Dasar-Dasar Ekonomi Marxis: Wawancara dengan Deepankar Basu

Print Friendly, PDF & Email

Ilustrasi: Illustruth


NAMA Karl Marx sering kali dikaitkan dengan sebuah gerakan politik revolusioner pada abad ke-19 dan ke-20 yang menyebut diri sebagai “marxis”. Karya paling terkenal Marx mungkin adalah Manifesto Komunis, pamflet politik yang ditulis bersama Friedrich Engels pada tahun 1848. Namun, pencapaian terbesar Marx adalah analisis ekonomi yang mendalam dan ketat tentang kapitalisme yang ia sempurnakan di tahun-tahun terakhir hidupnya, yang akhirnya menjadi volume I, II, dan III dari Kapital

Lebih dari 150 tahun sejak volume pertama Kapital diterbitkan, teori ekonomi Marx terus diperdebatkan dan didiskusikan secara luas–dan juga sering disalahpahami serta dicaci maki. Dalam konteks tersebut, Cale Brooks dari Jacobin berbicara dengan ekonom dari Universitas Massachusetts Amherst, Deepankar Basu, penulis buku The Logic of Capital: An Introduction to Marxist Economics (Cambridge University Press, 2021). Dia merangkum apa yang paling khas dan penting dalam ekonomi Marx. Transkrip ini telah diedit agar lebih mudah dipahami.


Cale Brooks | Apa yang khas dari ekonomi marxis dibandingkan dengan tradisi ekonomi lainnya?

Deepankar Basu | Setidaknya ada tiga elemen khas. Ekonomi marxis menempatkan studi tentang kapitalisme dalam alur sejarah yang lebih luas. Ia memahami kapitalisme sebagai salah satu bentuk organisasi produksi sosial, dan melihat kapitalisme sebagai masyarakat yang terbagi kelas, seperti feodalisme dan masyarakat berbasis perbudakan. Oleh karena itu, karakteristik pertama yang khas dari ekonomi marxis adalah mencoba memahami bagaimana masyarakat kapitalisme yang terbagi-bagi dalam kelas menimbulkan dan didasarkan pada eksploitasi.

Kedua, ekonomi marxis melihat kapitalisme sebagai sistem yang kontradiktif. Hal ini berasal dari karya Marx, di mana Marx menyoroti aspek positif kapitalisme dibandingkan dengan mode produksi sebelumnya. Aspek positif ini menciptakan kekayaan yang sangat besar yang, jika didistribusikan dengan benar, dapat memenuhi kebutuhan sebagian besar penduduk–tetapi hal ini tidak terjadi karena cara hubungan kapitalisme diorganisir. Ada aspek yang kontradiktif: kapitalisme meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan memungkinkan penciptaan kekayaan yang sangat besar; namun karena kapitalisme didorong oleh keuntungan dan bukan untuk memenuhi kebutuhan, hal ini tidak memenuhi kebutuhan sosial sistem.

Elemen ketiga yang khas, yang membedakannya dari semua tradisi ekonomi lain, adalah fokus pada krisis. Analisis Marx tentang kapitalisme selalu menekankan bahwa kapitalisme adalah sistem yang rentan terhadap krisis. Meskipun ada periode ketika tampaknya kapitalisme berjalan dengan baik, jika kita melihat di bawah permukaan, kecenderungan krisis akan berkembang, yang hampir pasti akan meledak menjadi krisis. Jadi jika Anda melihat sejarah kapitalisme, setiap tiga atau empat dekade sistem tersebut terperangkap dalam krisis yang mendalam.

Dalam tulisan Marx, Anda tidak akan pernah menemukan sesuatu seperti akhir yang pasti dari kapitalisme. Ada diskusi yang kaya tentang berbagai kecenderungan yang menuntun kapitalisme ke dalam krisis, tetapi bagaimana krisis itu diatasi dan apa yang muncul dari itu tidak diprediksi. Penyelesaian hanya dapat muncul sebagai hasil dari tindakan sosial oleh kelompok besar orang.

Cale Brooks | Buku Anda jelas bukan pengantar pertama untuk ekonomi marxis. Tapi berbeda dengan pengantar klasik lain, Anda mengorganisasikan sebagian besar buku dalam perkembangan logis yang sama dengan yang digunakan oleh Marx dalam Kapital. Bisakah Anda menjelaskan bagaimana argumen Marx diorganisasikan?

Deepankar Basu | Antara tahun 1857-1858, ketika serius mulai menulis Kapital, dan 1865, ketika telah lebih atau kurang menyelesaikan beberapa draf awal, kita melihat Marx melewati beberapa cara yang berbeda dalam mengorganisir dan menyajikan karya tersebut.

