Pegadaian dan Reproduksi Sosial
Artikel di bawah ini hendak menunjukkan krisis dalam domain produksi berkorelasi dengan krisis domain reproduksi sosial. Para perempuan (ibu rumah tangga) harus menanggung krisis dengan
Artikel di bawah ini hendak menunjukkan krisis dalam domain produksi berkorelasi dengan krisis domain reproduksi sosial. Para perempuan (ibu rumah tangga) harus menanggung krisis dengan
Ilustrasi dari occupy.com SEBUAH pertanyaan lama yang tetap aktual: Anda masih percaya sharing economy yang dikenal masyarakat saat ini sungguh-sungguh ‘ekonomi berbagi’ yang menguntungkan
The night when they took everything from us. By Alit Ambara DALAM 1-2 bulan terakhir, kita banyak mendengar pemberitaan soal isu bangkitnya PKI dan
Judul Buku : Oligarki (terj). Penulis : Jeffrey A. Winters. Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2011 Tebal Buku : xxv +
Judul Buku : Islam Politik: Sebuah Analisa Marxis Penulis : Deepa Kumar Penerbit : Resist Book, 2012 Tebal : 74
Judul Buku : Dinamika Kekuasaan: Ekonomi Politik Indonesia Pasca Soeharto Penulis : Vedi R. Hadiz Penerbit : LP3ES Tahun : 2005
BEBERAPA bulan lalu, saya dan kawan-kawan terlibat dalam advokasi penggusuran pegiat usaha stasiun di Jabodetabek. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya, Merebut Hak Atas Kota: Catatan Perlawanan Pegiat Usaha Stasiun Pos Duri[1], sedikit banyak disampaikan bagaimana pegiat usaha yang ada di Stasiun se-Jabodetabek digusur tanpa adanya kompensasi maupun relokasi oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) dari tempat usaha mereka yang telah sah dibeli secara hukum. Tak adanya tawaran solusi dari PT. KAI itu membuat pegiat usaha membentuk barisan untuk melawan bentuk peminggiran dan pemiskinan atas kehidupan mereka. Dalam perjuangannya tersebut, pegiat usaha melakukan berbagai metode perlawanan, baik diplomasi ke pihak pemerintah hingga aksi demonstrasi di lapangan. Meskipun akhirnya tergusur, tetapi pengalaman bersama para pegiat usaha dalam usaha melawan penggusuran tersebut, membuka tabir bagaimana kehidupan kota saat ini sebenarnya ditata. Bahwa kehidupan kota menjadi titik sentral dari akumulasi kapital yang mengondisikan usaha pengelolaannya.
Pendahuluan TERHITUNG sejak November 2012 hingga Mei 2013, para Pegiat Usaha Stasiun[1] di Jabodetabek, menghadapi masa mencekam sekaligus menentukan. Pada rentang waktu itu, satu per
Gerakan mahasiswa tidak semata sebagai kumpulan mitos dan slogan yang selalu didengung-dengungkan para aktivis. Akumulasi mitos ini justru melenakan dan menina-bobokan mahasiswa dalam zona nyamannya. Gerakan mahasiswa menuntut adanya posisi yang jelas dan tegas, misalnya, dimana mahasiswa seharusnya berada di tengah masyarakat. Menjawab soal tersebut, sebuah analisa tentang posisi mahasiswa secara teoritis sangat dibutuhkan. Pun juga sebagai prakteknya dalam ’mengabdikan´dirinya pada masyarakat. Dalam artian sederhana, aktivisme gerakan mahasiswa saat ini membutuhkan topangan teori yang kuat sebagai landasan geraknya. Bukan untuk menjadikan mahasiswa berteori secara saklek dan kaku, tetapi sebagai landasan gerak yang jelas bagi langkah ke depan. Pentingnya teori dalam gerakan ini pernah dinyatakan Lenin, ‘Tanpa teori yang revolusioner tak akan ada gerakan revolusioner.’
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.