Ilustrasi: Illustruth
SALAH besar ketika orang percaya Elon Musk bakal memperjuangkan kebebasan berbicara setelah membeli Twitter. Selain karena pembual profesional, komitmen Musk terhadap marketplace of ideas atau ‘pasar ide’–konsep yang menyatakan bahwa gagasan bisa diterima karena unggul dari yang lain, bukan karena praktik sensor (penerjemah)–juga patut diragukan karena dia membungkam para pegawainya agar tidak bicara ke publik dan melarang mereka mengekspresikan pesan pro-serikat.
Tidak ada orang yang lebih bersemangat berdagang gagasan bahwa Elon Musk adalah pembela free-speech selain, tentu saja, Musk sendiri. Musk membingkai keterlibatannya di platform media sosial tersebut sebagai upaya mempertahankan prinsip itu, dan baru-baru ini me-retweet tajuk satir yang berkata, “mengancam kebebasan berbicara di Twitter dengan benar-benar membebaskan orang berbicara.”
Dikabarkan Musk memberi tahu staf bahwa dia ingin platform tersebut menjadi “alun-alun kota digital” dengan cara “mewakili orang-orang dengan beragam pandangan bahkan jika kami (Twitter) tidak setuju dengan pandangan itu.” Musk juga telah menghidupkan kembali serangkaian akun reaksioner yang sebelumnya terkena suspensi, termasuk Jordan Peterson, Project Veritas, dan Donald Trump.
Namun semakin jelas bahwa komitmen CEO Tesla terhadap kebebasan berbicara hanya sejauh keberpihakan politiknya sendiri. Pada saat yang sama ketika bermain-main dengan figur sayap Kanan beracun dan memberikan suara kembali ke mereka, Musk melarang serangkaian akun Kiri–tampaknya karena desakan dari pihak beracun yang sama.
Salah satunya adalah CrimethInc Ex-Workers’ Collective, sebuah kelompok anarkis yang menerbitkan dari mulai buku sampai siniar mengenai berbagai macam isu yang akrab dengan mata dan telinga pembaca Kiri. Dalam pernyataan Jumat pekan lalu, kelompok tersebut menguraikan bagaimana mereka tiba-tiba dilarang dari Twitter setelah 14 tahun bercuit tanpa peringatan atau penangguhan sekali pun. Di pagi hari ketika akun dilarang, mereka menerima surel dari Twitter yang menyatakan bahwa seseorang di Jerman menyampaikan keluhan dan platform telah melakukan investigasi. Namun mereka menemukan “itu tidak melanggar aturan Twitter… atau hukum Jerman.”
Fenomena penangguhan dadakan akun-akun Kiri di Twitter bukan hal baru. Tetapi yang membuatnya lebih mengganggu adalah bahwa hal tersebut segera terjadi setelah muncul perbincangan antara Musk dan influencer sayap Kanan Paul Ray Ramsey–yang pernah berbicara di konferensi yang sama dengan neo-Nazi Richard Spencer. Unggahan Ramsey tentang Twitter “membasmi akun pedofil” mendorong Musk untuk mendesak bloger video itu melaporkan “apa pun yang Twitter harus urus.”
Dia juga bercakap-cakap dengan troll sayap Kanan yang terkenal sangat anti-antifa bernama Andy Ngo. Ngo mengatakan kepada Musk bahwa sejumlah besar akun Antifa yang beroperasi di Twitter berperan sebagai provokator kekerasan. Dia dan sang CEO Twitter kemudian melanjutkan diskusi tentang betapa pentingnya melaporkan dan menghentikan akun-akun seperti itu. Percakapan itu berakhir ketika Ngo menyoroti CrimethInc yang menurutnya mencoba “meradikalisasi masyarakat menjadi kriminal militan” dengan merujuk beberapa cuitan, termasuk zine tentang memecahkan jendela dan “efektivitas vandalisme politik”. Dalam waktu beberapa jam, akun CrimethInc terkena penangguhan.
Ini bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Seorang jurnalis, Steven Monacelli, mendokumentasi beberapa penangguhan yang menimpa sejumlah akun Kiri, termasuk Elm Fork John Brown Gun Club (EFJBGC), kelompok sayap kiri bersenjata yang sering kali menghadiri acara-acara LGBTQ yang bakal didatangi kelompok Kanan (termasuk yang bersenjata); Vishal Singh, jurnalis Kiri di California yang mengulas pergerakan sayap Kanan dan penegakan hukum; dan Chad Loder, ahli keamanan siber di Los Angeles yang menggunakan Twitter untuk membocorkan aktivitas ekstremis Kanan. Semua penangguhan ini terjadi hanya beberapa hari setelah Musk menyatakan “jelas” bahwa “tidak ada satu larangan permanen bahkan pada akun paling Kiri yang menyemburkan kebohongan.”
