TOPIK ini, didedikasikan Marx untuk mendiskusikan tentang asal-usul munculnya uang (money). Tetapi, di sini ia tidak berbicara sejarah kemunculan uang, misalnya dari sistem barter, uang metal atau koin, emas, uang kertas, hingga uang elektronik seperti yang kita kenal sekarang ini. Apa yang ingin dijelaskannya adalah sejarah perkembangan dalam kaitannya dengan perkembangan hubungan konseptual dalam sistem kapitalisme. Misalnya, hubungan antara ‘bentuk sederhana dari nilai/simple form of value’ dan ‘bentuk uang/money form’ yang dominan dalam sistem kapitalisme (Heinrich, 2012:56). Karena itu, ia tidak memaksudkan penjabarannya ini untuk meyakinkan kita bahwa uang merupakan alat yang paling mumpuni untuk mengatasi keterbatasan dari pertukaran dalam bentuk barter, sebagaimana yang diajarkan kepada kita selama ini.
Mengikuti penjelasan Marx tentang topik ini, kita seperti diajak untuk berenang lebih dalam di lautan dialektika hubungan antara nilai-guna (use-value) -→ nilai (value) –→ dan nilai-tukar (exchange-value), atau hubungan dialektik antara relasi sosial yang tidak tampak (immaterial) dengan benda-benda yang tampak (material). Filsuf Paul Mattick Jr. (Moseley, 1993) mengatakan, di bagian ini sangat terasa bagaimana Marx begitu terpengaruh oleh Hegel, khususnya berkaitan dengan metode presentasinya dari yang tampak (appearance) menuju yang esensial (essence) dan kembali lagi ke bentuknya yang tampak (appearance). Dengan metode ini, Marx mengatakan bahwa bentuk uang adalah sesuatu yang muncul dari dalam logika kapitalis itu sendiri, bukan sesuatu yang datang dari luar atau terpisah darinya, seperti yang disimpulkan David Ricardo.
Berdasarkan atas diskusi-diskusi kita sebelumnya, maka secara sederhana metode presentasi tersebut bisa diringkas berikut:
- Bentuk material dari [komoditi] menampakkan dirinya dalam wujud nilai-tukar;
- Hubungan pertukaran antara [dua komoditi] selalu bisa ditampilkan sebagai sesuatu yang setara;
- [Persamaan ini mengatakan kepada kita] bahwa pada benda-benda yang berbeda itu eksis sesuatu yang sama dengan kuantitas yang setara …. Dimana kedua benda tersebut setara dengan entitas ketiga (yakni nilai) dan sejauh mereka memiliki nilai-tukar, dapat diturunkan pada benda ketiga tersebut;
- [Konsekuensinya] nilai-tukar yang valid mengekspresikan sesuatu yang setara. [Dan] nilai-tukar hanyalah corak ekspresi atau ‘bentuk yang tampak’ dari isi yang berbeda;
- [Karenanya] nilai-tukar komoditi-komoditi bisa diturunkan pada sesuatu yang kurang lebih sama;
- Sesuatu yang sama itu tidak bisa berupa …bentuk natural/alamiah dari komoditi, karena wujud tersebut hanya bisa dinilai sejauh mereka adalah nilai-guna;
- Jika kita mengabaikan nilai-guna komoditi, maka yang terus melekat pada komoditi itu adalah satu kualitas, bahwa komoditi tersebut adalah produk dari kerja, (bukan) kerja manusia dalam bentuk konkret (melainkan) kerja manusia dalam bentuk abstrak:
- Jika kita menilai [komoditi] sebagai kristalisasi dari substansi sosial yang sama, maka substansi sosial itu adalah nilai;
- [Maka dari itu] sesuatu yang sama yang menampakkan dirinya dalam nilai-tukar komoditi adalah nilai komoditi itu sendiri (Wood, 2004:235).
