Ilustrasi: Illustruth
Pengantar Penerjemah
BAGI banyak kaum sosialis, model politik klasik sumbernya bisa ditelusuri ke partai-partai sayap kiri yang berakar pada gerakan buruh yang terbentuk di Eropa lebih dari seratus tahun yang lalu. Saat ini, banyak dari tujuan-tujuan utama sayap kiri dan lawan utamanya masih tetap sama, tetapi kondisi di mana kaum sosialis mengejar tujuan-tujuan tersebut kini telah berubah secara drastis. Selain itu, iklim sosial dan politik juga telah sangat bervariasi di seluruh planet kita yang tidak setara ini.
Menghadapi tantangan yang sangat berbeda tersebut, editor Dissent, Nick Serpe, bulan Oktober 2023 lalu menggelar perbincangan meja bundar yang mempertemukan para akademisi yang berfokus pada wilayah yang berbeda untuk membantu kita memahami tantangan-tantangan yang dihadapi oleh formasi politik kiri dan gerakan-gerakan rakyat di seluruh dunia. Mereka adalah Sheri Berman, Andre Pagliarini, dan Zachariah Mampilly. Apa kesamaan yang mereka miliki? Di mana letak perbedaan perspektif mereka? Apa yang membawa mereka ke titik ini–dan ke mana tujuan mereka?
Wawancara Utama
Nick Serpe: Mari kita mulai dengan satu cerita tentang apa yang sedang terjadi dengan kaum kiri, khususnya di belahan Dunia Utara (Global North): perkembangan dari apa yang disebut Thomas Piketty sebagai kaum kiri Brahmana, melawan kaum kanan populis, di tengah-tengah kesepakatan kelas. Sheri, apakah cerita ini merupakan kerangka kerja yang baik untuk memikirkan tantangan-tantangan yang ada di Eropa saat ini?
Sheri Berman: Jelas ada sebuah cerita yang bisa dituturkan tentang bagaimana kelompok-kelompok yang memilih partai-partai sayap kiri telah bergeser selama beberapa dekade terakhir. Orang-orang khawatir dengan partai-partai populis sayap kanan bukan hanya karena mereka berpotensi mengancam demokrasi, tapi juga karena mereka telah merebut hati pemilih tradisional partai-partai kiri dari kalangan kelas pekerja dalam jumlah yang signifikan. Piketty telah banyak menulis tentang bagaimana sayap kiri saat ini sering kali lebih diasosiasikan dengan orang-orang seperti mereka yang membaca Dissent–orang-orang berpendidikan tinggi, kelas menengah yang liberal secara sosial dan mungkin juga liberal secara ekonomi, tetapi lebih banyak didefinisikan oleh yang pertama daripada yang kedua.
Penting untuk dicatat bahwa kaum kiri pascaperang di Eropa dan Amerika Serikat tidak pernah mendapatkan suara sepenuhnya dari kelas pekerja, karena kelas pekerja tidak pernah menjadi mayoritas pemilih seperti yang diperkirakan Marx dan yang lainnya. Karena itu, membangun koalisi lintas kelas selalu menjadi bagian dari strategi kaum kiri demokratik. Problemnya, kini keseimbangan koalisi tersebut telah bergeser, dan para pemimpin, para aktivis, dan sebagian besar pemilih telah menjadi lebih terdidik dan lebih banyak berasal dari kelas menengah. Pergeseran ini telah mengubah makna kiri secara substansial, tidak hanya untuk memahami kiri tetapi juga untuk memahami mengapa partai-partai populis sayap kanan berhasil mendapatkan daya tarik.
Serpe: Andre, Brasil menawarkan sebuah kasus koalisi lintas kelas yang signifikan di sebelah kiri. Apakah koalisi ini telah berubah sejak Lula pertama kali terpilih dua puluh tahun yang lalu?
Andre Pagliarini: Salah satu isu utama dalam pemilu terakhir di Brasil adalah deindustrialisasi yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Lula sangat mencurahkan perhatiannya pada tren tersebut, dan fakta bahwa ekonomi Brasil semakin bergantung pada agrobisnis, yang merupakan bagian dari koalisi pemilihan Jair Bolsonaro–jenis kekuatan ekonomi yang menghancurkan hutan hujan di Amazon untuk mendapatkan lebih banyak lahan penggembalaan. Terdapat perselisihan yang mencolok antara visi yang berbeda ini.
Perlu diketahui bahwa Brasil adalah negara dengan lebih dari dua lusin partai politik. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki kejelasan ideologi. Partai Buruh (PT/ O Partido dos Trabalhadore) adalah salah satu dari sedikit pengecualian. Partai tempat Bolsonaro bertarung memperebutkan kursi kepresidenan, Partai Liberal, adalah partai yang tidak dikenal sampai ia bergabung. Sekarang, partai ini adalah partai terbesar di kongres, dan PT berada di urutan kedua. Kedua tokoh ini (Lula dan Bolsonaro) menghasilkan polarisasi pemilih hingga ke tingkat yang belum pernah terjadi di masa lalu di Brasil.
