Keperawanan

Print Friendly, PDF & Email

Oase-icnSAYA termasuk orang yang selalu menganggap bahwa manusia tidaklah bodoh. Jika pun seseorang terlihat bodoh, barangkali dia sekadar berpura-pura atau mungkin sedang lupa. Kepercayaan ini sedikit banyak mendapat tantangan yang hebat pada seminggu belakangan. Penyebabnya ini: berita tentang tes keperawanan untuk siswi SMA.

Memang menggetarkan rencana tes keperawanan untuk calon siswi dan calon lulusan siswi SMA yang kontroversial itu. Tawaran kebijakan dari Prabumulih ini tak pelak dicerca habis-habisan di media sosial. Para pengusung ide itu dicerca sebagai sok moralis, berpikir dengan selangkangan, dan lain sebagainya. Tentu ada juga yang mencerca dengan bijak, semisal menuntut untuk mengedepankan pendidikan seks daripada tes seperti itu.

Yang terakhir ini memang penting. Seorang kawan saya pernah mengaku bahwa ia pertama kali tahu perihal kehilangan keperawanan dari sebuah nomor serial cerita silat Asmaraman S. Kho Ping Hoo. Syukurnya, dalam serial itu, seingat kawan tadi, keperawanannya bukan hilang lantaran Sang Pendekar Perempuan berhubungan badan di luar nikah dengan lelaki yang bukan suaminya sekarang. Hal itu terjadi lantaran latihan jurus meringankan tubuh yang begitu keras dijalankannya. Alhasil, ketidak-perawanan Sang Pendekar Perempuan tersebut tidak menggoncangkan bahtera rumah tangganya yang baru saja terbentuk. Kawan itu memang beruntung. Dia menjelma lelaki yang sangat tak terganggu dengan hal-hal yang demikian.

Pendidikan seks memang penting. Pengandaiannya, pendidikan akan mampu memberi sebuah alasan dan landasan yang logis tanpa perlu lari pada moralitas atau pun mitos. Barangkali keinginan untuk mengadakan test keperawanan tersebut adalah jalan singkat yang diambil orang kalut ketika melihat perkembangan informasi teknologi dengan segala tawarannya yang menyerbu. Tak mampu membendung, berpeganglah ia pada alasan moral dan mengambil jalan pintas yang nantinya bisa menjelma bumerang.

Sejuta cerita ketragisan tentu dapat kita utarakan untuk mengatakan bahwa tes keperawanan itu tidak manusiawi. Sebut, misalnya, seorang gadis manis yang hendak masuk SMA. Ketika dites, ternyata ia sudah tak perawan. Ia pun tak bisa bersekolah dan lantas dipandang nyinyir seisi kampung. Kita tak tahu, barangkali ia adalah korban pemerkosaan yang demi menutup malu didiamkan dan tak mau diperkarakan. Bak sudah jatuh, tertimpa tangga.

Namun sesungguhnya, ini bukan perkara tak punya hati atau terlalu ‘pengen’ sampai hendak mengeluarkan kebijaksanaan aneh tersebut. Masalahnya sebenarnya sederhana. Perawan atau pun tidak tidaklah berhubungan dengan kepandaian seseorang. Contoh sederhana diberikan seorang kawan. Andaikan seorang gadis pandai dari keluarga miskin harus ikut menanggung beban ekonomi keluarganya. Dan lingkungan tempat ia hidup hanya menyediakan kesempatan untuk itu dengan praktik prostitusi. Dalam contoh kasus yang ini, kesalahan dari rencana tes keperawanan itu berlapis-lapis. Pertama, ia melanggar hak pendidikan dari warga negara; dan kedua, ia melimpahkan kesalahannya, dalam hal menyejahterakan warganya, kepada warga itu sendiri. Korban yang dikorbankan.

Tapi begitulah dunia kita sekarang. Sebuah berita yang menjadi trending topik beberapa hari lalu, segera  terlupakan. Hal lain maju menggantikan posisinya. Padahal tes keperawanan bukan perkara anyar. Ide ini pernah muncul pada 2010 di Jambi. Pada 2007, Bupati Indramayu juga melontarkan rencana tes keperawanan bagi pelajar perempuan karena marak peredaran film porno. Barangkali nanti, beberapa tahun lagi, masalah ini akan muncul lagi dan kita lagi-lagi akan memaki secara sama persis dengan makian kita pada kemunculannya saat ini.

Kita memang setiap hari dijejali dengan begitu banyak berita, begitu banyak informasi. Perangkat-perangkat teknologi yang semakin canggih memaksa kita membuka diri pada serangan segala macam suguhan berita dan informasi itu. Entah hal itu yang menyebabkan kita setiap hari dijejali masalah-masalah yang menyesakan dada sebagai warga negara, entah memang ada ‘men behind the gun’ yang paham betul ini zaman apa dan memanfaatkan itu. Dari penembakan polisi, preman yang lari dari Lapas, FPI yang berantem dengan warga, hingga perkara genital disuguhkan tanpa henti, tanpa jedah, hingga kepala kita penuh dan tak bisa mencerna dengan baik. Kita lantas tak tahu apa masalah sebenarnya yang dihadapi negeri ini dan apa sebenarnya masalah kita. Barangkali kita memang generasi galau di zaman galau.

Menutup umbaran kali ini, saya akan bagikan sebuah puisi ‘ngaco’ dari sebuah terbitan ‘ngaco’:

Ketika mendiang botol aqua menuntut
Pemulung karena telah merenggut keperawanannya
Kuutarakan cinta dalam bahasa BH berbentuk segitiga

Lalu bebintangan yang menyepuh bulu ketiakmu
Melambai
Pada matahari yang menari
Sambil bertelanjang dada!

Tabe serenta hormat.***

Penulis berterima kasih pada Anom Astika atas kelakar data dan diskusinya.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.