Ilustrasi: Lahan pertanian di Dusun Dadapan (dokumentasi penulis)
DADAPAN merupakan dusun paling kecil baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk di antara empat dusun di Desa Pandanrejo, Kota Batu. Jumlah RW hanya dua, RT delapan, dan penduduk sebanyak 841.
Di sekitar tahun 2000-an, mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dengan kondisi lahan yang masih luas sehingga hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan. Namun saat ini telah terjadi perubahan signifikan. Lahan pertanian menjadi sempit akibat dialihfungsikan untuk perumahan serta pembagian warisan keluarga. Hal tersebut membuat hasil pertanian tidak mencukupi. Masyarakat jadi harus memiliki pekerjaan sampingan seperti serabutan, buruh, tukang, kuli, dan sejenisnya.
Di Dusun Dadapan lebih banyak perkebunan jeruk. Lingkungan yang tidak terlalu dingin seperti sebelumnya membuat apel tidak lagi menjadi pilihan. Alasan lain karena kemudahan proses budi daya, sehingga petani bisa sembari bekerja di sektor lain. Di sana terdapat kelompok tani yang bertugas mendampingi petani serta mengajarkan ilmu-ilmu pertanian melalui pertemuan yang diselenggarakan setiap bulan.
Petani di Dusun Dadapan lebih cocok dikategorikan sebagai peasant. Dalam bahasa Inggris, kata “petani” memiliki dua padanan, yaitu “farmer” dan “peasant”. Mengutip Habibi (dalam Wolf: 1995), istilah peasant merujuk pada kategori petani yang bercorak subsisten, yaitu mengandalkan pertanian semata untuk bertahan hidup dan mempertahankan status sosial. Istilah ini identik dengan masyarakat miskin dan terpinggirkan. Adapun farmer diasosiasikan dengan petani di negeri kapitalis yang memiliki nuansa kewirausahaan dan lahan pertanian yang luas.
Menurut kepala dusun ketika diwawancarai, yang dominan di sana adalah petani kecil yang tidak memiliki lahan kebun jeruk luas. Semua hasil tani para petani kecil tersebut hampir pasti selalu diperdagangkan melalui tengkulak. Alasannya karena hasil produksi jeruk minim dan jasa tengkulak dipandang mempermudah dan membantu.
Temuan ini juga didukung oleh Hardinawati (2017) yang penelitiannya mengungkapkan alasan petani mudah menjual hasil produksi kepada tengkulak. Disebutkan bahwa tengkulak mampu mengurus hasil panen sendiri, mulai dari proses pemanenan hingga pengangkutan. Para petani kecil dibuat tergantung kepada tengkulak. Kondisi ekonomi petani yang lemah merepresentasikan daya tawarnya dalam masyarakat, maka kuatlah alasan mengapa petani tetap bergantung pada tengkulak (Megasari, 2019).
Fenomena petani dan tengkulak mengandung hubungan kompleks dan tentunya menarik untuk diselami lebih dalam. Dalam mengkaji relasi antara petani dan tengkulak, umum ditemui pembahasan mengenai relasi patron-klien. Namun, pada tulisan ini, saya berupaya mengkaji hubungan tersebut melalui perspektif lain, yaitu figurasi Norbert Elias.
Teori Figurasi Norbert Elias
Permasalahan utama yang menjadi pembahasan serius dalam sosiologi modern adalah perdebatan antara yang mikro dengan yang makro, antara agen (individu) dengan struktur (masyarakat), dan antara pendekatan yang lebih pada subjektif atau objektif. Permasalahan tersebut mendorong munculnya kritik yang dilatarbelakangi oleh cara pandang yang menentang pemisahan pembahasan antara agen dan struktur–seolah menunjukkan keduanya sebagai entitas berbeda.
Beberapa tokoh sosiologi hadir dengan menawarkan pendekatan yang bersifat menjembatani dualitas mikro dan makro. Beberapa tokoh sosiologi modern yang mencetuskan di antaranya ialah Norbert Elias melalui teori figurasi; serta yang terpengaruh pemikiran Elias, yaitu Anthony Giddens dengan teori strukturasinya serta Pierre Bourdieu melalui teori habitus (Novenanto, 2011).