Serpe: Zachariah, Anda menulis sebuah artikel untuk Dissent pada ulang tahun kesepuluh Occupy tentang mengapa kaum kiri Barat mengabaikan Occupy Nigeria, dan secara umum hanya memberikan sedikit perhatian pada gerakan-gerakan rakyat Afrika. Sejauh mana percakapan tentang kiri ini memetakan dinamika gerakan-gerakan ini, yang bahkan mungkin tidak diidentikkan dengan kiri?
Zachariah Mampilly: Banyak dinamika yang diidentifikasi oleh Piketty bahkan lebih terlihat dalam konteks Afrika, dan di Asia Selatan, di mana telah terjadi lonjakan besar dalam ketidaksetaraan, berbeda dengan tahun 1970-an dan 1980-an, ketika tempat-tempat ini sangat miskin tetapi jauh lebih setara. Di Amerika Serikat, kita sering mencampuradukkan posisi kiri dan posisi liberal; bahasa kiri diterapkan pada hal-hal yang secara historis tidak disukai oleh kaum kiri, seperti kebangkitan politik identitas yang hanya memiliki sedikit ketertarikan pada isu-isu kelas. Kontradiksi-kontradiksi tersebut mungkin lebih terlihat di beberapa bagian di Dunia Selatan (Global South) daripada di Barat.
Apa yang saya maksudkan dengan hal itu? Jika Anda melihat lanskap gerakan rakyat Afrika, banyak dari mereka mengartikulasikan posisi yang sangat terkait dengan kondisi material-realitas pertumbuhan yang luar biasa yang terjadi di seluruh Dunia Selatan yang terkonsentrasi di tangan minoritas yang sangat sempit. Salah satu tantangan yang kami hadapi adalah mencoba untuk memahami apa sebenarnya politik mereka. Mereka tidak menggunakan bahasa yang secara historis diasosiasikan dengan kaum kiri di Amerika Serikat. Mereka mengartikulasikan serangkaian tuntutan yang jauh lebih abstrak di sekitar transformasi mendasar dari sistem. Apa yang kurang dari mereka adalah basis institusional untuk mewujudkan politik ini. Anda melihat peningkatan keterputusan ini tidak hanya dalam kesenjangan kelas yang semakin besar, tetapi juga dalam hal kurangnya aliansi antara, katakanlah, kekuatan-kekuatan Occupy dan partai politik mana pun yang mencoba untuk menangkap energi tersebut dan membuatnya menjadi kenyataan dalam politik Nigeria. Masalahnya bukanlah populisme sayap kanan, tetapi populisme sayap kiri tanpa pemimpin atau saluran institusional.
Serpe: Apa yang menyebabkan keterputusan hubungan antara gerakan-gerakan untuk demokrasi dan kesetaraan dengan partai-partai politik?
Mampilly: Kita harus kembali ke tahun 1990-an dan melihat pendisiplinan partai-partai oposisi di Afrika. Afrika Selatan adalah contoh paling menonjol. Partai komunis dan partai-partai kiri lainnya memainkan peran sentral dalam meruntuhkan rezim apartheid, namun ketika “dispensasi baru” (pemerintahan baru pasca-apartheid) berkuasa dengan partai komunis sebagai bagian dari koalisi tersebut, hampir semua kebijakan ekonomi yang diterapkan bersifat neoliberal. Di seluruh lanskap Afrika, sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an, terdapat sekumpulan partai komunis yang kuat. Banyak dari mereka dilarang oleh rezim yang berkuasa, tetapi mereka masih menjadi ruang intelektual dan politik yang sangat hidup. Saat ini, ketiadaan partai-partai kiri di seluruh Afrika sangat mencolok.
Serpe: Kita telah mengalami lebih dari satu dekade gerakan protes besar di seluruh dunia. Tampaknya cerita di Amerika Latin agak berbeda, karena ada partai-partai sayap kiri dari berbagai garis yang sukses merespons momentum populer ini. Gelombang Merah Muda (Pink Tide) dimulai jauh sebelum momen ini.
Pagliarini: Satu episode baru-baru ini di Brasil terkait dengan apa yang Zachariah sebutkan–bagaimana politik identitas berinteraksi dengan strategi pemerintahan. Lula memiliki kesempatan untuk memilih seorang hakim agung yang baru, dan ada gerakan akar rumput yang kuat yang mendesaknya untuk menunjuk seorang perempuan kulit hitam. Berbagai organisasi Afro-Brasil menyusun sebuah manifesto yang meminta Lula untuk mempertimbangkannya. Jumlah reaksi yang diterima di media sosial dan dari beberapa anggota PT, yang mengklaim berbicara atas nama basis kelas pekerja yang lebih tradisional, sangat mengejutkan banyak pihak. Mereka menyebut politik identitas semacam ini sebagai pemaksaan imperialis dari Dunia Utara, dan berpendapat bahwa tidak ada jaminan bahwa hakim kulit hitam akan menjadi progresif, sehingga presiden harus memilih siapa yang secara pribadi diyakininya sebagai orang terbaik untuk pekerjaan itu. Pilihan pertamanya untuk Mahkamah Agung, pada awal tahun ini, adalah seorang pria kulit putih berambut pirang–pengacara pribadinya saat ia menghadapi tuduhan korupsi. Dan sekarang, sepertinya dia tidak akan menunjuk seorang wanita kulit hitam untuk menjadi hakim agung.