Seperti yang dilaporkan Micah Lee dari Intercept sesaat sebelum penangguhan ini–dan pada saat yang sama ketika Musk memulihkan akun beberapa tokoh yang benar-benar keji, seperti misoginis profesional Andrew Tate–orang yang memproklamirkan dirinya sendiri sebagai absolutis kebebasan berbicara itu masih belum memulihkan akun dari Distributed Denial of Secrets. Mereka adalah aktivis yang terkenal terutama karena “BlueLeaks”, mengungkapkan berbagai skandal penegak hukum AS dan terkena penangguhan tahun lalu di bawah larangan absurd Twitter tentang “konten yang diperoleh tanpa izin”–secara efektif merupakan larangan terhadap whistleblowing dan pelaporannya.
Seperti CrimethInc, semua akun ini dalam beberapa hal bertabrakan dengan Musk dan Kanan sesaat sebelum terkena penangguhan. Di akun alternatifnya, EFJBGC meminta perhatian dialihkan ke saluran Telegram sayap Kanan yang telah menyusun daftar berisi ribuan “akun antifa dan akun pengikut antifa” yang merencanakan “report spamming” agar mereka juga terkena penangguhan. EFJBGC resmi dilarang karena melanggar aturan Twitter tentang “perilaku kebencian” karena dua cuitan: satu mengatakan “every queer a riflethem” dan satunya lagi “@CBP mugging at gun point.”
Apa yang membuat ini sungguh keterlaluan adalah di antara akun-akun yang dianggap cocok untuk dipulihkan oleh Musk adalah Protect Texas Kids, sebuah kelompok homofobia yang mendesak orang untuk memprotes acara drag dan yang pendirinya menyerukan “mengumpulkan orang-orang yang berpartisipasi dalam acara Pride (festival LGBT, penerjemah).”
Sementara itu, Singh, pada hari penangguhannya, memposting tentang hubungan Ngo dengan beberapa pelaku kejahatan seksual di bawah umur. Sang ahli keamanan siber, Loder, memperingatkan dugaan pelanggaran data besar-besaran di Twitter dan menuduh perusahaan itu telah menutupinya dalam periode dua puluh empat jam yang sama saat akunnya ditangguhkan. Sebelumnya Loder pernah terkena ban setelah mengirim serangkaian cuitan yang menantang klaim Musk bahwa akun sayap Kiri tidak menghadapi penangguhan melainkan hanya untuk dipulihkan–sebelum kemudian segera ditangguhkan lagi.
Tidak jelas berapa banyak dari ini yang merupakan cerminan dari kecenderungan politik Musk yang sebenarnya. Bagaimanapun, setelah membuat klaim yang cukup meragukan bahwa Twitter “memiliki bias sayap Kiri yang kuat,” Musk sekarang tampaknya telah memutuskan bahwa gantinya adalah menguatkan bias sayap Kanan.
Juga tidak jelas seberapa besar sensor anti-Kiri ini disebabkan oleh Musk secara pribadi. Tetapi, selain interaksi dengan reaksioner yang mendorong menekan kelompok yang secara politik berseberangan, kita mengetahui bahwa tim moderasi konten Twitter terang-terangan diperintahkan untuk mengaktifkan kembali outlet satir konservatif Babylon Bee–pelarangan merekalah yang pertama kali membuat Musk berpikir untuk membeli Twitter–beberapa jam setelah Musk jadi bos sosial media itu. Kami juga tahu bahwa minggu lalu Musk mengabarkan para pekerjanya bahwa dewan moderasi konten akan dirancang murni bersifat penasihat, dan bahwa dia akan “bersikap setuju atau tidak sama sekali.” Ini menandakan bahwa Musk akan melakukan pemantauan yang lebih ketat mengenai masalah penyensoran.
Solusi Palsu
Musk itu tolol–itu sudah jelas dari apa yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi bukan di sana masalahnya.
Masalah sebenarnya adalah, dalam masyarakat dan sistem ekonomi yang kita bikin, orang goblok mampu mengambil alih sumber daya publik yang kritis seperti Twitter dengan seenaknya asalkan dia kaya raya dan diizinkan oleh sistem buatan tersebut, sehingga orang itu dapat merakit ulang cara kerja sebuah platform dan menyaring informasi hanya yang diinginkannya saja.