Elias mendefinisikan figurasi sebagai suatu proses sosial yang menyebabkan terbentuknya jalinan hubungan antara individu (Ritzer & Goodman, 2007: 458). Figurasi bukan sebuah struktur yang berada di luar dan memaksa relasi antara individu, figurasi adalah antarhubungan itu sendiri. Dalam hal ini individu dipandang sebagai sosok yang terbuka, saling bergantung dan berhubungan satu sama lain. Elias juga menekankan pentingnya kekuasaan sebagai faktor yang menyebabkan kondisi senantiasa berubah.
Kekuasaan memegang peran penting dalam membentuk masyarakat. Melalui kekuasaan, konflik dan ketegangan sering kali muncu. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan perubahan pada konfigurasi sosial yang ada. Dengan demikian, dapat dipahami bahwasa konsep figurasi menekankan pada dinamika dan perubahan dalam hubungan sosial. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang senantiasa berkembang, dan perubahan dalam satu aspek dapat memengaruhi konfigurasi sosial.
Sosiologi Elias, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, dikenal sebagai sosiologi figurasional (figurational sociology)–meskipun Elias sendiri menggunakan istilah Sosiologi Proses. Adapun empat postulat dasar pemikirannya, menurut Noventanto (dalam Loyal, 2006: 161), adalah sebagai berikut:
- manusia sebagai individu bersifat interdependen sehingga berimplikasi pada dinamika-dinamika terhadap struktur sosial yang mereka susun bersama. Namun, dinamika-dinamika tersebut tidak dapat dipahami sebagai tindakan atau motivasi individu;
- figurasi (hubungan saling ketergantungan antar individu) tidak bersifat statis, melainkan dinamis atau terus berubah dalam posisi yang cenderung stabil;
- perubahan jangka panjang suatu figurasi sosial cenderung tidak terlihat dan tidak terencana;
- terjadinya perkembangan pengetahuan pada beberapa figurasi di mana membentuk pemahaman yang holistik terhadap empat postulat tersebut.
Secara sederhana, Elias menolak cara pandang yang cenderung berpihak pada salah satu sudut pandang–antara individu dan struktur (masyarakat). Keduanya tidak dapat dijelaskan secara terpisah. Antara individu dan masyarakat itu hendaknya tidak dipandang sebagai entitas yang berbeda, sebab kumpulan antarindividu pada akhirnya membentuk masyarakat. Tidak ada masyarakat tanpa individu, dan tidak ada individu yang benar-benar tunggal sebab manusia hidup secara bersama-sama (bukan makhluk tunggal).
Dominasi Kekuasaan Tengkulak terhadap Petani Jeruk
Tengkulak merupakan pihak yang membeli hasil panen petani untuk kemudian dipasarkan kembali kepada agen-agen besar (Megasari, 2019). Umumnya, tengkulak identik dengan orang-orang yang memiliki modal sehingga dalam masyarakat mereka sering kali dipandang sebagai penyelamat para petani kecil yang modalnya terbatas. Ketidakberdayaan para petani kecil akibat keterbatasan modal menyebabkan mereka sulit lepas dari hubungan ketergantungan terhadap tengkulak. Melalui teknik pendekatan yang halus, tengkulak pun “berhasil” membangun kepercayaan dari para petani.
Iya (tengkulak punya andil yang cukup besar terhadap petani), sekali petik di situ tanggung jawabnya sampe habis. Istilahnya, meskipun pasar macet (nggak laku), setiap waktu panen tetep tanggung jawab gimana jualnya, gimana petiknya, yang penting petani tau-tau (jeruknya) kepetik. Harga enggak ngurus, ikut aja kalau petani saya itu. Kalau tengkulak lain enggak ngerti saya, tapi petani saya gitu. Urusannya yang penting barang (jeruk) habis (dan) duit ada. Urusan harga mahal atau murah enggak ngurus.
Petani jarang tau (kuantitas hasil panen) orang yang petik saya-saya sendiri, petani enggak tau metik-metik gitu. Terus biasanya ngasal, buah banyak yang busuk karena dilempar-lempar kalo petani yang petik. (Wawancara dengan Priyadi, tengkulak, 2 September 2023)
Meskipun terkesan membantu, namun yang tidak boleh luput ialah bagaimana pada akhirnya tengkulak menjadi pihak yang paling dominan dalam proses tersebut.