Ini adalah momen yang sangat berbeda dari Pink Tide. Ketika PT muncul pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, partai ini merupakan semacam partai pelopor (vanguard party). Ada ketegangan LGBT di dalam partai. Ada ketegangan identitas Afro. Pada saat itu, penyebab ketegangan-ketegangan tidak ditangani oleh kaum kiri Brasil selama beberapa dekade. Saat ini, meskipun kekuatan-kekuatan ini masih ada di dalam PT, Partai Sosialisme dan Kebebasan (PSOL)–partai Marielle Franco, anggota dewan kota Rio yang dibunuh pada tahun 2018–telah merangkul isu-isu ini dengan lebih nyata. Partai ini memiliki transpuan yang terpilih menjadi anggota kongres. Ada pula tokoh seperti Guilherme Boulos, yang tampaknya akan menjadi kandidat PSOL untuk wali kota São Paulo tahun depan, kota terbesar di Amerika Latin. Ia adalah bagian dari gerakan sosial perkotaan yang menganggap bahwa menempati rumah-rumah yang ditinggalkan secara strategis sangat penting.
PT adalah partai yang kuat dan berpengalaman. Namun, satu hal yang telah kita lihat sejak Lula dilantik Januari lalu adalah kewaspadaan partai ini terhadap kerentanan demokrasi Brasil setelah Bolsonaro–gagasan bahwa PT perlu berhati-hati untuk tidak menekan terlalu keras pada isu-isu tertentu. Tidak memaksakan kehendak, misalnya, dalam hal aborsi, yang ilegal di Brasil kecuali dalam kondisi yang ekstrem. Kehati-hatian ini tidak ada pada Pink Tide yang asli, yang didefinisikan dengan tindakan yang berani dan progresif dalam hal kebijakan. Saya tidak ingin mengecilkannya, karena ini adalah hal yang besar, namun yang paling terlihat dari Lula sejauh ini adalah kebangkitan kembali dari agenda sebelumnya. Kita tidak melihat adanya lonjakan pemikiran baru yang kreatif. Hal ini menunjukkan adanya kendala baru pada saat ini.
Serpe: Sheri, di Eropa, telah terjadi penurunan keanggotaan partai yang cukup universal, tanpa memandang ideologi. Seberapa besar pengaruhnya terhadap prospek partai-partai kiri, yang secara tradisional berakar pada politik massa dan memiliki basis yang terorganisir?
Berman: Hingga dekade pascaperang, partai-partai politik di Eropa sangat kuat, dalam arti memiliki keanggotaan massa. Partai-partai memiliki hubungan yang luas dengan berbagai macam organisasi masyarakat sipil, termasuk serikat pekerja, dan mereka adalah organisasi yang mencakup semuanya. Pada masa kejayaan SPD Jerman, ada pepatah yang mengatakan bahwa Anda dapat hidup di dalamnya sejak dari buaian hingga liang lahat. Anda bisa lahir di rumah sakit dan dirawat oleh perawat yang berafiliasi dengan partai, lalu pemakaman Anda akan didanai sebagian oleh asosiasi pemakaman gerakan sosialis. Kini, hal-hal seperti itu tinggal menjadi cerita nostalgik. Dan kemunduran partai semacam itu memengaruhi jenis kebijakan yang ditawarkan partai-partai tersebut. Dan kemudian kebijakan-kebijakan itu mendorong orang semakin menjauh dari mengidentifikasi dirinya dengan partai.
Kami menggunakan istilah “keberpihakan” secara merendahkan di Amerika Serikat, karena jika terlalu kuat, hal ini dapat menyebabkan polarisasi dan perpecahan yang dapat menjadi masalah bagi demokrasi. Namun, itulah yang terjadi di Eropa pada dekade-dekade awal pascaperang, dan hal ini memperkuat demokrasi. Hal ini benar-benar tergantung pada jenis isu yang menjadi polarisasi masyarakat, dan jenis partai yang menjadi partisan mereka.
Peran penting lain yang dimainkan oleh partai-partai kiri demokratis di Eropa adalah menstabilkan demokrasi setelah tahun 1945, bukan hanya karena mereka berkomitmen pada sistem, tetapi karena mengintegrasikan masyarakat yang kurang beruntung–pemilih berpendidikan dan berpenghasilan rendah–ke dalam demokrasi. Jadi kemunduran partai-partai ini terkait dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih besar mengenai pembusukan demokrasi.
Serpe: Demokrasi adalah ruang terbaik untuk putaran selanjutnya. Andre, pengalaman kepresidenan Bolsonaro menimbulkan pertanyaan besar tentang rapuhnya demokrasi Brasil. Apakah ini telah mengubah pendekatan kaum kiri dalam memerintah, atau dalam berkampanye? Apakah demokrasi telah menjadi isu utama?