Narasi ini jika dibagankan akan berbentuk berikut (Harvey, ibid., 26):
Bagan 1.
Singkatnya, apa yang secara esensial hendak dijelaskan Marx melalui teori Nilai ini adalah, ‘kondisi pertukaran ditentukan oleh kondisi produksi, yang pada analisa akhirnya tercermin pada harga produksi (dalam kasus normal serta kondisi persaingan bebas dan sempurna) yang ditentukan oleh jumlah kerja dan kondisi-kondisi teknikal yang digunakan untuk proses produksi, yang oleh Marx disebut sebagai komposisi organik dari kapital (organic composition of capital)’ (Dobb in Howard & King, 1976:134).
Kini saatnya kita mendiskusikan soal Bentuk Nilai (Value Form atau Form of Value). Seperti dikemukakan di atas, dalam seksi ini tujuan utama Marx adalah menjelaskan asal-usul bentuk uang (Harvey, op.cit., 30), sekaligus menunjukkan bahwa bentuk uang (money form) adalah bentuk yang paling maju atau bentuk tertinggi dari bentuk nilai (form of value) (Hiroyoshi, 2005:115). Dan untuk sampai ke bentuk uang, untuk bisa mengerti mengapa aktivitas kerja manusia mengambil wujud bentuk uang, dan bagaimana mekanisme itu bekerja, Marx melakukan empat tahapan perjalanan: pertama, bentuk nilai yang sederhana, terisolasi atau aksidental (The simple, Isolated, or Accidental Form of Value); kedua, bentuk nilai yang lebih luas (expanded form of value); ketiga, bentuk nilai yang umum (general form of value); dan terakhir bentuk uang (money form). Dengan memulai dari bentuk nilai yang sederhana, Marx sengaja menjauhkan dirinya dari kebiasaan kaum fisiokrat dan para pengritiknya yang belum apa-apa sudah mendiskusikan tema-tema yang rumit dan kompleks, sementara masalah yang paling sederhana belum juga dituntaskan (Marx, 1989:57).
Dalam tulisan ini, saya mengajak Anda untuk mendiskusikan tentang bentuk nilai yang sederhana. Tetapi walaupun menggunakan istilah sederhana, soalnya tidaklah sederhana. Seperti ditulis Marx dalam suratnya terhadap Engels, bentuk komoditi sederhana ini mengandung keseluruhan rahasia dari bentuk uang (Cleaver, 2000:139), sehingga pengungkapan bentuk nilai sederhana ini akan memecahkan rahasia bentuk uang tersebut. Marx memulai penjelasannya dengan memaparkan bentuk komoditi sederhana melalui pertukaran dua komoditi tunggal yang berbeda, melalui persamaan berikut:
(1) x commodity A = y commodity B, atau:
x commodity A setara (is worth) dengan y commodity B.
(20 yards linen = 1 jaket)
Mengapa Marx menggunakan contoh ini? Sebelumnya, Marx mengatakan bahwa komoditi terdiri atas dua aspek: nilai-guna dan nilai-tukar. Namun dalam pembahasan mengenai bentuk-nilai ini, ia mengatakan bahwa jika kita berbicara dalam pengertian yang ketat, maka komoditi sesungguhnya hanya mengandung dua aspek, yakni nilai-guna dan nilai. Tetapi, nilai ini tak mungkin bisa kita lihat atau sentuh pada satu komoditi tertentu yang terisolasi atau pada dirinya sendiri. Artinya, ketika kita melihat atau memiliki sepasang sepatu, maka yang pertama-tama kita ketahui dengan pasti adalah aspek naturalnya, yakni nilai-gunanya, bahwa sepasang sepatu tersebut berguna untuk melindungi kaki kita dalam berjalan atau dalam berlari.
