Kemandirian Kelas Pekerja: Kunci Kemenangan Partai Buruh

Print Friendly, PDF & Email

Foto: Kampanye nasional Partai Buruh di Jakarta, 8 Februari 2024. Antara Foto.


DALAM tulisannya, Ari Wulandari menyatakan bahwa mengundang Prabowo Subianto dalam acara “3 Tahun Kebangkitan Klas Buruh” adalah bagian dari strategi Partai Buruh (PB) untuk memastikan tuntutan kaum buruh terdengar langsung di telinga pemimpin negara. Dalam politik praktis, lobi memang bukan jalan yang diharamkan. Lobi bisa menjadi metode taktis dalam perjuangan. Namun, lobi yang dilakukan tanpa daya tawar akan cenderung merugikan. Karenanya, lobi tidak boleh menggugurkan metode sejati perjuangan kelas pekerja, yaitu mobilisasi massa. 

Kelas buruh akan mempunyai posisi tawar tinggi apabila mampu memberikan tekanan besar terhadap rezim melalui jalan politik massa. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan besar di Indonesia maupun dunia tidak dihasilkan dari proses perundingan di atas meja, namun melalui perjuangan massa—meminjam istilah Tan Malaka: aksi massa.

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), misalnya, lahir dari aksi-aksi massa buruh yang besar meski di dalamnya tidak bisa dimungkiri ada lobi-lobi. Pada tahun 2005-2006, gerakan buruh berhasil mengadang revisi UU Ketenagakerjaan bukan dengan perundingan di ruangan dingin, namun lewat mobilisasi massa yang hebat. Kenaikan upah yang signifikan di tahun 2011-2012 juga bukan dari proses lobi. Terakhir, upaya DPR RI untuk membatalkan revisi UU Pilkada yang sudah dimenangkan Partai Buruh di Mahkamah Konstitusi (MK) pun bisa diadang melalui aksi massa.


Prabowo adalah bagian dari oligarki

Argumen Ari yang mengatakan bahwa Prabowo bisa merealisasikan tuntutan buruh sangat naif dan lupa sejarah—udim sejarah, meminjam istilah yang sering digunakan Pramoedya Ananta Toer. Lupakah dia bahwa Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Buruh menyepakati untuk tidak mencalonkan Prabowo dalam Pilpres 2024? Presiden Partai Buruh Said Iqbal sendiri yang menyatakan di media bahwa Prabowo tidak masuk dalam bursa calon presiden karena buruh sedang menghukumnya (dan Partai Gerindra). Kelas pekerja sangat kecewa dengan Prabowo dan Partai Gerindra karena mereka ikut menyetujui UU Cipta Kerja. 

Dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program “The Interview” di Jakarta, Rabu 1 Februari 2023, Iqbal mengatakan:

“Dua kali mereka dukung Prabowo, mereka kecewa berat dengan Pak Prabowo, terutama fraksi partainya dan Wakil Ketua DPR, yang menyatakan bahwa omnibus law 80 persen sudah menyerap aspirasi buruh. Itulah cara mereka menghukum [Prabowo Subianto]—mungkin ya, kan saya enggak pengaruhi.”

Bahkan, saking kecewanya, Iqbal mengeluarkan pernyataan keras, bahwa buruh-buruh di kota industri tidak akan memilih Prabowo. “Percaya sama saya: di kantong-kantong industri, calon presiden dari partai itu (Partai Gerindra) pasti kalah. Percaya sama saya. Ayo, boleh bertaruh.” Iqbal menegaskan bahwa dia tidak sedang mengancam, melainkan sekadar menyampaikan keluh kesah dan kekecewaan kaum buruh.

Dari semua pernyataan dan rekam jejak Prabowo, tidak ada satu pun yang secara serius mendukung perjuangan kaum buruh. Bahkan, jika dilihat nilai kekayaan dan sepak terjang perusahaan yang dimilikinya (atau terafiliasi dengan perusahaannya), Prabowo merupakan bagian dari oligarki. Dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir, 20 Oktober 2023, yang diserahkan ketika maju dalam Pilpres 2024 bersama Gibran Rakabuming Raka, kekayaan Prabowo mencapai Rp2,04 triliun (Rp2.042.682.732.691).