Pagliarini: Dalam beberapa tahun terakhir, politik global telah mempertanyakan kembali hal-hal yang, baik atau buruk, yang menganggap bahwa demokrasi adalah pilihan terbaik. Dalam kasus Brasil, sejak kembalinya demokrasi pada tahun 1980-an, sebelum kemunculan Bolsonaro, kami tidak pernah melihat seorang kandidat yang mencalonkan dirinya untuk jabatan publik secara eksplisit merayakan kudeta militer tahun 1964 dan rezim kediktatoran yang mengikutinya.
Brasil sangat berbeda dengan, katakanlah, Cile, di mana terdapat kasus-kasus hukum yang diajukan terhadap para diktator dan penyiksa. Brasil menandatangani undang-undang amnesti pada tahun 1979 yang pada dasarnya melindungi militer saat mereka bersiap untuk meninggalkan panggung kekuasaan. Hal ini memiliki konsekuensi historis. Amnesti itu membantu melanggengkan narasi bahwa apa yang dilakukan militer pada tahun-tahun tersebut dapat dibenarkan karena kondisi politik yang lebih luas.
Bolsonaro datang pada saat yang penting dalam sejarah negara ini: bencana ekonomi dan krisis politik. Dilma Rousseff, penerus Lula, telah kehilangan kemampuan untuk memerintah. Namun, pada momen yang sama telah terjadi suksesi kandidat sentris atau kanan-tengah yang dikalahkan oleh PT dalam pemilihan umum. Jadi antara tahun 2016 dan 2018, para pemilih konservatif mencari-cari suara anti-PT yang paling ekstrem. Hal ini mirip dengan Amerika Serikat, di mana Donald Trump muncul setelah Mitt Romney dan John McCain kalah.
Bolsonaro telah menghabiskan kariernya sebagai anggota parlemen, ia seorang pengganggu (gadfly), yang mengatakan bahwa masalah dari kediktatoran adalah bahwa kediktatoran tidak berjalan cukup jauh–ia tidak membunuh cukup banyak orang. Pada tahun 2018, banyak yang memperingatkan bahwa mengangkat orang ini adalah bahaya nyata bagi demokrasi Brasil. Dia membawa Brasil ke tepian jurang serangkaian krisis konstitusional.
Jika Trump masih berkuasa ketika Brasil mengadakan pemilihan umum tahun 2022 lalu, kita mungkin akan melihat cerita yang sangat berbeda. Untungnya, pemerintahan Biden menunjukkan posisi yang sangat jelas bahwa jika pemerintah Bolsonaro mencoba melakukan sesuatu, Amerika Serikat tidak akan mendukung militer Brasil, dan sanksi akan menyusul. Jadi, ketika Bolsonaro mencoba untuk menyuarakan kepada para petinggi militer untuk melakukan kudeta, tidak ada dukungan, kecuali–kabarnya–panglima angkatan laut.
Seruan kudeta itu merupakan sebuah kejadian yang nyaris terjadi di Brasil, dan memecah belah orang-orang di kubu kiri. Beberapa orang penting di PT sangat marah karena CIA mengatakan sesuatu tentang pemilu Brasil. Orang-orang lain di sayap kiri mengatakan, “Bukankah lebih baik jika mereka mengatakan bahwa pemilu harus dihormati?”
Bolsonaro, pada tahun 2018, menyatakan bahwa jika demokrasi menghasilkan krisis politik dan ekonomi, kita harus mencoba sesuatu yang berbeda. Lula membantahnya–dengan mengatakan bahwa demokrasi di Brasil, seperti halnya di tempat lain, berantakan, sering kali tidak memuaskan, tetapi melalui cara-cara bertahap, kita dapat meningkatkan taraf hidup jutaan orang, seperti yang telah kita lakukan sebelumnya. Tahun lalu, argumen itu menang. Kekhawatiran saya adalah, setelah Lula meninggalkan panggung, apakah ada orang yang mampu menyampaikan argumen tersebut secara kredibel dalam konteks berbagai krisis yang saling tumpang tindih? Ini bukan momen Pink Tide yang baru. Seseorang seperti Lula bisa menang, tetapi saya tidak yakin ada orang lain yang bisa mempertahankan koalisi tersebut.