Kita baru bisa mengetahui aspek nilai dari sepasang sepatu tersebut ketika ia dipertukarkan dengan nilai-guna barang yang lain. Nilai-guna barang yang satu dipertukarkan dengan nilai-guna barang lainnya, karena tanpa nilai-guna maka barang tersebut tidak bisa dipertukarkan atau diperjualkan. Karena, kata Marx, pada diri pemiliknya komoditi tidak memiliki nilai-guna; nilai-guna komoditi tersebut ditemukan pada orang lain, yakni pembelinya. Nah, dalam proses pertukaran itulah baru kita bisa mengetahui nilai dari komoditi, atau dengan kata lain, nilai terekspresikan atau termanifestasi melalui nilai-tukar. Dalam contoh Marx di atas, kita baru bisa mengetahui aspek nilai dari linen ketika ia dipertukarkan dengan jaket. Maka itu disebut, komoditi A menemukan ekspresinya yang independen serta manifestasinya yang konkret pada komoditi B. Dalam Capital, Marx mengatakan:
‘Linen mengekspresikan nilainya dalam jaket; jaket berperan sebagai bentuk material dari nilai yang diekspresikan. Komoditi pertama memainkan peran yang aktif, sementara komoditi kedua berperan pasif. Nilai komoditi pertama tercermin sebagai nilai relatif, dalam kata lain komoditi dalam bentuk nilai-relatif. Komoditi kedua memenuhi fungsinya yang ekivalen, dalam kata lain, komoditi dalam bentuk ekivalen’ (1990:139).[1]
‘Nilai relatif’ yang muncul dalam kalimat ini bermakna ‘sesuatu yang berhubungan dengan hal lain,’ bahwa komoditi ini (linen) adalah bentuk relatif dari nilai. Sementara, ‘ekivalen’ bermakna bahwa komoditi ini (jaket) adalah pembanding dari nilai komoditi pertama (linen). Hanya melalui proses inilah kita akan bisa mengetahui nilai dari linen, yaitu jika ia dihadapkan dengan jaket, sehingga jaket di sini disebut sebagai perwujudan dari nilai linen dan karenanya secara kuantitatif setara dengan jaket. ‘Karena itu,’ kata Marx,
‘di dalam hubungan-nilai, dimana jaket adalah ekivalen terhadap linen, bentuk dari jaket dianggap sebagai bentuk nilai (form of value). Nilai dari komoditi linen, dengan demikian terekspresikan melalui tubuh fisikal dari komoditi jaket, nilai yang satu melalui nilai-guna yang lain. Sebagai sebuah nilai-guna, linen adalah sesuatu dengan secara jelas berbeda dengan jaket; sebagai nilai, linen identik dengan jaket, dan dengan demikian tampak seperti jaket. Jadi, linen membutuhkan bentuk nilai yang berbeda dari bentuk naturalnya. Eksistensinya sebagai nilai termanifestasi dalam kesetaraannya dengan jaket…..’(Capital, 143).[2]
‘Dengan demikian, melalui hubungan-nilai, bentuk natural dari komoditi B menjadi bentuk-nilai dari komoditi A, dengan kata lain, tubuh fisikal dari komoditi B menjadi cermin bagi nilai komoditi A (Capital, 144).’ [3]
Berdasarkan pengertian ini, kini kita mengerti kenapa Marx menyebut nilai-tukar (exchange-value) sebagai bentuk nilai (form of value), karena nilai-tukar adalah bentuk yang tampak atau manifestasi dari nilai (Cleaver, 140).
