
Mei 1998
KALAU ada yang perlu saya sesali dalam momen 21 Mei, itu karena saya tak bisa menikmati kerja keras, keberanian, keteguhan, dan kegembiraan pada hari-hari menjelang
KALAU ada yang perlu saya sesali dalam momen 21 Mei, itu karena saya tak bisa menikmati kerja keras, keberanian, keteguhan, dan kegembiraan pada hari-hari menjelang
DALAM Pemilu Presiden 2014 lalu, salah satu alasan kenapa kita tidak memilih calon presiden Prabowo Subianto, karena ia terlibat dalam berbagai kasus pelanggaran HAM di
SEJARAH gerakan Kiri, di seluruh dunia, adalah sejarah perlawanan, kemenangan, ditumpas, kalah, dan bangkit kembali. Di Indonesia, sejarah ini mengikuti denyut napas proses ‘menjadi Indonesia.’
DALAM lima belas tahun terakhir pasca Orde Baru, kita hidup dalam sistem politik demokrasi neoliberal. Dalam orde ini, seluruh sistem nilai dan kelembagaan politik yang
HARI-hari ini kita menyaksikan Jokowi yang sedang galau. Sebagai presiden, langkah-langkah dan kebijakan politiknya jauh dari semangat Nawacita yang diusungnya sendiri di masa kampanye. Mendekati
SEJAK pemerintahan Jokowi berkuasa dalam satu bulan terakhir ini, kita tidak mendengar adanya kabar baik dan terobosan segar berkaitan dengan persoalan Papua. Yang beredar luas
KETIKA mendengar pidato presiden Joko Widodo di depan kelompok bisnis di pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Beijing, Cina beberapa hari lalu, sontak muncul pro-kontra
FILOSOFI paling mendasar di balik pembentukan sebuah ‘Kabinet Kerja’ bahwa situasi dan kondiri negara sedang dalam keadaan DARURAT. Karena itu, menteri-menteri yang dipilih adalah yang
KONTROVERSI diubahnya UU Pilkada Langsung menjadi UU Pilkada Tidak Langsung oleh persekongkolan elite oligarki yang berhimpun dalam Koalisi Merah Putih (KMP), terus menggema. Gerakan aksi
DI TENGAH-tengah heboh disahkannya UU Pilkada oleh DPR pada 26 September 2014, kita tak boleh lupa bahwa beberapa hari sebelumnya, terjadi tawuran TNI dan Polisi
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.