Harta berlimpah dihasilkan dari sederet bisnis yang dimilikinya. Perusahaan milik Prabowo di antaranya adalah PT Kaltim Nusantara Coal, PT Nusantara Santan Coal, PT Kaltim Nusantara Coal, PT Nusantara Energy, PT Tusam Hutan Lestari, dan PT Tanjung Redeb Hutani. Sebagian besar perusahaan bergerak di sektor tambang dan perkebunan, yang artinya dia ikut bertanggung jawab atas kerusakan hutan dan lingkungan serta penyingkiran masyarakat adat yang mendiami daerah tersebut. 

Perusahaan Prabowo di bidang tambang batu bara di Kalimantan, yang pernah jadi salah satu lumbung padi nasional, menguasai lahan seluas 45.703 hektare. Perusahaan-perusahaan tersebut menyebabkan penyempitan hutan yang berdampak pada pemanasan global, mengakibatkan lubang-lubang tambang, dan penurunan kesehatan masyarakat. Film dokumenter Sexy Killers mengungkap secara detail bahwa ada 3.500 lubang bekas tambang di pulau tersebut, dan ada 32 korban akibat galian bekas tambang yang tidak direklamasi sejak 2012 hingga 2013. Di skala nasional, dalam kurun waktu 2014-2018, ada 115 korban yang meninggal. 

Prabowo, sebagai kelas pemodal (kapitalis/pengusaha), tentunya mempunyai kepentingan yang berbeda dengan kelas pekerja. Pengusaha menginginkan untung yang besar, sementara buruh ingin sejahtera. Salah satu komponen kesejahteraan bagi buruh adalah kenaikan upah. Jika upah naik, keuntungan pengusaha akan berkurang. Karena itulah pengusaha merantai formulasi upah dalam UU Cipta Kerja: kenaikannya tidak boleh lebih dari 5%. Bahkan, kenaikan upah pada 2024 tidak lebih dari 3%.

Apakah masih percaya bahwa Prabowo akan memperjuangkan kepentingan kelas pekerja? Saya rasa kita tidak perlu memercayainya. Prabowo, yang merupakan bagian dari oligarki, justru akan mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan kepentingan pemodal. Alih-alih mendukung perjuangan kelas pekerja, dia justru akan semakin memperkaya diri dan kelompoknya. Pernyataan Ari bahwa “dukungan kepada Prabowo adalah dukungan untuk memenangkan agenda kelas pekerja” merupakan kekeliruan yang fatal. 

Ari seharusnya juga paham bahwa selain pemodal/kapitalis, Prabowo juga bagian dari sejarah kelam bangsa ini. Prabowo mempunyai rekam jejak terlibat dalam beberapa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius, seperti kasus penculikan aktivis ‘98, kerusuhan Mei ‘98, dan sejumlah kasus di Timor Leste. Kasus yang paling terkenal adalah yang disebut pertama. Meskipun tidak tuntas sampai sekarang, tetapi hampir bisa dipastikan bahwa dia merupakan dalang. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada November 2013, Prabowo mengakui bahwa ia bertanggung jawab atas penculikan para aktivis. Meskipun begitu, ia menyatakan hanya salah satu panglima yang melakukan penculikan, dan dia pun mengatakan hanya menjalankan tugas dari pemerintah.

Dalam Keputusan Dewan Kehormatan Perwira ABRI No. KEP/03/VIII/1998/DKP, disebutkan pula bahwa Prabowo “memerintahkan anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati melalui Kolonel Inf Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis.” Surat tersebut sekaligus merekomendasikan pemberhentian Prabowo. Prabowo akhirnya diberhentikan oleh Presiden Habibie dari dinas keprajuritan ABRI pada akhir November 1998 lewat Keppres No. 62/ABRI/1998. 

Prabowo juga pernah menzalimi buruh-buruhnya di PT Kertas Nusantara di Kalimantan Timur. Sejak 2008, PT Kertas Nusantara menunggak pembayaran upah buruh. Menurut laporan Tempo, setidaknya sampai 2019, perkara tunggakan gaji ini masih berlangsung. Pada tahun itu, perusahaan sudah mati suri dan total karyawan yang dirumahkan mencapai 1.400. 

