat kembali pada bagaimana kapital (dan kapitalisme) bekerja secara historis. Problem awal dari proposisi kapital sebagai valuasi fisik adalah nilai dari kapital selalu sama dengan harga pasar. Rasio kapital/pendapatan yang diajukan oleh Piketty sangat tergantung pada besaran nilai pasar. Sebagai contoh, Piketty berpendapat bahwa PD I menciptakan penghancuran besar-besaran terhadap modal fisik di Inggris, Perancis dan Jerman karena banyaknya nilai aset yang turun. Akan tetapi, sebagaimana telah dikemukakan oleh Keynes juga, yang terjadi justru adalah turunnya nilai pasar aset-aset tersebut, bukan fisik dari aset tersebut. Dalam hal ini, Piketty membuat kebingungan mengenai bagaimana membedakan antara nilai pasar dengan nilai fisik karena keduaanya diangap sebagai hal yang sama.

Problem lainnya dari upaya Piketty adalah tidak ada pemeriksaan lebih lanjut mengenai tingkat pengembalian terhadap kapital (r). Piketty tidak berbicara banyak mengenai mengapa tingkat pengembalian kapital bisa mencapai disekitaran 3 atau 5 persen. Yang Piketty kemukakan hanyalah bahwa dalam rentang waktu tertentu tingkat pengembalian berada diangka tertentu. Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan, mengingat judul dari buku Piketty adalah kapital di abad 21, yang jika dibandingkan dengan kapital abad 19 seperti Capital-nya Marx, maka kita bisa menemukan bahwa tingkat keuntungan dihasilkan dari nilai lebih yang dihasilkan oleh kapital konstan (mesin, bahan baku, dll) serta kapital variabel (gaji, jaminan sosial, dll).

Sebenarnya jika Piketty jeli, teoritisasi nilai kapital berdasar valuasi fisik sudah mendapat tantangan serius dalam perdebatan kapital-Cambridge (Cambridge-capital controversies). Debat akhir 60an itu terjadi antara dua Cambridge di Massachussets AS dan Inggris berkutat pada bagaimana nilai dalam kapital dapat ditentukan. Cambridge AS yang diwakili oleh ekonom neoklasik sperti Samuelson dan Solow berpendapat, nilai fisik kapital dapat muncul dari diperkenalkannya teknologi. Akan tetapi, argumen ini dibantah oleh kalangan Cambridge Inggris yang diwakili oleh ekonom Marxian-Keynesian seperti Joan Robison dan Neo-ricardian seperti Piero Sraffa. Menurut Cambridge Inggris, nilai finansial atas kapital hanya dapat ditentukan jika tingkat keuntungan sudah diketahui. Piketty sebenarnya sudah mengajukan perdebatan kapital-cambridge ini (hal. 230-2), akan tetapi, sayangnya, tiga hal yang disediakan tidak cukup mendalam untuk memahami apa konsekuensi perdebatan tersebut dalam memahami kapital.

Pemahaman ini menjadi penting semenjak ada tiga konsekuensi dari kritik Cambridge Inggris terhadap teoritisasi kapital berdasar valuasi fisik: 1) valuasi kapital hanya dapat dilakukan ketika sudah menambahkan tingkat bunga, 2) tingkat bunga adalah variabel finansial yang dengannya interpretasi fisik atasnya tidak lagi berlaku, 3) ketika tingkat bunga turun, tidak ada keharusan sistemik untuk mengadopsi teknologi yang lebih tinggi, sebagaimana asumsi neoklasik. Dalam valuasi fisik kapital-nya Piketty, hamper tidak ada elaborasi mengenai tingkat suku bunga ini.

Problem teoritis ini sebenarnya tidak melulu teoritis, karena ada implikasi praktis dari setiap konstruksi teoritis. Dalam hal Piketty, problem praktisnya justru terletak proposal politiknya. Ketika kapital dipahami sebatas valuasi fisik, maka yang diperlukan untuk mengatasi ketimpangan yang muncul dari valuasi fisik ini adalah mengubah valuasi yang ada. Tawaran negara kesejahteraan Piketty pada dasarnya adalah upaya untuk mengubah aliran nilai dari valuasi fisik kapital itu sendiri. Walau terdengan logis, namun proposal ini tidak memiliki tautan politik yang riil yang sebenarnya juga mempengaruhi capital itu sendiri. Piketty berbicara mengenai pajak terhadap yang kaya, namun penjelasan dia mengenai yang kaya lebih banyak didominasi tentang yang kaya itu sendiri. Hal ini sama saja mengharapkan yang kaya untuk membayar pajak yang lebih terhadap negara. Suatu proposal yang lebih terdengar sebagai himbauan moral dibanding sebagai suatu proposal politik.

 

Kesimpulan

Sebagai buku yang kaya data dengan upaya interpretasi kreatif atas data yang banyak tersebut, buku ini penting untuk dibaca. Buku ini dapat dikatakan cukup berhasil untuk memberikan penjelasan mengenai seperti apa bentuk ketimpangan yang ada sekarang. Ketimpangan ekonomi bukanlah sesuatu yang natural, ia dihasilkan secara sosial oleh dinamika masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini intervensi politik menjadi penting. Namun, sayangnya, ketika Piketty berupaya untuk berbicara mengenai intervensi politik, tidak banyak hal yang ada diambil dari karyanya ini. Disinilah saya berpendapat bahwa jika mengharapkan karya ini sebagai buku teoritisasi ekonomi yang baru, saya tidak terlalu merekomendasikan buku ini.***

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.