Dalam teori figurasi Elias, konsep konfigurasi sosial menekankan bahwa individu dan kelompok membentuk bagian dari suatu jaringan hubungan yang saling terkait. Dalam hubungan antara petani dan tengkulak, konfigurasi sosial ini menciptakan interdependensi. Petani dan tengkulak tidak dapat dipahami secara terpisa; mereka saling memengaruhi dalam konteks ekonomi dan sosial. Ketergantungan petani terhadap tengkulak dapat dijelaskan melalui interdependensi ini, di mana petani membutuhkan tengkulak untuk penjualan hasil panen mereka dan akses ke sumber daya tertentu.
Aturan yang biasa diterapkan seorang tengkulak dalam rangka menjaga pasokan ialah melarang petani berhubungan bisnis dengan tengkulak lain, jika ia sudah menjual hasil tani kepadanya. Hal serupa berlaku bagi tengkulak itu sendiri. Seorang tengkulak tidak boleh membeli hasil tani dari pihak yang sudah terbiasa menjual kepada tengkulak lain. Dalam suatu konfigurasi sosial, individu belajar untuk mengendalikan diri sesuai norma-norma yang berkembang. Kondisi ini secara tidak langsung telah menunjukkan bagaimana individu dalam hubungan sosial membentuk dan dipengaruhi oleh konfigurasi sosial tempat mereka berada.
Meskipun tengkulak menjadi pihak dominan (superior), namun bukan berarti hubungan tersebut hanya dilandasi ketergantungan satu arah sebagaimana menurut konsep figurasi. Konfigurasi terjadi ketika dua atau lebih individu atau kelompok membangun hubungan yang dilandasi oleh ketergantungan satu sama lain sehingga mampu melakukan pembatasan timbal balik Quintaneiro (2006). Pembatasan timbal balik mengacu pada suatu dinamika di mana individu atau kelompok saling membatasi atau memengaruhi satu sama lain melalui interdependensi dan ketergantungan. Pembatasan timbal balik ini menciptakan pola-pola perilaku dan norma-norma sosial tertentu dalam suatu masyarakat, misalnya terkait norma atau kesepakatan yang harus dipatuhi kedua belah pihak sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.
Dalam hal ini, tengkulak juga memiliki sisi ketergantungan terhadap petani, yakni terkait pasokan hasil tani yang konsisten. Maka dari itu, penting sekali membangun hubungan baik untuk menjaga kepercayaan petani.
Kalau saya bisa jual Rp10 ribu tapi saya kasih uang ke petani Rp6.000 atau Rp5.000, kalau sampai denger dari tetangga ya kapok ga mau jual ke kita. Petani juga gitu, misalnya maunya jual mahal terus, kitanya (tengkulak) yang enggak kuat ya udah ga bisa jual. Ga bakalan petani itu jual ke pasar, enggak ada. Paling ke pedagang lain, pedagang lain pun kalau denger misal saya bilangin, ‘Jangan dibeli, orang itu susah!’ Ya enggak bakal dibeli. (Wawancara dengan Priyadi, tengkulak, 2 September 2023)
Meskipun demikian, sebagaimana kutipan wawancara di atas, posisi tengkulak tetap lebih aman sebab kekuasaan yang mereka miliki (modal). Para tengkulak memiliki akses dan hubungan tersendiri dengan sesama tengkulak, juga kondisi ekonomi para petani kecil lebih tidak berdaya, menjadikan mereka lebih rentan dan cenderung berada pada posisi riskan. Terlebih, tidak ada jaminan bahwa semua tengkulak memiliki integritas dan tanggung jawab terhadap hasil tani yang didagangkannya.
Terdapat beberapa tengkulak yang tidak bertanggung jawab, terkadang ada yang mengaku bahwa mereka ditipu orang atau uang hasil penjualan dibawa orang, dan lain sebagainya. (Wawancara dengan Yasmat, petani, 2 September 2023)
IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.
Dinamika Sosial dan Strategi Adaptasi
Kondisi Batu yang tidak lagi bersuhu dingin menyebabkan apel, produk unggulan kota ini, tidak dapat lagi tumbuh di beberapa tempat, tidak terkecuali di Dusun Dadapan. Oleh sebab itu masyarakat mulai beralih pada tanaman lain seperti jeruk, yang perawatannya disebut tidak terlalu sulit. Jeruk bisa dirawat sembari petani mengerjakan pekerjaan lain di luar perkebunan.