Kini muncul pertanyaan, jika x commodity A = y commodity B apakah secara otomatis persamaan ini bisa dibalikkan atau dikontraskan? Marx menjawab: Tidak. Katanya, komoditi B tidak serta-merta menemukan ekspresi independen dan manifestasi yang konkret pada x komoditi A, atau y komoditi B tidak bisa secara otomatis menjadi bentuk relatif dari nilai dan x komoditi A menjadi bentuk ekivalen dari nilai (A <—– B). Ilustrasi berikut mungkin bisa memperjelas maksud ini: Andi (A) adalah suami dari Dina (B) (A = B). Tentu saja adalah benar jika kita katakan bahwa Dina (B) adalah istri dari Andi (A) (B = A), namun menjadi keliru total jika kita katakan bahwa Dina (B) adalah suami dari Andi (A) (A <—– B).[4] Karena itu, Marx mengatakan, ‘komoditi yang sama tidak bisa secara simultan muncul dalam dua bentuk dimana ekspresi nilainya sama’ (Capital, 140). Kecuali persamaannya menjadi:
(2) y komoditi B = x komoditi A
dimana y komoditi B menjadi bentuk relatif dari nilai, sementara x komoditi A menjadi bentuk ekivalen dari nilai.
Bentuk Nilai Sederhana dan Perjuangan Kelas
Dalam pembahasan mengenai bentuk-nilai ini, Marx betul-betul mendemonstrasikan konsistensinya pada metodenya sendiri. Di sini ia mengatakan, seperti pada nilai-guna dan nilai-tukar yang memiliki hubungan dialektis, yakni menyatu tapi sekaligus bertentangan (unity of the opposites), demikian juga dengan bentuk relatif dan bentuk ekivalen ini. Coba simak pernyataan Marx yang saya kutip agak panjang ini,
‘Bentuk relatif dan bentuk ekivalen dari nilai adalah dua momen yang tak terpisahkan, yang saling meliputi dan melengkapi satu sama lain; tetapi pada saat yang sama keduanya berhadapan secara eksklusif atau bertentangan secara ekstrim satu dengan yang lainnya, yakni ekspresi nilai yang bertentangan. Mereka selalu dipisahkan dalam dua komoditi yang berbeda yang dibawa ke dalam hubungan satu sama lain melalui ekspresinya. Saya tidak bisa, sebagai contoh, mengekspresikan nilai linen dalam linen. 20 yards linen = 20 yards linen dengan demikian bukan sebuah ekspresi nilai. Persamaan itu malah mengatakan hal sebalilknya: 20 yards linen tidak menununjukkan apa-apa kecuali 20 yards linen itu sendiri, sebuah jumlah tertentu dari linen yang dinilai sebagai sebuah obyek yang berguna. Nilai dari linen, dengan demikian, hanya bisa diekspresikan secara relatif, yakni pada komoditi yang lain. Bentuk relatif dari nilai linen, dengan demikian, mengandaikan komoditi lainnya yang bertentangan dalam bentuk ekivalen. Dengan kata lain, komoditi yang lain yang berbentuk ekivalen ini, tidak bisa secara simultan menjadi bentuk relatif dari nilai. Ia bukanlah komoditi yang kedua, yang nilainya diekspresikan.. Ia hanya menyediakan bentuk material dimana nilai dari komoditi pertama terekspresikan,’ (Capital, 139-40).[5]
Untuk mengerti kutipan ini, mengacu pada contoh linen dan jaket, maka keduanya adalah produk yang berguna, yang diproduksi oleh kerja berguna (kerja konkret) yang terpisah satu sama lain. Tetapi, dalam hubungan pertukaran, kita lihat bahwa linen adalah bentuk relatif, sementara jaket adalah bentuk ekivalen, dimana kita hanya akan bisa mengetahui nilai dari linen melalui nilai-guna dari jaket dan karena itu keduanya tidak terpisahkan. Dalam bahasa Marx, komoditi A (bentuk relatif) ‘menyebabkan nilai-guna B berwujud material melalui nilainya sendiri yang terekspresikan’ (Capital, 144).
