1. Beranda
  2. /
  3. Author: Left Book Review
  4. /
  5. Page 16

Left Book Review

Grundrisse dan Krisis Kapitalisme

Menurut Martin Nicolaus – penerjemah karya Marx yang mendahului Capital, Grundrisse – pernyataan Lenin mengenai kesulitan membaca Capital itu, karena saat itu Grundrisse belum diterbitkan. Grundrisse sendiri lebih banyak berbicara tentang metode. Maka, menurut Nicolaus, dengan meminjam aforisme Lenin, untuk bisa memahami Capital yang tebalnya 4.000 halaman itu secara menyeluruh, kita pertama-tama mesti memahami dulu 800 halaman Grundrisse dan 1.000 halaman Logic. ‘Membaca Grundrisse dengan baik adalah cara terbaik untuk memahami Logic, dan selanjutnya untuk membaca Capital. Atau dengan kata lain, akan sangat sulit untuk bisa memahami relevansi keberadaan Logic bagi Capital tanpa pertama-tama membaca secara menyeluruh Grundrisse (Nicolaus, 1993:60). Padahal, membaca Grundrisse sendiri bukan pekerjaan mudah, apalagi membaca Logic-nya Hegel.

Prof. John Roosa: Identitas bangsa Indonesia berubah total sesudah 1965

“Waktu saya belajar sejarah Asia Tenggara di universitas tahun 1990an, saya tidak habis pikir, kok bisa ada peristiwa sebesar dan sehebat ini tapi pengetahuan kita tentangnya sedemikian kecil. Sebagai sejarahwan, saya lihat ada kebutuhan untuk investigasi yang lebih mendalam guna membongkar sejarah yang digelapkan oleh pembunuh-pembunuh itu. Sebagai manusia biasa yang peduli dengan prinsip-prinsip moral, saya benci dengan rezim Suharto. Rezim itu berfungsi sebagai attack dog buat modal asing dan jadi penuh dengan pejabat-pejabat bodoh dan brutal, orang dengan watak preman yang sama sekali tidak peduli dengan prinsip HAM, yang mengkhianati prinsip kemerdekaan, membunuh dan menyiksa orang Indonesia sendiri, dan kemudian menjual kekayaan tanah airnya kepada konglomerat multinasional dengan harga murah.”

Memikirkan Kembali Relasi Manusia dan Alam

TESIS utama buku Martin Suryajaya yang berjudul Materialisme Dialektis: Kajian tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer adalah materialisme dialektis atau ekonomi sebagai satu-satunya epistemologi atau teori pengetahuan Marxisme yang sahih di mana setiap pemikiran yang mengklaim diri Marxis harus lulus dari ujian epistemologi dan metodologi materialisme dialektis atau ekonomi. Dengan kata lain, Materialisme Dialektis adalah rekonstruksi ulang teori pengetahuan Marxisme yang dicetuskan Vladimir I. Lenin lewat Materialisme dan Empirio-Kritisisme dengan memanfaatkan pemikiran Quentin Meillassoux dan Bertrand Russell.

Edisi I/2012

SAAT ini, kita menyaksikan adanya kebangkitan politik kelas di Indonesia. Belum lama ini, untuk pertama kalinya pada masa pasca-reformasi, gerakan rakyat berhasil menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Perlawanan yang luar biasa ini sampai mempolarisasi (memecah hegemoni) kekuatan-kekuatan politik dari kelas yang berkuasa di parlemen. Kemudian, kita juga melihat kecenderungan penyatuan serikat-serikat buruh reformis yang besar ke dalam sebuah ’blok gerakan buruh’ yang bernama Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Perlawanan terhadap ’akumulasi primitif’ di wilayah-wilayah agraris oleh kaum tani, masyarakat adat dan warga yang dirampas tanahnya pun semakin menajam dan keras.

Kontrol Buruh Dalam Lintasan Sejarah

KETIKA krisis ekonomi meledak di Amerika Serikat (AS) pada 2007, di kalangan kiri serentak muncul perdebatan seru di dua ranah: pertama, perdebatan mengenai sebab-musabab terjadinya krisis; dan kedua, bagaimana solusi terhadap penyelesaian krisis ini. Pada yang pertama, krisis ini kembali membuka perdebatan lama mengenai penyebab krisis antara pendekatan konsumsi kurang (underconsumption/stagnation), pendekatan jatuhnya tingkat keuntungan (the falling rate of profit), pendekatan struktur sosial akumulasi (social structure of accumulation/SSA), dan pendekatan mengenai dampak dari persaingan internasional (foreign competition).

Martin Suryajaya: Materialisme Dialektis Sebagai Metode

SETELAH lebih dari tiga dekade Marxisme sebagai ilmu pengetahuan dihancurkan secara vulgar dan sistematis, kini perlahan tapi pasti ia kembali menyeruak ke permukaan. Ditandai dengan maraknya diskusi dan penerbitan buku yang berkaitan dengan tema ini. Kebangkitan kembali ini bukan hanya dimaksudkan untuk meramaikan iklim kebebasan terbatas saat ini, tapi sekaligus untuk menjelaskan relevansi dan posisi Marxisme di hadapan aliran pemikiran kontemporer yang dominan di Indonesia. Dalam konteks inilah, buku Materialisme Dialektis: Kajian tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer yang ditulis pelajar filsafat, Martin Suryajaya, terbit pada saat yang tepat.

Tendensi Jatuhnya Tingkat Keuntungan dalam Krisis Kapitalisme Kontemporer

NARASI konvensional, khususnya di kalangan teoritisi Kiri mengenai krisis kapitalisme yang terjadi sekarang, melihat krisis kapitalisme sebagai peristiwa khas dalam bentuknya yang ‘neoliberal.’ ‘Neoliberal’ dalam arti keunikan serta kekhususan bentuk relasi ekonomi politiknya yang belum pernah ada presedennya dalam pengalaman kapitalisme sebelumnya. Dalam narasi konvensional ini, krisis disebabkan oleh finansialisasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pengembalian tingkat akumulasi. Finansialisasi mendorong perusahaan untuk menginvestasikan banyak porsi dari keuntungannya dalam instrumen finansial, dan hanya porsi yang lebih kecil yang digunakan untuk modal aset produktif (mesin-mesin, pabrik, dll) yang merupakan kontributor utama dari pertumbuhan ekonomi yang ‘nyata.’ Hasilnya, pertumbuhan ekonomi lebih lemah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada dekade-dekade awal pasca Perang Dunia II, dan faktor ini, bersamaan dengan terjadinya penambahan pinjaman, yang mendorong rakyat pekerja untuk mempertahankan standar hidup keseharian walau pendapatan mereka mengalami penurunan. Masalah hutang ini, dan fenomena-fenomena lain yang dimunculkan dari finansialisasi, disimpulkan sebagai penyebab yang mendasari krisis ekonomi sekarang.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.