Namun, sebagaimana dijelaskan Kepala Dusun Dadapan, saat ini terjadi penyempitan lahan pertanian yang disebabkan oleh beberapa hal: alih fungsi untuk perumahan, pembagian harta waris, serta pendatang yang menyewa sebagian besar lahan pertanian untuk menanam bunga. Selain berdampak pada petani, kondisi ini otomatis berdampak pula pada tengkulak.
Ya kalau lahannya semakin sempit tentunya persaingan dagangnya juga semakin ketat, karena yang diproduksi juga kan sedikit. (Wawancara dengan Wito, 2 September 2023)
Dalam kondisi seperti ini, petani dan tengkulak mau tidak mau perlu beradaptasi, menemukan strategi yang tepat untuk bertahan hidup. Adapun bentuk adaptasi yang dilakukan para petani (petani kecil) adalah mengambil kerja sampingan seperti serabutan, menjadi buruh, tukang, kuli dan sebagainya.
Selain itu, kehidupan petani kecil juga terselamatkan dengan corak hidup yang bersifat subsisten. Bentuk subsistensi masyarakat dapat dilihat dari nilai-nilai yang mereka yakini. Menurut Kepala Dusun, karakter masyarakat Dadapan sangat sederhana, “sakmadyo”, dengan nilai gotong royong serta nilai sosial yang tinggi.
Untuk tengkulak, bentuk adaptasi yang mereka lakukan adalah berekspansi dengan mencari hasil tani dari petani di luar dusun serta menabungkan uang hasil dagang kepada agen (penjual) besar langganan mereka. Tengkulak memegang uang secukupnya untuk pegangan. Ketika suatu saat membutuhkan uang atau modal, barulah mereka menghubungi agen penjual besar kepercayaannya.
Simpulan
Dalam konfigurasi sosial antara petani jeruk dan tengkulak, terbentuklah suatu hubungan yang mencirikan interdependensi dan ketergantungan saling membutuhkan. Ketergantungan ini melibatkan dominasi kekuasaan yang sangat tercermin dalam ekonomi, di mana tengkulak memiliki kendali atas harga, transaksi dan akses petani ke sumber daya produksi. Petani, sebagai pihak yang lebih lemah, merasa terkendali oleh ketergantungan pada tengkulak, yang membatasi alternatif mereka dan membuat sulit mencari solusi yang lebih menguntungkan.
Dalam konteks ini, norma-norma dan etika bisnis yang ditetapkan oleh tengkulak turut membentuk dinamika hubungan, yang mungkin mencakup pembagian keuntungan dan tanggung jawab sosial. Meskipun terdapat resistansi dari pihak petani, ketergantungan mereka membentuk identitas dan norma-norma yang memandu perilaku dalam konfigurasi sosial ini. Analisis figurasi sosial Elias dapat membantu memahami kompleksitas dan ketidakseimbangan kekuasaan yang hadir dalam hubungan ekonomi antara petani jeruk dan tengkulak.
Daftar Pustaka
Website
Habibi, Mochtar. (2018, April 18). ‘Petani’ dalam Lintas Kapitalisme. Retrieved from Indoprogress.com: https://indoprogress.com/2018/04/petani-dalam-lintasan-kapitalisme/
Artikel Jurnal
Hardinawati, L. U., & Fauzy, M. (2017). “Alasan Petani Muslim Menjual Hasil Panen Kepada Tengkulak di Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi” dalam Proceeding 9th ISDEV International Islamic Development Management Conference 2015.
Megasari, L. A. (2019). Ketergantungan Petani terhadap Tengkulak sebagai Patron dalam Kegiatan Proses Produksi Pertanian (Studi di Desa Baye Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri) (Disertasi Universitas Airlangga).
Novenanto, A. (2011). “Sejarah Pemberadaban: Mengenalkan Norbert Elias pada Sosiologi Indonesia.” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 24(3), 183-191.
Quintaneiro, T. (2006). “The Concept of Figuration or Configuration in Norbert Elias’ Sociological Theory,” Teoria & Sociedade, 2(SE), 0-0.
Buku
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Wawancara
Priyadi dan Yasmat. 2 September 2023.
Nita Putri Febriani adalah Mahasiswi FISIP Universitas Brawijaya