Mampilly: Satu pertanyaan yang sangat mengganggu saya adalah, mengapa kita mesti menghargai partai politik? Peran apa yang mereka mainkan dalam demokrasi? Dorongan untuk demokrasi multi-partai di Afrika muncul dari gagasan bahwa suara rakyat telah ditolak oleh otoritarianisme, dan memelihara serta mendukung partai-partai politik akan memberikan pilihan demokratis kepada rakyat. Namun, gagasan bahwa semakin banyak partai politik berarti demokrasi menjadi semakin baik dan kuat telah menjadi lelucon selama beberapa dekade ini. Khususnya di beberapa bagian dari Dunia Selatan, partai-partai politik merupakan alat atau preferensi komunitas internasional, tanpa hubungan langsung dengan kehendak rakyat. Faktanya memang tidak selalu demkian: jika kita melihat gerakan anti-kolonial di banyak bagian Afrika, partai-partai politik muncul dari gerakan sosial. Namun, saat ini partai-partai politik merupakan sarana untuk memperkaya diri para elite, hanya menjadi kendaraan para elite untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan, dan mereka sering kali kepentingannya sangat terputus dari kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Gerakan sosial, seperti LUCHA di Republik Demokratik Kongo, merespons kenyataan tersebut. Mereka menolak untuk bersekutu dengan partai politik mana pun, meskipun mereka telah diminta untuk mendukungnya. Di seluruh Afrika, gerakan sosial pada umumnya menolak politik elektoral. Kenyataan ini adalah sesuatu yang harus kita semua perhitungkan. Mungkin kita seharusnya tidak terlalu terobsesi dengan kemunduran partai politik dan kita harus lebih memperhatikan formasi-formasi baru yang muncul, dan jenis-jenis politik institusional dan non-institusional yang mereka coba artikulasikan, meskipun tidak selalu berhasil seperti yang kita harapkan.
Berman: Menurut saya, kritik bahwa partai-partai dapat menjadi klientelistik dan korup, bahwa mereka dapat menjadi kendaraan bagi individu-individu yang tidak memiliki hubungan atau keinginan untuk mewakili akar rumput, adalah valid. Kritik-kritik tersebut juga berlaku di Eropa, yang memiliki sejarah partai dan demokrasi elektoral yang lebih panjang. Namun pertanyaannya adalah: apakah kita ingin membunuh tikus dengan membakar lumbung padinya sekaligus? Memang benar bahwa partai politik bisa berdampak negatif terhadap demokrasi, namun dapatkah kita membayangkan demokrasi yang berfungsi dengan baik tanpa sesuatu yang menyerupai partai politik? Pertanyaan itu tidak memiliki jawaban yang jelas bagi saya.
Partai-partai secara historis telah menjadi penghubung antara warga negara dan pemerintah; mereka menyatukan kepentingan, memobilisasi pemilih, menyediakan arus informasi bolak-balik, dan menghasilkan agenda politik yang beragam. Gerakan sosial–yang cenderung berfokus pada satu kepentingan atau satu kelompok–tidak memiliki struktur atau fungsi yang sama.
Pagliarini: Di Brasil, negara terbesar di Amerika Latin dan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, partai memang penting. Namun kini ada begitu banyak partai sehingga kepentingan relatifnya menjadi berkurang. Lula terpilih dengan PT, sebuah partai dengan visi sosial demokrasi yang kuat, tetapi ada sekitar tiga puluh partai di kongres. Untuk mengeksekusi apa pun yang dibicarakan dan dijanjikan Lula selama kampanye, ia membutuhkan dukungan dari banyak partai tersebut. Cara yang biasa dilakukan oleh para presiden Brasil adalah dengan membentuk lusinan kementerian–ada lebih dari dua puluh lima posisi kabinet–dan membagikannya secara proporsional, sesuai dengan representasi di kongres. Jadi, Lula memiliki kabinet yang diisi oleh orang-orang dari kelompok kanan-tengah yang dulunya mendukung Bolsonaro. Insentifnya adalah menciptakan partai kecil yang benar-benar terpisah dari konstituen alamiah apa pun, karena di negara yang sangat terpecah belah, lima suara di kongres sangat berarti, dan Anda memiliki presiden yang mendatangi Anda dan berkata, “Apa yang Anda inginkan? Apa yang Anda butuhkan?” Dilma ditinggalkan oleh basis yang berubah-ubah ini ketika ekonomi memburuk, dan dia diusir dari kekuasaan.
Mampilly: Sheri telah memberikan pembelaan yang kuat atas peran yang dimainkan partai politik dalam demokrasi, dan saya terpikat dengan era keemasan di Eropa yang ia gambarkan. Di belahan dunia yang saya perhatikan, Asia Selatan dan Afrika, ada beberapa contoh partai politik yang mungkin memenuhi standar tersebut: Partai Komunis India adalah partai yang bisa Anda ikuti sejak muda hingga tua. Pejuang Kebebasan Ekonomi di Afrika Selatan juga mencoba membangun struktur partai yang menyediakan berbagai layanan kepada masyarakat sambil juga mencoba mengartikulasikan sudut pandang di badan legislatif yang mewakili konstituen mereka. Namun di luar itu, sulit untuk memikirkan contoh-contohnya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi saya: dari mana kita membuat generalisasi? Haruskah kita mengistimewakan era keemasan partai-partai politik di Eropa, dan menyarankan bahwa seperti itulah seharusnya demokrasi? Atau haruskah kita melihat para aktivis yang saya ajak bicara di Republik Demokratik Kongo? Di seluruh Dunia Selatan, setidaknya, jelas bahwa Kongo tidak terkecuali. Kita mungkin mengabaikan bentuk-bentuk demokrasi ini; kita mungkin mengatakan bahwa demokrasi Afrika belum sepenuhnya matang. Namun pada akhirnya, jenis demokrasi yang berlaku di banyak tempat ini adalah proses yang sangat sinis di mana partai politik tidak berpura-pura mewakili kehendak publik.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah ada suatu lintasan yang dapat digunakan untuk mengubah elektoralisme dangkal yang berlaku di sebagian besar negara demokrasi Afrika menjadi bentuk yang lebih substantif, di mana partai-partai politik memainkan peran seperti yang kita inginkan. Pada titik ini, hal tersebut masih jauh dari yang bisa dibayangkan di tempat seperti Republik Demokratik Kongo, di mana partai-partai politik maupun sistem pemilihan umum tidak memungkinkan partai-partai semacam itu untuk eksis dan berfungsi.
