Ronin

Print Friendly, PDF & Email


Oase-IPIni tentang tumpangan.

TAKEZO, tokoh utama dalam novel Musashi, bergumam pada paragraf kedua pembuka novel: Dunia sudah gila. Manusia seperti daun kering yang ditiup angin musim gugur. Sejak awal, Eiji Yoshikawa sudah mematrikan alegori yang mematikan lewat novelnya itu.

Perang terakhir yang dilakoni Musashi semacam pal; suatu tonggak berakhirnya masa kekacauan. Keberhasilan Tokugawa menjadi shogun (diktator militer), telah memungkas perang antara para daimyo (tuan tanah)  yang berlangung tiada henti sejak dulu. Jepang memasuki masa damai.

Bisa jadi, kata ‘damai‘ dikejar-kejar banyak orang, tapi tidak dengan para samurai. Dalam damai, mereka kikuk. Tebasan senjata tak bisa diarahkan ke tengkuk musuh. Pedang pun berubah menjadi hiasan dinding yang dipandangi sambil duduk mencangkung kala surup.

Perang yang usai ternyata juga isyarat kelahiran ronin: samurai yang kehilangan tuan. Inilah daun kering dalam alegori Eiji Yoshikawa. Usai lepas dari tangkai—para tuan— daun ini terseret angin musim gugur. Tak punya pegangan. Tak kenal tujuan. Dedaunan kering pun meliar. Pada akhirnya, ketika pedang tak lagi berguna, para ronin berubah menjadi pejabat, tukang pukul, hingga perampok jalanan. Ideologi pedang ditanggalkan.

Di Indonesia, para ronin semacam itu bermunculan setelah tahun 1998. Namun, yang menarik untuk dibabarkan adalah ronin kiri. Artinya, ronin yang pernah menjadi kiri, masih merasa ‘kiri’ atau hanya gemar mengaku ‘kiri.’

Tepatnya, setelah Partai Kiri semata wayang negeri ini memasang batu nisan di atas pusaranya sendiri, para ronin kiri ditahbiskan. Mereka mulai berkecambah.

Sembari tetap memanggul Pedang Kiri, berjalanlah para ronin kiri dengan langkah ditegap-tegapkan dan dada dibusung-busungkan pada setapak baru yang diberi nama Jalan Demokrasi. Berbarengan dengan itu, berbunga pula sebuah kata baru: diaspora—menyebar atau menebarkan benih.

Konon, diaspora dicomot dari Kitab Ulangan 28:25: ‘…sehingga engkau menjadi diaspora bagi segala kerajaan di bumi. Para ronin kiri berkehendak menyebarkan benih-benih kiri, walaupun tanpa partai. Yang paling menarik, tentu saja, mereka yang memilih masuk ke dalam lingkar kekuasaan. Dengan beralasan, ‘Perjuangan mesti dari dalam jika mau berhasil,’ mereka pun berdiaspora suka-suka di dalam sana; menebar biji sekaligus  membudidayakan diri sendiri; menyebar sambil mengenten mirip parasit.

Selanjutnya, langkah apa yang dipilih? Di sini hanya tamsil saja. Tak perlu risau.

Beberapa ronin kiri mencoba peruntungannya dengan menumpang pada mobil jenis mini copper  terbaru milik Partai Jubah Biru. Ada stiker bertuliskan ‘nasionalis’ di kaca depan.  Terus terang ini memang cara memoles yang jitu.  Toh, konglomerat hitam bisa menjadi santo jika dipoles dengan tepat. Para ronin kiri dari bumi Pitaloka, tanah Ken Arok dan negeri Bunaken, hingga tokoh kebudayaan melow dari plat nomor K-E, berebutan menggelantung pada mulut pintu kendaraan Partai Jubah Biru. Sekarang mereka ribut berkokok dengan gaya gagah: Perubahan! Kami antitesa Partai Beringin Tua. Akan kami babat Pangeran Lapindo!

Di sisi jalan lain, serombongan ronin berebut naik sebuah truk gandeng milik Partai Kepala Jatayu. Alasannya jelas: pemilik truk gandeng seorang jendral anti neoliberalisme, yang di dadanya selalu berkibar Merah Putih. Toh, seorang pembunuh bisa di-make-over menjadi Sang Pembebas bila penata riasnya ahli. Sang jendral semakin populer dan dikagumi setelah menjadikan Wong Solo sebagai Raja Sunda Kelapa. Ia dipercaya memiliki tangan raja Midas. Mitos mulai ditebar.

