Performa Ekonomi Venezuela dalam 10 Tahun Kepemimpinan Hugo Chavez
SEKITAR dua dekade setelah keruntuhan Uni Soviet, nyaris tak terdengar suara yang menantang liberalisme ekonomi yang lantas menjadi kekuatan dominan. Sosialisme dipandang tak relevan. Peran negara dalam ekonomi menjadi ajaran usang yang identik dengan inefisiensi serta performa ekonomi yang buruk.
Tapi belakangan, ketika krisis finansial global yang bermula dari AS melanda dunia, banyak mata mulai terbuka. Bahwa liberalisme ekonomi belumlah pantas mengenakan mahkota kemenangan. Buktinya, prestasi pertumbuhan ekonomi selama puluhan tahun bisa lenyap begitu saja. Meninggalkan warisan utang trilyunan dolar AS serta jutaan pengangguran di Amerika Serikat – kiblatnya tata ekonomi pasar bebas.
Ternyata, “swasta juga manusia.” Sekarang, pemerintah AS yang justru mengambil semua peran untuk merangsang kembali geliat ekonomi di AS. Ekonom Nouriel Roubini – yang pertama kali mengingatkan tentang ancaman trilyunan dolar AS kredit macet perumahan di negerinya Barack Obama itu – berpendapat, kalau mau konsekuen dengan sistem ekonomi pasar bebas mestinya biarkan saja terjadi kebangkrutan swasta di sana.
Prestasi ekonomi kaum liberal bagaimanapun banyak terbantu oleh media. Melalui analisis para ekonom pro-pasar bebas, media turut terbuai dengan angka-angka statistik pertumbuhan ekonomi sejumlah negara yang mengadopsi sistem ini. Sisi-sisi fundamental pembangunan seperti angka kemiskinan serta utang luar negeri yang terus membengkak seringkali diabaikan.
Terhadap negara seperti Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo Chavez yang terang-terangan mengaku berada di jalur sosialisme, media seringkali hanya memunculkan stereotip. Anti-pasar, anti-swasta, korup dan sebagainya. Seolah mustahil, pembangunan ekonomi dengan peran aktif negara mampu menunjukkan performa di atas rata-rata.
Namun, mencermati lebih dekat pembangunan Venezuela selama 10 tahun Hugo Chavez berkuasa, maka kebanyakan kita mungkin harus terbiasa sangsi terhadap hingar-bingar berbagai berita ekonomi sejumlah media ‘mainstream’ yang selama ini membius kita:
Hugo Chavez terpilih sebagai presiden Venezuela pada bulan Desember 1998 dan menjabat secara efektif sejak Februari 1999. Prestasi ekonominya mulai menanjak sejak kuartal pertama tahun 2003, terutama setelah ia berhasil menguasai penuh pengolaan minyak dan gas di negerinya. Bulan April 2002, karena inisiatifnya untuk membongkar praktek manipulasi dan inefisiensi migas di PDVSA (Pertamina-nya Venezuela), Chavez sempat dikudeta oleh para lawan politiknya yang didukung AS. Namun, karena tuntutan rakyat, ia kembali ke Istana Miraflores hanya dalam waktu kurang dari tiga hari.
Sejak saat itu, Chavez melakukan konsolidasi dan memastikan penguasaan negara atas aset-aset strategis. Mulai dari minyak dan gas, pabrik baja hingga ke perbankan. Langkah-langkah nasionalisasi dilakukan dengan menempatkan penguasaan negara minimal 60 persen di berbagai proyek dan perusahaan yang dulu sempat mengalami “privatisasi”.
“Nasionalisasi” ala Chavez, sesungguhnya bukanlah pengambil-alihan secara membabi-buta. Yang terjadi adalah, negara membeli kembali saham-sahamnya dengan “harga pasar”. Ini menjelaskan mengapa tak banyak terjadi resistensi terhadap kebijakan tersebut. ExxonMobil yang sempat mempersoalkan terbukti kalah dalam arbitrase internasional di London tahun 2008 lalu.
Sejak Chavez berkuasa aset fisik PDVSA bertumbuh dari 50 milyar dolar AS menjadi 71 milyar dolar AS, yang diperoleh terutama dari ekspolasi dan produksi serta pendirian perusahaan patungan dengan berbagai perusahaan minyak dunia wilayah minyak mereka Orinoco Belt. Tahun 2008 saja, PDVSA membawa keuntungan hingga 9,4 milyar dolar AS atau naik 50% dari tahun sebelumnya. Yang mengesankan, kontribusi langsung PDVSA terhadap pembangunan nasional adalah 53 milyar dolar AS pada tahun 2008 atau meningkat 9 milyar dolar AS dibandingkan tahun sebelumnya.