LUCHA muncul dari orang-orang yang berusaha mencegah presiden mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga. Semula adalah upaya untuk membuat demokrasi lebih kuat. Dan kemudian presiden memutuskan untuk tetap bertahan untuk masa jabatan berikutnya. Ketika ia akhirnya setuju untuk mundur dari kekuasaan, ia melarang beberapa kandidat oposisi untuk mencalonkan diri, dan kemudian ketika pemilihan berlangsung, ia lantas menyisihkan sosok yang memenangkan suara terbanyak, dan menempatkan kandidat dengan suara terbanyak kedua ke dalam jabatannya. Dan dia melakukan hal itu dengan persetujuan penuh dari pemerintah AS dan komunitas internasional yang lebih besar, yang dengan segera menyatakan dukungannya terhadap transisi demokratis yang damai.
Jadi, mengapa para aktivis ini terus percaya bahwa bentuk demokrasi yang dipaksakan kepada mereka lebih unggul daripada versi demokrasi yang dipimpin oleh gerakan yang coba mereka perjuangkan? Saya, misalnya, akan sulit mengatakan kepada mereka bahwa mereka salah; bahwa mereka seharusnya, seperti yang dikatakan oleh Departemen Luar Negeri AS, menyalurkan upaya mereka untuk mendukung proses politik yang ada dan percaya pada sistem pemilihan umum.
IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.
Berman: Demokrasi bukan hanya soal pemilihan umum yang bebas dan adil. Demokrasi lebih dari itu. Demokrasi yang berfungsi dengan baik membutuhkan gerakan sosial, karena masyarakat memiliki hak untuk berorganisasi untuk mencoba mencapai tujuan kolektif apa pun yang mereka inginkan yang tidak secara langsung berkaitan dengan akses ke kekuasaan politik atau memenangkan pemilihan umum. Namun demokrasi tidak akan ada tanpa pemilihan umum yang bebas dan adil.
Saya tidak mengatakan bahwa bentuk-bentuk demokrasi yang ada di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa dan Amerika Serikat, adalah ideal. Tetapi jika Anda menginginkan sistem politik yang demokratis–yang memungkinkan rakyat memilih pemimpin dan pemerintahan mereka sendiri, berpartisipasi dalam proses politik, berorganisasi sesuai keinginan, dan berbicara dengan bebas–sangat sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana hal itu bisa terjadi tanpa adanya partai politik.
Siapa pun yang menyangkal bahwa bentuk-bentuk demokrasi yang ada di berbagai belahan dunia adalah korup, klientelistik, tidak lengkap, dan tidak berfungsi dengan baik, adalah orang yang buta. Dan indeks peringkat demokrasi mengklasifikasikan Kongo sebagai negara demokrasi hanya dalam nama saja, meskipun faktanya pemerintah dan organisasi internasional berpura-pura sebaliknya. Di sana bahkan tidak ada negara yang berfungsi dengan baik, jadi bagaimana Anda bisa memiliki demokrasi yang berfungsi dengan baik?
Pagliarini: Titik manisnya adalah budaya politik di mana Anda memiliki sistem kepartaian yang cukup responsif dan berkembang serta gerakan sosial yang kuat. Salah satu hal yang mencirikan Pink Tide adalah kesuksesannya dalam merebut tampuk kekuasaan negara melalui gerakan sosial yang demokratis. Para petani koka di Bolivia berada di belakang kemenangan Evo Morales; Lula dan PT keluar dari ‘zona nyaman’ pengorganisiran industri otomotif; pengorganisasian akar rumput di Venezuela mengantarkan Hugo Chavez ke tampuk kekuasaan. Tetapi sistem partai yang sehat dan produktif serta masyarakat sipil yang menghasilkan gerakan sosial yang responsif, keduanya bergantung pada sejarah. Tidak ada jaminan bahwa ketika Anda memiliki salah satunya, Anda akan mendapatkan yang lainnya.
Di Brasil, Anda memiliki gerakan sosial yang kuat, stabil, dan bersemangat, seperti MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra), Gerakan Pekerja Tak Bertanah. Gerakan ini paling aktif, dan paling agresif, di bawah pemerintahan sayap kiri, karena asumsinya adalah pemerintah akan merespons tuntutan-tuntutannya. Sedangkan, pada tahun-tahun kepresidenan Bolsonaro, para pemimpin MST berdiam diri dan mempertahankan apa yang mereka miliki, agar mereka tidak kehilangan keuntungan yang sudah diperoleh selama beberapa dekade.
