Busono Wiwoho: Doktor “Kiri” UGM yang (Pernah) Dihapus Sejarah

Print Friendly, PDF & Email

Ilustrasi: Ilustruth


HURU-HARA politik di paruh kedua tahun 1965 turut berdampak pada kehidupan akademik kampus-kampus di Indonesia. Demi menangkap semua yang dicurigai dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam operasi pemulihan stabilitas nasional yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, militer bekerja sama dengan berbagai organisasi sipil. Di lingkungan perguruan tinggi, kaki tangan tentara yang menyisir mahasiswa, dosen, dan pejabat yang dicurigai terpapar komunisme adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). 

Di Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu kampus terbesar, terjadi “pembersihan” terhadap dosen dan mahasiswa yang dinilai berafiliasi dengan PKI lewat berbagai surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh rektor. Kita tahu PKI dituduh bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan beberapa jenderal Angkatan Darat waktu itu. Salah satu yang ditangkap dan sempat dihapus dari sejarah adalah dosen Fakultas Psikologi, Busono Wiwoho. Dia masuk “daftar hitam” hanya karena aktif dalam Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang dianggap kiri.

Busono dan istrinya, Heryani, ditangkap di Blora pada 22 November 1965 oleh korps kehakiman dan tim dari pengadilan negeri. Busono menjadi tahanan politik di penjara Wirogunan Yogyakarta, sedangkan Heryani menjalani hukuman di penjara wanita Kamp Plantungan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Mereka berdua dikategorikan sebagai golongan B, yang dianggap terlibat secara tidak langsung dalam pemberontakan.


Biografi Singkat

Busono Wiwoho adalah anak keempat dari delapan bersaudara yang lahir di Bojonegoro pada 22 November 1923. Ia menempuh pendidikan dasar di Hollands Inlandsche School (HIS) Blora. Selanjutnya Busono menempuh sekolah menengah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Salatiga. Ia lantas melanjutkan di Hollandsch Inlandsche Kweek School (HIK), sekolah calon guru untuk pribumi di Yogyakarta. Ketika zaman Jepang, Busono melanjutkan pendidikan di Kottoo Shihan Gakko, sekolah tinggi guru di Pegangsaan Timur 17 Jakarta.

Busono mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa fakultas hukum saat UGM untuk pertama kalinya membuka penerimaan pada 1949. Satu tahun berjalan, ia mendapatkan beasiswa ke Universitas Karel, Praha, Cekoslovakia. Busono sebenarnya ingin masuk keguruan, namun pada saat itu Cekoslovakia sangat membutuhkan banyak pendidik sehingga memprioritaskan jurusan tersebut untuk orang lokal. Dengan terpaksa Busono mengalihkan pilihan ke jurusan psikologi.

Lewat skripsi yang berjudul Pendidikan Massa di Indonesia dan Pedagogik, Busono meraih gelar sarjana psikologi pada1955. Setahun kemudian ia mendaftarkan diri sebagai dosen di Fakultas Pedagogik (Ilmu Pendidikan) UGM. Di situlah ia bertemu dengan Heryani dan menikah pada 9 Februari 1957.

Di sela-sela kesibukan mengajar, Busono juga berjuang menyelesaikan pendidikan doktoralnya sendiri. Di bawah bimbingan promotor Prof. Kurt Danziger, Busono akhirnya berhasil mendapatkan gelar doktor psikologi pada 17 Desember 1959.


Pembangkang yang Pendiam

Dari titel yang dipegang, tampak jelas bahwa Busono Wiwoho adalah pribadi yang tekun di bidang akademik. Ia juga terkenal disiplin, rajin, dan rapi. Hal itu bisa terlihat dari bagaimana ia mengatur kamarnya.

Busono juga sangat aktif dalam berorganisasi sejak muda. Laki-laki yang mempunyai hobi unik menyongket dan menyulam ini sejak sekolah sudah bergabung dengan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) yang bermarkas di Tugu Kulon Yogyakarta. Pada masa pasca-kemerdekaan, IPI berubah menjadi IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia). 

Walaupun suka bergaul dengan banyak orang di tiap acara organisasi, Busono terkenal sebagai pribadi tertutup dan pendiam. Dia sangat jarang bercanda. Beberapa kawan juga menyatakan bahwa Busono sangat jauh dari kehidupan asmara. 

