Anto Sangaji

Penembakan Tiaka Dan Akumulasi Primitif

SERANGAN berdarah dan mematikan terhadap petani dan nelayan atas nama ekspansi kapital kembali terjadi. Lebih sebulan lalu, senin (22/8), protes nelayan karena operasi pengeboran minyak

Manifesto Komunis dan Teori Negara

KALAU ADA teori Marx yang paling mengundang perdebatan, tidak salah lagi, itulah teori tentang Negara. Debat ini mungkin tak perlu muncul, kalau saja Marx sempat

Membaca Manifesto Komunis Secara Dialektis

“Working men of all countries, unite!”[1] adalah kalimat penutup Manifesto Komunis (selanjutnya Manifesto) yang paling sering dilafalkan. Frasa ini bukan slogan tanpa landasan teoritik. Pertama,

Kapitalisme dan Produksi Ruang

MASALAH ruang (space), tampaknya semakin menarik perhatian kalangan progresif saat ini. Misalnya, dalam sebuah presentasi berjudul “Korporasi dan Penguasaan Ruang di Indonesia” Chalid Muhammad,i mantan

Krisis dan Kelas

JURNAL Socialist Register edisi 2011, memilih judul “The Crisis This Time”, menanggapi krisis kapitalisme yang meledak di Amerika Serikat (AS) tahun 2007 dan efek bola saljunya ke belahan dunia lain hingga sekarang.1 Leo Panitch dan Sam Gindin,2 dalam pengantar untuk jurnal itu membawa pembaca mengingat peristiwa lebih 150 tahun lalu di New York. Saat itu, bangkrutnya “Ohio Life Insurance Company” menjadi pemicu “Krisis Besar 1857-8.”

Ketika itu, seperti diingatkan Panitch dan Gindin, Karl Marx berusaha mengerti krisis tersebut dan tiba pada kesimpulan bahwa pemulihan krisis kemungkinan akan dilakukan melalui konsolidasi kapital. Di antaranya dengan ekspor kapital dari Eropa ke wilayah-wilayah koloni, khususnya dalam kasus ini adalah industri-industri Inggris yang merajai akumulasi kapital secara global saat itu. Langkah ini memungkinkan akumulasi kapital kembali ke jalannya, tetapi dalam waktu yang sama akan kembali menciptakan kontradiksi dalam sistem ini. Krisis akan datang lagi.3 Marx benar, hanya dalam beberapa dekade setelah kematiannya krisis berulang, pada 1890an, 1907, dan akhir 1920an/1930an.

Militer Sebagai Alat Pemukul Kapital

Dalam karya seminalnya the Rise of Capital, dia kemudian melihat militer (terutama para komandannya) terlibat dalam akumulasi kapital. Ini memungkinkan militer mengembangkan kepentingan mereka dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang mendukung proses akumulasi modal secara umum, termasuk mengontrol kaum buruh. Juga, karena kegiatan bisnis militer terutama dijalankan melalui kerjasama dengan pemilik modal keturunan China dan pemilik modal asing, maka aliansi politik-ekonomi di antara mereka, memberikan perlindungan yang luar biasa bagi kelas kapitalis itu (China dan Asing).

Asal-usul Kekerasan Negara

Sejarah Indonesia sejak zaman kolonial mengonfirmasi, rejim demi melanggengkan kekuasaannnya, selalu menggunakan tangan rakyat sipil untuk meneror rakyat sipil lainnya. Henk Nordholt, sejarawan asal Belanda, menunjuk pemerintah kolonial Belanda, dalam mempertahankan kekuasaannya memanfaatkan para Jago dengan membiarkan mereka melakukan tindakan kriminal dalam hubungan yang saling memanfaatkan. Kendati, seperti ditunjukkan Robert Cribb, fakta menunjukkan bahwa para pelaku kriminal juga berperan besar dalam perlawanan terhadap rejim kolonial, terutama sejak depresi ekonomi (great depression) 1932, di mana organisasi-organisasi gang tumbuh subur karena efek dari krisis itu.

Orde Baru lah yang meneruskan cara-cara regim kolonial dalam menebarkan teror dengan menunggangi kelompok-kelompok sipil. Dimulai dari pembantaian massal 1965, rejim ini juga membentuk dan memelihara organisasi-organisasi kepemudaan a la militer yang terlibat dalam aneka kekerasan: dari pembebasan-pembebasan lahan di kota dan desa untuk investasi, hingga kekerasan-kekerasan politik secara telanjang, seperti peristiwa penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Juli 1996.

Imperialisme Ekologi

Pertengahan 1990an, ketika mengunjungi sebuah desa di pedalaman Sulawesi, yang berbatasan dengan sebuah kawasan konservasi, saya ikut mendengar pengarahan seorang Kepala Desa kepada warganya di Balai Pertemuan desa. Kata yang keluar berulang dari Pak Kepala Desa adalah ‘pembangunan berkelanjutan.’ Saat itu, dia mengajak warganya harus mulai menerapkan gagasan itu. Giliran tanya jawab, seorang lelaki tua bertanya, apa arti kosa kata itu. Dengan jujur, sang Kepala Desa mengakui bahwa dia sendiri juga tidak tahu pengertiannya. Tetapi, dengan semangat dia bilang, tidak penting pengertian “pembangunan berkelanjutan” dipercakapkan, yang perlu pelaksanaannya, karena merupakan program pemerintah. ‘Saya juga tidak tahu artinya, tetapi itu yang diulang-ulang Pak Bupati dalam pertemuan dengan seluruh kepala desa minggu yang lalu.’ Kira-kira begitu komentarnya menanggapi sang penanya.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.