Momen terbaik untuk kemajuan material mayoritas rakyat Brasil terjadi ketika Anda memiliki partai berkuasa yang responsif terhadap gerakan sosial dan merasa bahwa hal tersebut tidak akan merugikan mereka secara politis. Dalam hal ini, masa jabatan ketiga Lula sangat berbeda dengan dua masa jabatan pertamanya. MST, misalnya, tidak puas dengan laju reformasi agraria, sebagian karena MST mendorong pemerintah sayap kiri dengan keras. Namun dalam konteks demokrasi yang rentan warisan Bolsonaro, dan Lula terpilih sebagai tokoh koalisi, ada lebih banyak keraguan untuk memenuhi keseluruhan tuntutan gerakan sosial sayap kiri.
Kita mungkin akan melihat sebuah patahan dari siklus kebaikan yang mendefinisikan era sebelumnya, di mana terdapat keselarasan antara gerakan sosial dan partai-partai yang berkuasa.
Mampilly: Pertanyaannya bagi saya adalah, ke arah mana kita akan bergerak? Kemunduran partai politik adalah sebuah keprihatinan terhadap visi demokrasi tertentu, tetapi juga disertai dengan ledakan gerakan sosial. Saya pikir arahnya sudah jelas saat ini: semakin banyak orang yang tidak percaya pada peran partai politik, dan semakin banyak orang yang percaya, setidaknya di tingkat jalanan, bahwa gerakan sosial adalah kendaraan yang lebih baik untuk membawa perubahan. Apakah hal itu benar secara empiris atau tidak, masih harus dibuktikan. Tetapi saya pikir kita harus lebih memperhatikan gerakan sosial bukan sebagai sesuatu yang dimaksudkan untuk memberi masukan kepada partai politik, tetapi untuk jenis-jenis praktik dan bentuk demokratis yang dapat mereka kembangkan dengan sendirinya.
Apa yang Anda lakukan ketika negara tidak lagi menjalankan perannya dalam memastikan tata kelola pemerintahan yang baik bagi warganya–suatu kondisi yang terjadi di sebagian besar negara di dunia saat ini? Saya bekerja dengan sebuah gerakan di Atlanta, AS, bernama Project South, yang bereksperimen dengan konsep tata kelola gerakan. Gerakan sosial menjadikan hubungan antara negara dan tata kelola pemerintahan sebagai perhatian serius. Tidak harus sebagai upaya jangka panjang untuk memperkuat demokrasi, tetapi sebagai respons yang lebih cepat terhadap ketidakmampuan negara dalam memerankan dirinya sebagai pemerintah yang baik.
LUCHA muncul di Kongo bagian timur, sebuah wilayah di mana negara telah gagal selama, setidaknya dua puluh lima tahun, untuk menyediakan pemerintahan yang layak bagi warganya. Alih-alih menaruh kepercayaan pada gagasan bahwa negara akan tiba-tiba mulai memainkan perannya sebagaimana seharusnya, LUCHA mulai terlibat dalam pemerintahan langsung, dalam bentuk apa yang bisa kita sebut sebagai masyarakat gotong royong. Misalnya, mereka menyediakan layanan bagi para pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran di bagian lain negara itu.
Saya mengunjungi kamp-kamp di mana mereka menyediakan makanan pokok dan layanan kesehatan yang terbatas. Jelas, ini tidak cukup. Ini adalah tata kelola yang minimalis. Namun, mungkin ini lebih dari apa yang dilakukan oleh negara, dan dalam beberapa kasus, lebih dari apa yang dilakukan oleh komunitas internasional.
Serpe: Melihat kecenderungan ini, menurut Anda ke mana arah politik demokrasi dan egalitarianisme yang secara tradisional diasosiasikan dengan sayap kiri?
Mampilly: Minggu lalu, saya bersama sekelompok intelektual Tiongkok yang memiliki visi negara yang berbeda dengan visi sosial demokratik klasik yang berasal dari Barat. Eksperimen Tiongkok dalam memikirkan kembali sifat kapitalisme, pemerintahan, dan sebagainya sangatlah penting. Beberapa hal yang telah dilakukan Tiongkok di dalam negeri sangat mengesankan, namun di tingkat global, hal ini tidak begitu jelas bagi saya.
Baik Cina dan Barat tampaknya bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kepentingan dari para elite politik di banyak negara di Afrika dan Asia Selatan, yang secara keseluruhan mempersulit gerakan rakyat. Saya selalu menjadi pengkritik intervensi Barat di Afrika, tetapi saya bukan orang yang memandang kebangkitan Cina sebagai sesuatu yang selalu mengarah pada perbaikan, baik dalam hal dukungan untuk demokrasi atau pembangunan ekonomi. Barat semakin tidak relevan di banyak negara ini, dan kita harus mulai memperhitungkan peran yang akan dimainkan oleh Cina dan negara-negara Asia lainnya di masa depan.