Inilah mengapa suara haluan Kiri tidak hanya memperingatkan tentang bahaya penyensoran berlebihan pada platform sebesar itu. Dengan adanya perubahan kepemilikan, bias individu dan human error, semuanya bisa menjadi sasaran penindasan. Kaum Kiri juga menyerukan kepemilikan publik, atau setidaknya regulasi yang lebih baik dari negara, untuk platform seperti Twitter yang jelas telah menjadi bagian kehidupan, untuk memberikan sedikit kontrol demokratis dan menyelamatkan kita dari keinginan miliarder yang tidak menentu.
Ada beberapa jalur lain yang tidak begitu menjanjikan. Beberapa telah meninggalkan Twitter sebagai protes dan bergabung dengan platform alternatif yang katanya “terdesentralisasi” seperti Mastodon, di mana penggunanya dapat membuat server sendiri dan dengan aturan khusus yang juga dirancang sendiri. Namun ini berpotensi mengulang situasi seperti dengan Musk dalam skala yang lebih kecil. Hal ini baru saja dialami grup anti perang Code Pink. Mereka terkena larangan dari server Mastodon oleh seorang moderator yang telah “menerima laporan bahwa organisasi tersebut berafiliasi dengan kelompok-kelompok tidak disukai” dan dianggap “berpotensi kontroversial.”
Musk sekarang menghadapi perlawanan dari para pengiklan. Apple, salah satu di antaranya, menurut Musk “mengancam akan menahan” memajang aplikasi dari App Store, sebuah pukulan yang jika benar akan cukup fatal untuk Twitter. Secara teori, hal ini dapat memaksa perubahan kebijakan bahkan memaksa Musk mundur. Tapi memangnya kita mau peraturan platform sosial media didikte oleh perusahaan-perusahaan besar yang juga tidak bertanggung jawab, yang dalam kasus Apple adalah memaksa perubahan kebijakan semata karena mereka tidak suka?
Musk memang pantas dikritik karena hanya memulihkan akun sayap Kanan, namun patut dicatat pula bahwa sejumlah larangan ini tampaknya tidak didorong olehnya tetapi pengguna sayap Kanan yang mempermainkan sistem moderasi Twitter. Meskipun harus ada semacam sistem untuk menangani akun-akun yang menyalahgunakan dan melecehkan pengguna lain, harus diingat pula bahwa tanpa tindakan pengamanan yang tepat atau tim manusia yang cukup besar, kebijakan yang seolah-olah dimaksudkan untuk menjaga keamanan pengguna dapat dengan mudah diakali oleh aktivis sayap Kanan untuk menekan Kiri. Jika apa yang terjadi sekarang tidak mampu menunjukkan bahwa itu merupakan ide buruk, maka jelaslah betapa bodohnya Musk yang dilaporkan berencana mengotomatiskan sepenuhnya sistem pengawasan konten Twitter.
Hebatnya, terlepas dari semua ini, wacana liberal seputar dukungan Musk atas Twitter terus dibingkai dengan cara yang dia sukai: tentang dia sebagai jawara free-speech yang terlalu bersemangat. Hujan kritik liberal yang menyesatkan memberi Musk perlindungan persis seperti yang ia inginkan, meyakinkan orang biasa bahwa dia benar-benar berjalan di atas rel kebebasan bependapat dan membiarkannya terus bercuit omong kosong yang hanya membesar-besarkan namanya seperti, “Ini adalah pertempuran untuk masa depan peradaban. Jika kebebasan berbicara hilang, bahkan di Amerika, hanya tirani yang merajai masa depan.”
Namun tirani sudah ada di sini, sekarang, sebagian besar berkat sosok Elon Musk sendiri dan bentuk masyarakat yang membiarkan orang-orang kaya mempermainkan properti publik sebagai tempat bermain. Perlu ada diskusi mengenai bagaimana tepatnya mencapai keseimbangan yang rumit antara melindungi kebebasan berekspresi di platform media sosial dan memberikan pengguna pengalaman yang aman dan menyenangkan. Tapi untuk membicarakan itu semua, pertama-tama kita harus merebut kendali lapangan publik digital ini dari penipuan miliarder seperti Elon Musk.
Artikel ini terbit pertama kali di Jacobin pada 29 November 2022 dengan judul Elon Musk, “Free Speech Absolutist,” Has Launched a Crackdown on Left-Wing Twitter Accounts.
Branko Marcetic, staf Jacobin dan penulis buku Yesterday’s Man: The Case Against Joe Biden (2020)