Seperti sudah dijelaskan, pembangunan ekonomi Venezuela memang awalnya didorong oleh keberhasilan mereka dalam menguasai kembali minyak dan gas bumi. Sejak kuartal pertama 2003 hingga kuartal kedua 2008, pertumbuhan ekonomi Venezuela secara total telah bertumbuh 94,7% atau dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 13,5% (lihat data-data yang disajikan Center for Economic and Policy Reform yang berbasis di Washington DC, Februari 2009, dalam “The Chávez Administration at 10 Years: The Economy and Social Indicators”). Sebuah angka fantastis dibandingkan dengan negara manapun!
Namun demikian, bukan berarti Venezuela sepenuhnya bergantung pada minyak. Bahkan pada tahun 2005-2007 pertumbuhan di sektor minyak sesungguhnya negatif. Sementara di tahun 2004, pertumbuhan sektor non-minyak pun ternyata sudah bergerak lebih cepat dibandingkan sektor minyak. Ini berarti bahwa keuntungan yang diraih dari sektor migas telah didistribusikan secara merata untuk “menggenjot” pembangunan di sektor-sektor lain.
Selama sepuluh tahun Chavez berkuasa, pertumbuhan ekonomi terbesar justru terjadi di sektor keuangan dan asuransi yang total bertumbuh 258,4% atau rata-rata 26,1% per tahun; Lalu konstruksi yang bertumbuh 159,4% atau 18,9% per tahun; Perdagangan dan jasa (total 152,8% atau 18,4% per tahun); Transportasi dan penyimpanan (104,9% atau 13,9% per tahun), serta; Komunikasi (151,4% atau 18,3% per tahun). Terakahir, sektor manufaktur bertumbuh total 98,1% atau 13,2% per tahun.
Yang menarik adalah fakta bahwa meskipun peran negara terlihat begitu dominan di masa Chavez, namun pertumbuhan sektor swasta nyatanya lebih cepat dibandingkan sektor publik. Sebagai contoh di tahun 2004, swasta bertumbuh 17,2% sementara sektor publik bertumbuh 12.5%. Hanya di tahun 2008 sektor publik merajai di tiga kuartal pertama (18,8%) dibandingkan sektor swasta (0,2%), terutama ketika berita tentang krisis global sudah mulai melanda dunia. Artinya, Chavez bukanlah pemimpin maniak yang anti swasta. Swasta tentu boleh berperan, namun dalam kerangka yang dibatasi oleh negara untuk memastikan terjadinya keadilan dan pemerataan.
Inflasi dua digit sebesar 31,4% memang masih merupakan masalah di Venezuela. Namun angka ini sesungguhnya merupakan perbaikan dibandingkan masa pra-Chavez. Di samping itu, dalam setengah tahun terakhir di 2008 (dengan menggunakan pengukuran rata-rata 3 bulan) terlihat adanya penurunan yang diperkirakan akan berlanjut karena tekanan deflasi dunia akibat krisis global saat ini.
Prestasi besar terlihat juga dalam penanganan utang negara yang menurun dari 30,7% dari PDB menjadi tinggal 14,3%. Utang luar negeri bahkan menurun lebih tajam lagi, dari 25,6% dari PDB menjadi tinggal 9,8%. Hal yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh Chavez untuk lepas dari ketergantungan dan “pendiktean” kebijakan ekonomi para krediturnya.
Di luar angka-angka statistik pertumbuhan ekonomi, pembangunan di bawah Chavez memiliki dampak nyata bagi penyelesaian berbagai masalah sosial. Angka kemiskinan terpangkas lebih dari setengahnya, dari 54% pada paruh pertama 2003 menjadi 26% di akhir 2008. Angka kemiskinan absolut pun berkurang lebih besar lagi, yaitu 72%. Sementara dalam hitungan satu dekade, persentase kemiskinan berkurang sebanyak 39% dan kemiskinan absolut berkurang lebih dari 50%.