Apa yang akhirnya muncul berasal dari dua ide penting yang dimiliki Marx. Pertama, ia menyadari, setelah hampir satu dekade mempelajari sistem kapitalis, bahwa fokus karyanya akan berada pada kapital (modal). Yang dia maksud dengan “kapital” adalah sebuah sistem di mana sejumlah uang datang ke pasar, membeli komoditas, memproduksi beberapa komoditas dengan komoditas yang dibeli tadi–salah satu komoditas penting adalah tenaga kerja–dan kemudian menjual komoditas yang telah diproduksi untuk mendapatkan uang lebih banyak. Ini adalah sistem yang diatur berdasarkan kebutuhan untuk menghasilkan lebih banyak uang dengan cara menginvestasikan uang.

Apa yang Marx pahami dari kata “kapital” adalah itu merupakan proses “nilai yang melahirkan lebih banyak nilai” atau “nilai yang bergerak.” Marx memahami bahwa bahwa kapitalisme adalah representasi dari dinamika ini, dari logika ini, dari kebutuhan ini. Oleh karena itu, konsep sentral yang ingin ia pelajari dalam bukunya adalah kapital.

Hal berikutnya adalah, jika dia ingin menyajikan kepada pembaca analisis tentang logika kapital, maka itu tidak harus mengikuti lintasan sejarah di mana kapitalisme muncul, tetapi harus mengikuti logika dari konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami struktur sosial dan dinamika kapitalisme sebagaimana yang ada pada masa Marx. Itulah sebabnya mengapa Marx tidak menyajikan narasi sejarah, tetapi struktur konseptual.

Selain itu, struktur konseptual yang disajikan oleh Marx diorganisasikan ke dalam apa yang dia sendiri sebut sebagai “tingkatan abstraksi yang berbeda.” Sama seperti ilmu lain, ilmu sosial juga diabstraksi dari berbagai aspek perifer sebuah fenomena dan mencoba untuk mereduksi dan memahami hal dasar yang merupakan logika suatu sistem. Itulah yang ingin dilakukan Marx pada tingkatan abstraksi pertama, yang ia sebut “kapital secara umum.” Di sana dia ingin memahami interaksi murni antara dua elemen yang membentuk kapital–di satu sisi kapital atau uang, di sisi lain tenaga kerja–dan bagaimana interaksi keduanya menimbulkan berbagai kecenderungan yang kita lihat dalam kapitalisme.

Volume I dan II Kapital diorganisasikan pada tingkat abstraksi yang tinggi ini. Ada dua hal yang Marx abstraksikan di sana. Pertama adalah fakta persaingan, yaitu fakta bahwa dalam kapitalisme tidak ada satu blok kapital, tetapi pengusaha individu yang bersaing satu sama lain. Kedua adalah bahwa dalam kapitalisme ada fenomena kredit, di mana bank dapat menyediakan kredit bagi kapitalis, dan kapitalis dapat memberikan kredit bagi rumah tangga.

Kemudian, dalam volume III Kapital, ia membawa kembali hal-hal yang telah diabstraksikannya ke dalam analisis. Jadi, pada saat mencapai akhir volume III, kita telah memahami logika kapital pada tingkat yang sangat abstrak tetapi juga mengerti bagaimana ia beroperasi di tingkat abstraksi yang lebih rendah–di mana persaingan antara pengusaha dan fenomena kredit juga memainkan peran penting.


Cale Brooks | Salah satu fitur khas lain dari karya Marx adalah teori nilai. Bisakah Anda menjelaskan dasar-dasar teori nilai kerja Marx?

Deepankar Basu | Pertanyaan tentang nilai (‘value’) adalah pusat pemikiran ekonomi, dan sudah lama menjadi perdebatan. Ini dimulai dengan fenomena sederhana. Cobalah amati dunia komoditas di mana barang-barang dibeli dan dijual. Kita akan menyadari bahwa satu komoditas ditukar dalam rasio tertentu untuk komoditas lain. Misalnya, katakanlah harga sebuah meja adalah empat puluh dolar dan harga sebuah kemeja adalah dua puluh dolar. Artinya, dua kemeja dapat ditukar dengan satu meja.

Bentuk pertukaran satu komoditas dengan komoditas lain telah ada sejak lama, dan para teoretisi ekonomi telah bertanya-tanya apa yang mendasari fenomena pertukaran ini. Nilai adalah jawaban atas pertanyaan ini: Apa yang bisa menjelaskan fenomena pertukaran? Ada dua pendekatan utama dalam sejarah pemikiran ekonomi yang mencoba menjawab itu. Satu adalah pendekatan subjektif–ini adalah pendekatan ekonomi neoklasik. Kemudian ada tradisi yang lebih tua yang berasal dari Adam Smith, David Ricardo, dan Karl Marx. 

Kelompok nama yang disebut terakhir memberikan jawaban yang sangat berbeda untuk pertanyaan ini. Ricardo, Smith dan Marx menjawab, apa yang dapat menjelaskan fenomena pertukaran dan apa yang dapat menjelaskan nilai komoditas adalah jumlah kerja yang telah dicurahkan untuk menghasilkan komoditas. Jawaban dari pendekatan klasik ini dikenal sebagai teori nilai kerja (‘labor theory of value’).