Namun tak semuanya punya tumpangan. Banyak ronin kiri cukup puas hanya sebagai pemandu sorak alias tim hore. Mereka tak berdiri di dalam lingkaran politik; memilih profesi kontraktor, aktivis LSM atau bekerja serabutan, tapi masih berjiwa kiri. Tugasnya memerankan diri sebagai tim hore di TL twitter atau dinding Facebook. Meneriakkan yel-yel penyemangat agar temannya bisa menjabat sebagai ketua RT, lurah, bupati, gubernur atau mungkin presiden. Setelah tak lagi menjangkar ke bumi, mereka menunggu keberuntungan: munculnya Godot. Tak tahu pasti kenapa mereka sekarang gemar dengan istilah yang dulu mereka benci: isu elit. Dari merekalah lahir jargon yang cukup aduhai—memlesetkan sedikit judul film Sjuman Djaya—Yang Muda Yang Berkuasa. Dan, sambil bergoyang menyanyikan lagu Bang Haji—yang juga diplesetkan: Dara Muda.

Nasionalis: kunci untuk memilih tumpangan yang pas. Demikianlah alasan pembenaran yang dipilih—mungkin biar agak mirip-mirip dengan era kolonialisme dan zaman Mao [tolong dibaca agak lirih agar tak terdengar tetangga]

Semaun dan kawan-kawannya memang pernah masuk Serikat Islam (SI). Mereka melakukan anjuran Lenin dan Stalin: membangun blok dari dalam. Lewat jalan inilah orang-orang kiri itu bisa membelah SI: Merah dan Putih. Yang Merah kemudian menjadi urat PKI.

Mao juga melakukan jalan yang hampir serupa. Anggota PKT masuk ke dalam Kuomintang pimpinan jendral jagal Chiang Kai Shek. Berliku memang. Sering dikhianati. Tapi berhasil. Mungkin Mao mengucapkan kata-kata ini dengan nada berkelakar: ‘Guru yang keras tidak punya murid, air yang terlalu jernih tidak menghidupi ikan.‘ Mao mengejek lawan-lawan politiknya yang ingin menjaga kemurnian—emoh menyusup dan bekerja sama dengan borjuasi—karena takut tak suci lagi kekiriannya. Bagi Mao, taktik mesti ada 1001 jurus agar sanggup melihat banyak kemungkinan celah bagi revolusi.

Ada catatan kaki—serupa garis bawah berwarna merah.

Blok dari dalam jelas tujuannya. Tak sekadar bermain Kuda Lumping. Bukan pula seperti ronin-ronin kiri yang masuk dan menempel pada tuan baru mereka demi satu-dua kepeng; menyukseskan sang tuan saat mendulang suara. Kerja yang dilakukan PKI dan Mao memiliki muara organisasi yang pasti: ada perluasan organisasi yang ingin direngkuh; propaganda yang mesti dimenangkan; bacaan yang perlu disebarkan. Pendeknya, ia bukan tukang cuci piring.

Stalin memberikan perumpamaan yang enak tentang taktik ini: gerakan nasionalis borjuis pada akhirnya akan terperas seperti jeruk. Dengan begitu, tugas orang-orang kiri yang berada ‘di dalam’ organisasi atau partai borjuis adalah memerasnya. Pun, memastikan kapan saat yang tepat untuk membuang ampasnya.

Sayangnya, ronin kiri di Indonesia, yang berada di dalam partai borjuis, malah diperlakukan sebaliknya: diperas dan siap dibuang sewaktu-waktu karena tak punya basis massa. Mereka membawa dirinya sendiri—paling banter mengajak teman seranjangnya.

Demikianlah dalih bisa dipilih; alasan bisa dicari.

Tak perlu terlalu ngungun. Pohon ceri tetap berbunga pada waktunya. Masih ada yang menempuh jalan Musashi: berbaur dengan orang-orang yang disingkirkan dan mengorganisir diri melawan kekuasaan. Jumlahnya memang tak banyak. Mereka ada yang di tani, buruh, kaum miskin kota dan mahasiswa. Mereka membuat radio buruh dan mendirikan posko-posko. Mereka kerap dihajar preman, digebuk tentara. Dan uniknya, mereka masih percaya pada kekuatan bacaan—selebaran atau pamflet—demi menghimpun kekuatan. Mereka tak banyak disebut-sebut karena bukan berasal dari golongan seleb. Sebaliknya, mereka kerap diremehkan oleh para ronin kiri karena gerakan mereka yang kecil. Belum ada partai yang menyatukan kekuatan mereka. Terkadang, karena pengalaman masa lalu, beberapa dari mereka masih mengidap trauma pada kata ‘Partai Kiri.’ Tapi, tak mengapa. Sebagaimana ikan, pada akhirnya mereka akan menemukan jalannya sendiri menuju ke sana.

Pada akhir novel Musashi, setelah mengalahkan Kojiro—lawan tertangguh— Musashi bersujud satu kali ke bumi. Setelah itu, ia melompat ke dalam perahu. Ia tak pernah lupa pada ‘bumi’ tempatnya berpijak. Ia ingin tetap mem-bumi. Dan terang, perahu yang dipakainya untuk melaut itu perahunya sendiri. Ia tak menumpang pada siapapun.

Kini, bisakah?***

Lereng Merapi. 31 Oktober 2012.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.