Terakhir, Prabowo juga memiliki PT Gardatama Nusantara yang menyalurkan pekerja keamanan outsourcing ke perusahaan-perusahaan lain. Mari kita berpikir jernih: bagaimana mungkin mengharapkan penghapusan outsourcing dari Prabowo, sementara dia sendiri menjalankan bisnis outsourcing?


Pentingnya Partai Buruh memperkuat kemandirian kelas pekerja

Di tulisan sebelumnya, saya sudah menyebutkan bahwa Partai Buruh mendapatkan momentum memperluas dukungan rakyat pada saat berhasil mengajukan judicial review UU Pilkada. Partai Buruh juga mampu memimpin aksi massa di depan Gedung DPR RI pada 22 Agustus lalu. Seandainya saja elite Partai Buruh mampu mempertahankan tren positif yang muncul dari kemarahan publik terhadap anggota parlemen, dukungan untuk partai di pemilu berikutnya bisa membesar. Sayangnya, fenomena tersebut tidak mampu dibaca dan dimanfaatkan oleh pimpinan partai. Kesempatan politik sudah tersedia, namun itu tidak diambil sebagai peluang untuk memperkenalkan platform dan program perjuangan partai.

Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, kemenangan partai buruh bukan didapat dari hasil “menempel” pada kekuasaan pemodal, melainkan karena mampu membaca situasi konkret rakyat. Saat ini, kondisi rakyat tidak sedang baik-baik saja; terjadi banyak PHK, penggusuran lahan akibat ulah korporasi, pengangguran kian meningkat (saat ini angkanya mencapai 7 juta lebih), korupsi merajalela, kasus kekerasan seksual, peminggiran masyarakat adat, susahnya petani mendapatkan pupuk murah, dan lain sebagainya. Dalam situasi tersebut, Partai Buruh seharusnya memberikan solusi.

Partai Buruh bisa menjadi alat politik alternatif dan progresif jika mampu menghadirkan program-program yang solutif di tengah kondisi rakyat yang buruk. Tiga belas platform perjuangan Partai Buruh seharusnya tidak melulu diperjuangkan melalui negosiasi politik, tetapi juga dengan memberikan tekanan kepada pemerintah melalui aksi massa. Berkali-kali Presiden Partai Buruh mengatakan bahwa jalan mogok kerja akan diambil apabila MK tidak mengabulkan tuntutan buruh untuk mencabut UU Cipta Kerja. Dalam kata-kata Presiden Partai Buruh sendiri

“Lebih dari 5 juta buruh akan ikut, terlibat dalam mogok nasional, tapi bentuknya setop produksi. Jadi, dia tidak produksi, keluar dari pabrik…. Memang mogok itu melumpuhkan ekonomi karena secara ekonomi kita (buruh) terancam. Kita nih yang siapa pun, kamu, rakyat Indonesia yang bekerja, terancam masa depannya dengan outsourcing, upahnya murah.”

Taktik progresif seperti mogok kerja harus diambil Partai Buruh untuk memenangkan tuntutan kelas pekerja, bukan dengan manuver mendukung Prabowo yang notabene bagian dari kelompok yang mengesahkan UU Cipta Kerja. Dengan jalan seperti itu, dukungan publik, terutama dari kaum buruh, terhadap Partai Buruh akan semakin membesar. Harapan untuk memenangkan pemilu di 2029 juga bisa terwujud.

Partai Buruh punya potensi besar, terutama dalam hal mobilisasi untuk memimpin gerakan rakyat. Jumlah anggota serikat pekerja dan serikat petani di Partai Buruh merupakan kekuatan utama yang bisa digunakan untuk memperjuangkan kepentingan kelas pekerja. Pemimpin Partai Buruh (dan juga anggota partai) menyadari betul bahwa Partai Buruh lahir dari rahim gerakan, sehingga metode dan taktik yang digunakan seharusnya bercorak gerakan, bukan dengan manuver mendukung kekuasaan pemodal yang menindas rakyat.


Akbar Rewako adalah anggota Komite Politik Nasional Partai Buruh

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.