Tetapi, jika kita memahami topik ini secara apa adanya, maka yang kita temukan betapa Marx telah bertindak layaknya seorang akuntan: Anda dan saya sama-sama memiliki barang yang berguna dan kita bersepakat untuk mempertukarkannya. Saya menemukan nilai-guna pada barang yang Anda miliki, dan Anda menemukan nilai dari barang Anda melalui barang yang saya miliki. Persoalan selesai. Jika begini ceritanya, maka kita akan gagal dalam memahami maksud awal Marx ketika menulis Capital, yakni sebagai usaha untuk memahami bagaimana corak produksi kapitalis (capitalist mode of production) ini bekerja. Oleh karena itu, pembahasan kita mengenai topik ini harus ditempatkan dalam kerangka yang dimaksudkan Marx itu sendiri. Ini berarti, ketika kita membaca bentuk-nilai yang sederhana, kita mesti melihat bahwa pertukaran komoditi linen dan jaket ini esensinya adalah pertukaran antara dua kerja abstrak yang memproduksi linen dan jaket (lihat bagan 2). Nah, dalam kapitalisme, kita tahu bahwa komoditi tidak dimiliki oleh buruh (bahkan buruh itu sendiri telah menjadi komoditi), tetapi oleh kapitalis. Artinya, ketika si kapitalis memperjualbelikan komoditi (dalam contoh ini linen dan jaket), maka ia sesungguhnya tengah memperjualbelikan kerja abstrak yang dimiliki buruh yang memproduksi linen dan jaket tersebut.
Bagan 2:
Sumber: Milios, Dimoulis, Economakis, p. 25
Apa artinya ini dengan hukum kesatuan yang saling bertentangan di antara bentuk relatif dan bentuk ekivalen yang dikemukakan Marx di atas? Dalam konteks bentuk-nilai, ketika buruh menjual tenaga kerjanya kepada kapital, maka posisi buruh di sini adalah bentuk relatif dari nilai, sementara kapital adalah bentuk ekivalen dari nilai. Dalam sistem produksi kapitalis, keberadaan kedua kelas ini saling membutuhkan sekaligus saling bertentangan. Seperti nilai-guna barang yang sama tidak bisa saling dipertukarkan, demikian juga keberadaan kedua kelas ini tidak bisa eksis jika satu di antara keduanya lenyap. Kelas buruh ada karena ada kelas kapitalis, jika tidak ada kelas buruh maka tidak akan ada kelas kapitalis. Tapi keduanya sekaligus saling bertentangan, karena buruh hanya memiliki tenaga kerja yang dijualnya kepada si kapitalis yang memiliki alat-alat produksi. Buruh kepentingannya adalah menuntut upah setinggi-tingginya, sementara si kapitalis kepentingannya adalah menekan upah serendah-rendahnya. Karena itu, meminjam parafrase Marx, dalam hubungan antara buruh dan kapital ini, tidak serta merta kapital kemudian menjadi buruh atau kapital otomatis menjadi bentuk relatif dan buruh menjadi bentuk ekivalen. Dalam bahasa yang lebih lugas, dalam hubungan itu, kapital tidak otomatis menjual tenaga kerjanya kepada buruh dan memperoleh pendapatan dari upah yang dibayarkan oleh buruh kepadanya. Atau seorang buruh yang kaya mendadak karena memenangkan undian berhadiah milyaran, tidak serta-merta posisi atau statusnya berubah menjadi kapitalis.
Sampai di sini, kita lihat keunikan dan kekuatan teori tentang bentuk nilai (value form) dalam bentuknya yang sederhana. Pada teori nilai, Marx mengajak kita untuk bertamasya dari analisa yang memfokuskan diri pada hubungan pertukaran menuju ke analisa hubungan produksi. Ia menunjukkan bahwa pertukaran di antara barang-barang di pasar pada esensinya merupakan penampakkan atau ekspresi dari hubungan pertukaran di antara para produsen barang-barang tersebut di sektor produksi. Melalui teori nilai, Marx mengatakan bahwa kita tidak akan bisa mengerti dengan baik apa itu kapitalisme, bagaimana cara bekerjanya, bagaimana proses eksploitasi yang berlangsung, jika kita hanya mengubek-ubek mekanisme pasar (distribusi, pertukaran, dan konsumsi).