Berman: Dalam bentuknya yang terbaik, gerakan kiri adalah sebuah gerakan internasional, dan internasionalisme tidak hanya berarti mendukung gerakan kiri dan perjuangan untuk kebebasan di seluruh dunia, tetapi juga belajar dari inovasi-inovasi yang dilakukan oleh orang-orang dan partai-partai lain. Di satu sisi, tantangan utama kaum kiri adalah tantangan yang sama seperti yang selalu ada sejak dulu: menghadapi kapitalisme. Meskipun memiliki beberapa sisi positif, seperti menghasilkan pertumbuhan dan inovasi yang luar biasa, kapitalisme juga bisa sangat merusak. Tidak hanya secara ekonomi, dalam menciptakan kesenjangan dan kemiskinan yang besar, tetapi juga secara sosial dan politik. Sudah menjadi tugas kaum kiri untuk mencari cara guna memaksimalkan sisi baiknya dan meminimalkan sisi buruknya.
Kita, tentu saja, hidup di dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang Marx hidupi, sehingga tantangannya pun telah berubah. Tetapi kaum kiri, apakah itu di Afrika, Amerika Latin, Eropa, atau Amerika Serikat, perlu membuat program untuk menciptakan masyarakat di mana orang-orang memiliki kemampuan untuk hidup produktif, terhormat, setara, dan setidaknya semi-sejahtera. Hal-hal lainnya adalah nomor dua. Sangat sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana Anda dapat memiliki masyarakat yang beragam tanpa hal tersebut. Sangat sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana Anda dapat memiliki demokrasi yang sukses tanpa fondasi ekonomi semacam itu. Jika Anda menginginkan stabilitas sosial dan demokrasi politik, tidak seorang pun boleh merasa bahwa mereka secara permanen tertinggal, dirugikan secara permanen, atau tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan kehidupan yang aman dan sejahtera bagi diri mereka sendiri.
Itulah misi bersejarah kaum kiri. Saya tidak mengatakan bahwa itu mudah, tetapi tetap sama. Saya agak lebih optimis dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Terlepas dari krisis keuangan dan kegagalan-kegagalan lainnya, tatanan dunia neoliberal tetap sangat hegemonik di tingkat intelektual. Namun hal itu tidak berlaku lagi saat ini. Banyak tanda yang menunjukkan bahwa orang-orang mencoba untuk mendorong ke arah alternatif.
Pagliarini: Di Amerika Latin, hubungan antara kondisi material dan dukungan untuk demokrasi tidak pernah lebih penting ketimbang saat ini. Jika Lula menikmati angka popularitas dan kepercayaan yang tinggi, ini karena pertumbuhan ekonomi melampaui ekspektasi, inflasi turun, pengangguran turun. Kita dapat dengan mudah membayangkan situasi di mana tren-tren ini berbalik–krisis ekonomi baru, pandemi baru-dan tiba-tiba, karena munculnya gerakan anti-demokrasi yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, seseorang seperti Bolsonaro kembali berkuasa.
Kita membutuhkan pemimpin-pemimpin baru yang muncul dari perjuangan-perjuangan baru yang akan terjadi. Namun, para pemimpin yang benar-benar baru di Amerika Latin dalam beberapa tahun terakhir, seperti Gabriel Boric di Cile atau Gustavo Petro di Kolombia, sangat tidak populer. Boric pada dasarnya mengalahkan seorang neo-Nazi dalam pemilihannya, dan selisihnya pun tidak terlalu banyak sehingga kita dapat melihat situasi di mana sayap kanan akan menang dalam pemilu berikutnya. Perbandingan dapat dilakukan dengan Prancis, di mana kemenangan Marine Le Pen tidak hanya dapat dipikirkan, tapi juga mungkin terjadi.
Saya terbelah antara harapan bahwa pemimpin baru dan jenis organisasi sosial baru yang sesuai dengan momen bersejarah akan muncul–ada berbagai macam gerakan yang melakukan hal tersebut–dan pengakuan bahwa ini adalah momen yang sangat kelam, di mana para pemimpin baru yang muncul mungkin tidak akan mampu menjalankan tugasnya. Lula harus mencalonkan diri sebagai presiden tiga kali dan membangun PT selama hampir dua dekade sebelum ia menang. Dalam banyak hal, kita tidak memiliki waktu selama itu. Kita membutuhkan jawaban dan solusi dengan cepat.***
Sheri Berman adalah profesor ilmu politik di Barnard College, Columbia University, AS. Buku terbarunya Democracy and Dictatorship in Europe: From the Ancien Régime to the Present Day.
Zachariah Mampilly adalah Marxe Endowed Chair of International Affairs di City University of New York (CUNY), salah satu pendiri dari Program on African Social Research.
Andre Pagliarini adalah Elliott Assistant Professor of History di Hampden-Sydney College di Virginia tengah, a faculty fellow di Washington Brazil Office, dan non-resident expert di Quincy Institute for Responsible Statecraft. Selain menulis kolom bulanan untuk Brazilian Report, ia sedang menyelesaikan sebuah buku tentang politik nasionalisme Brasil abad ke-20.
Nick Serpe adalah editor senior Dissent.
Wawancara ini telah dimuat di majalah Dissent dengan judul asli Parties and Movements. Coen Husain Pontoh menerjemahkan dan menerbitkan ulang di sini untuk tujuan pendidikan.