Jiwa pemberani tertanam sejak Busono menjadi anggota IPI. Ia sangat aktif dalam gerakan protes dan menuntut hak kepada pemerintah. Pembangkangan demi pembangkangan pada otoritas ia lakukan untuk memperjuangkan keadilan. Pembangkangan besar pertamanya tak tanggung-tanggung: kepada pemerintah fasis Jepang. Karena aksi tersebut, Busono dan teman-temannya di IPI dihukum kerja di kaki Gunung Salak selama satu bulan.

Setelah masa kemerdekaan, pada Oktober 1945, ia pernah ikut Pemuda Pelopor membantu perjuangan Indonesia di wilayah Sumatra. Ketika itu, dalam Agresi Militer Pertama, Sekutu masih berhasrat menduduki Indonesia dengan dalih memulihkan ketertiban. Ia akhirnya ditangkap Belanda dan dijebloskan di penjara Wirogunan Yogyakarta. Ia baru dibebaskan ketika Belanda mengakui kedaulatan penuh Indonesia pada 1949. 

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.


Bencana Politik 1965

Mendapatkan gelar doktor di bidang psikologi semakin menaikkan semangat Busono Wiwoho dalam berorganisasi dan mengabdikan diri untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Pada 1959, ia mau mengemban tugas sebagai anggota Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang bertugas menyusun haluan pembangunan nasional. Di bidang pendidikan, bersama dosen-dosen lain, Busono mendirikan jurusan psikologi di Fakultas Pedagogik UGM pada 1 September 1959. 

Dua tahun setelah itu, 1961, Busono kembali ikut mendirikan organisasi. Kali ini Himpunan Sarjana Indonesia (HSI), sebuah organisasi dosen beraliran kiri/progresif. Hal ini melengkapi kegiatan organisasinya setelah sebelumnya juga aktif di Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Pada tahun yang sama, Busono juga menjadi anggota tim pendiri Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Diponegoro (FKIP Undip).

Pada pertengahan 1964, Fakultas Pedagogik (Ilmu Pendidikan) UGM digabung dengan IKIP Yogyakarta sehingga sejak saat itu jurusan psikologi berubah menjadi Bagian Psikologi, dipimpin langsung oleh Rektor UGM Herman Johannes. Awal tahun berikutnya, tepatnya 8 Januari 1965, Fakultas Psikologi UGM resmi berdiri. Busono menjabat sebagai wakil dekan III bagian kemahasiswaan. 

Tujuh bulan kemudian G30S pecah. Ribuan mahasiswa, beberapa dosen, dan karyawan yang dianggap berafiliasi dengan organisasi yang dianggap sayap PKI diberhentikan. Beberapa ada yang dipulihkan statusnya melalui indoktrinasi, sisanya dipecat selamanya. Busono, yang pada masa itu SK pengangkatan profesornya sudah turun dan tinggal menunggu acara pidato pengukuhan, yang rencananya digelar pada Desember, turut tersapu badai politik. Sejak masa penangkapannya di akhir 1965, nama Busono dihapus dari lembar sejarah Fakultas Psikologi UGM.

Busono baru bebas sebagai tahanan politik pada 1979. Karena pembatasan yang sangat ketat dari rezim Orde Baru, ia tidak bisa kembali berkarier di lingkungan kampus. Ia hanya membuka biro psikologi di Semarang dan aktif mengembangkan penelitian psikologi psikometri hingga akhir hayatnya pada 1986.

Pada 8 Januari 2015, Fakultas Psikologi UGM mengundang Heryani Busono Wiwoho untuk menerima plakat penghargaan bagi suaminya. Pada Dies Natalis Fakultas Psikologi UGM yang ke-50 itu, nama Busono Wiwoho dipulihkan. Sebuah penantian panjang untuk mengakui jasa-jasa putra bangsa yang namanya sempat dihapus dalam lembar sejarah.


Kukuh Basuki Rahmat adalah alumnus Magister Psikologi UGM; anggota komunitas Radio Buku dan Sabtu Membaca. Editor Omong-omong.com. Mempunyai minat riset di bidang psikologi perkembangan, olahraga dan subkultur.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.