Sementara pada seksi bentuk nilai ini, Marx melangkah dari hubungan produksi (nilai/esensi) menuju ke hubungan pertukaran (bentuk nilai/penampakkan). Melalui pergerakan metodologis dari dalam ke luar ini, Marx menunjukkan bahwa bentuk relatif dan bentuk ekivalen dari nilai adalah cerminan dari perjuangan kelas antara kelas buruh dan kelas kapitalis.
¶
Bersambung ……
Penulis beredar di twitterland dengan id @coenpontoh
Kepustakaan:
Allen W. Wood, Karl Marx, Routledge, 2004.
David Harvey, A Companion To Marx’s Capital, Verso, London, 2010.
Fred Moseley (ed.), Marx’s Method in Capital A Reexamination, Humanities Press, New Jersey, 1993.
Harry Cleaver, Reading Capital Politically, AKPress, 2000.
Hayashi Hiroyoshi, Marx’s Labor Theory of Value A Defense, iUniverse, Inc, 2005.
John Milios, Dimitri Dimoulis, George Economakis, Karl Marx and the Classics An Essay on Value, Crises and the Capitalist Mode of Production, Ashgate Publishing Limited, 2002.
Michael Heinrich, An Introduction to the Three Volumes of Karl Marx’s Capital, Monthly Review Press, NY, 2012.
Karl Marx, Capital Volume I, Penguin Books, 1990.
————, A Contribution to the Critique of Political Economy, International Publisher, NY, 1989.
M.C. Howard and J.E. King, The Economics of Marx selected readings of exposition and criticism, Penguin Books, 1976.
[1] Kutipan aslinya: ‘The linen expresses its value in the coat; the coat services as the material in which the value is expressed. The first commodity plays an active role, the second is passive one. The value of first commodity is represented as relative value, in other words the commodity is in the relative form of value. The second commodity fulfils the function of equivalent, in other words it is in the equivalent form.’
[2] Kutipan aslinya: ‘Hence, in the value-relation, in which the coat in the equivalent of the linen, the form of the coat counts as the form of value. The value of the commodity linen is therefore expressed by the physical body of the commodity coat, the value of one by the use-value of the other. As a use-value, the linen is something palpably different from the coat, as value, it is identical with the coat, and therefore looks like the coat. Thus the linen acquires a value-form different from its natural form. Its existense as value is manifested in its equality with the coat,….’
[3] Kutipan aslinya: ‘By means of the value-relation, therefore, the natural form of commodity B becomes the value-form of commodity A, in other words the physical body of commodity B becomes a mirror for the value of commodity A.’
[4] Uraian yang lebih detail mengenai soal ini dikemukakan oleh Christopher J. Arthur, ‘Money and the Form of Value,’ dalam Riccardo Bellofiore and Nicola Taylor (ed.), The Constitution of Capital Essays on Volume I of Marx’s Capital, Palgrave MacMillan, 2004, p. 38-39.
[5] Kutipan aslinya: ‘The relative form of value and the equivalent form are two inseparable moment, which belong to and mutually condition each other; but at the same time exclusive or opposed extremes, i.e. poles the expression of value. They are always divided up between the different commodities brought into relation with each other by that expression. I cannot for example, express the vulue of linen in linen. 20 yards of linen = 20 yards of linen is not an expression of value. The equation states rather the contrary: 20 yards of linen are nothing but 20 yards of linen, a definite quantity of linen considered as an object of utility. The value of the linen can therefore only be expressed relatively, i.e in another commodity. The relative form of value of the linen therefore presupposes that some other commodity confronts it in the equivalent form. On the other hand, this other commodity which figures as the equivalent, cannot simultaneously be in the relative form of value. It is not the latter commodity whose value is being expressed. It onli provided the material in which the value of the first commodity is expressed.’