Perhitungan angka kemiskinan ini pun hanya dengan mengukur penghasilan tunai dan belum lagi menghitung keuntungan yang diperoleh karena meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Ketimpangan atau ketidakadilan yang diukur berdasarkan Indeks Gini juga telah mengalami penurunan secara subtansial, yaitu 41 di tahun 2008 berbanding 48,1 (2003) dan 47 (1999). Sejak tahun 1998 hingga 2006, angka kematian bayi telah menurun hingga sepertiga. Sementara angka dokter dan perawat utama untuk sektor publik meningkat 12 kali lipat selama periode 1999-2007, dari 1.628 menjadi 19.571 yang siap memberikan pelayanan bagi jutaan orang yang tadinya belum pernah mendapatkan akses kesehatan.
Di bidang pendidikan, khususnya pendidikan dasar, kenaikan anak-anak usia 5 hingga 14 tahun yang mampu bersekolah naik hingga 8,6% atau setara dengan setengah juta anak-anak. Untuk sekolah lanjutan, kenaikannya mencapai 14,7% untuk usia 15 hingga 19 tahun atau sekitar 400.000 anak didik. Sementara akses pendidikan tinggi, kenaikannya mencapai 86% dengan membandingkan antara periode 1999-2000 dan 2006-2007. Sementara estimasi untuk periode 2007-2008, jika dibandingkan 1999-2000, kenaikannya bisa mencapai 138%!
Tahun 1998, 80% masyarakat Venezuela memiliki akses terhadap air bersih dan 62% dapat mengakses sanitasi. Tahun 2007, akses masyarakat terhadap air bersih telah menjadi 92% dan 82% untuk sanitasi. Secara rata-rata, empat juta rakyat Venezuela kini bisa mendapatkan air minum dan lima juta rakyat dapat mengakses sanitasi.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja pun terlihat prestasi yang amat menonjol. Angka pengangguran jatuh dari 11,3% satu dekade sebelumnya menjadi tinggal 7,8%. Saat ini terdapat 2,9 juta pekerjaan lebih banyak dibandingkan tahun 1998. Dari segi kualitas kerja, terjadi peningkatan sebesar 51,8% angkatan kerja yang bekerja di sektor formal dibandingkan 45,4% di tahun 1998. Pun pertumbuhan lapangan kerja di sektor swasta (30,6%) maupun publik (47,2%) sama-sama berhasil melampaui pertumbuhan angkatan kerja dalam satu dekade terakhir.
Jumlah mereka yang bekerja (dibandingkan dengan angkatan kerja) meningkat secara tajam sejak Chavez menguasai migas di tahun 2003 hingga 2008, yaitu dari 80,8% menjadi 92,2%. Jika diukur sejak 1999, angkanya lebih kecil, namun tetap meningkat menjadi 88,7%. Angka ini senantiasa konsisten dengan pengurangan angka kemiskinan jika dilihat dari pendapatan tunai.
Jaminan sosial bagi lansia, janda, yatim-piatu serta penyandang cacat juga meningkat pesat di masa Chavez. Program-programnya memberikan kenaikan manfaat sebesar dua kali lipat dibandingkan 1998, dari 1,7% menjadi 4,4%. Ini baru namanya ekonomi kerakyatan!
Banyak pihak sempat ketar-ketir ketika harga minyak turun 70% awal tahun 2009 ini dibandingkan harga tertingginya di bulan Juli 2008. Sebab, jika harganya berada di bawah 45 dolar AS per barrel (untuk minyak Venezuela) Venezuela akan mulai mengalami defisit dalam anggaran belanjanya. Namun, dengan cadangan devisa mencapai 82 milyar dolar AS, Venezuela bisa tetap membiayai defisit anggarannya bahkan hingga 2 tahun ke depan. Namun, akhir Mei 2009 ini saja, harga minyak Venezuela telah kembali bertengger di 61 dolar AS per barrel.
Apapun situasinya, dengan investasi besar-besar di sektor non-migas, Venezuela telah berada di jalur yang tepat. Prestasinya sungguh mengagumkan di tengah-tengah krisis yang tengah melanda dunia saat ini. Sebuah bukti bahwa “sosialisme Chavez” ternyata lebih banyak membawa manfaat, bagi perekonomian nasional dan terutama bagi rakyatnya sendiri. Kiranya kita semua dapat membuka mata, bercermin dari pengalaman pemimpin visioner seperti Chavez.***
Wandy Nicodemus Tuturoong