Di sisi lain, tradisi neoklasik, yang mulai terkenal sejak sekitar tahun 1870, menjawab pertanyaan yang sama dengan melihat apa yang disebut “utilitas”. Menurut mereka, komoditas saling bertukar dalam rasio tertentu karena berbagai komoditas memberikan tingkat utilitas yang berbeda bagi orang yang ingin membelinya.

Sekarang utilitas atau kegunaan diakui oleh para pemikir klasik sebagai satu aspek dari komoditas. Namun, mereka juga menyadari bahwa ada aspek lain dari komoditas, yaitu fakta bahwa komoditas dapat saling dipertukarkan satu sama lain. Ketika mereka menyadari bahwa apa yang bisa menjelaskan fakta pertukaran bukanlah utilitas atau kegunaan, mereka ingin memberikan teori nilai yang objektif. Oleh karena itu, mereka melihat pada proses produksi dan pada jumlah relatif kerja yang telah digunakan untuk menghasilkan berbagai komoditas. Jawaban mereka adalah bahwa jumlah relatif kerja yang telah digunakan untuk menghasilkan komoditas dapat menjelaskan pertukaran, baik fitur kualitatif maupun fitur kuantitatifnya.

Itulah mengapa jawaban mereka berbeda dengan jawaban para ekonom neoklasik yang mengandalkan utilitas atau kegunaan, yang pada dasarnya adalah fitur subjektif. Seberapa banyak kegunaan atau utilitas yang saya dapatkan dari konsumsi suatu komoditas tertentu tergantung pada saya. Hal itu tergantung pada lingkungan saya, pada keadaan saya, perasaan hati saya, bahkan cuaca hari itu. Satu es krim dengan merek yang sama akan memberikan saya utilitas yang berbeda, tergantung apakah saya menikmatinya saat hari panas atau dingin. 

Jadi utilitas adalah fenomena subjektif, dan oleh karena itu teori nilai yang berasal dari utilitas adalah teori nilai subjektif.

Di sisi lain, teori nilai yang berasal dari jumlah kerja yang masuk ke dalam produksi suatu komoditas adalah teori nilai objektif karena produksi adalah fakta objektif. Bagaimana kita mengukur nilainya adalah pertanyaan yang berbeda, dan mungkin sulit mengukur dengan tepat jumlah kerja yang masuk ke dalam produksi. Tetapi, tetap saja, itu adalah teori nilai objektif.

Teori nilai kerja, yang menegaskan bahwa komoditas memiliki nilai karena dan sejauh mereka telah menyerap sejumlah kerja produktif masyarakat, diambil Marx dari para ekonom klasik. Tetapi kemudian Marx memberikan nuansa yang lebih banyak. Dia bertanya, “Dapatkah kita mengatakan lebih banyak tentang kerja yang telah digunakan untuk memproduksi komoditas dan dengan demikian dapat menimbulkan nilai?” Marx kemudian memberikan konsep kerja abstrak (‘abstract labor’) dan mengatakan bahwa kerja abstrak-lah, alih-alih kerja konkret (‘labor’), yang menimbulkan nilai suatu komoditas.

Marx juga membawa konsep kerja yang diperlukan secara sosial (‘socially necessary labor’). Marx mengatakan bahwa pada setiap titik waktu tertentu, dengan teknologi produksi dan intensitas kerja, jumlah kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit komoditas apa pun akan kurang lebih tetap. Apa yang hendak Marx katakan adalah, ketika kita berpikir tentang nilai, kita harus juga memikirkan konteks sosial, teknologi yang ada, dan intensitas kerja. Ini kemudian akan menentukan berapa banyak kerja yang dibutuhkan.

Terakhir, Marx menyadari bahwa kita tidak bisa membandingkan satu jam kerja buruh terampil dengan satu jam kerja buruh tidak terampil. Oleh karena itu, ia menunjukkan bahwa harus ada cara konseptual untuk memastikan bahwa kita mengonversi unit kerja yang kompleks menjadi unit kerja yang sederhana. Jadi, setelah kita memahami konsep-konsep ini dari kerja sosial yang diperlukan, kerja abstrak, dan pengurangan kerja kompleks menjadi sederhana, kita memiliki fondasi yang sangat solid dari tulisan-tulisan Marx untuk teori nilai kerja.


Cale Brooks | Sebagian besar volume I Kapital dikhususkan untuk menjelaskan munculnya nilai lebih (‘surplus value’) dan pentingnya dalam proses akumulasi kapital. Dapatkah Anda menjelaskan signifikansi konsep nilai lebih dalam analisis Marx?

Deepankar Basu | Konsep nilai lebih signifikan bagi Marx dalam dua cara. Pertama, Marx menempatkan analisis ekonominya dalam pemahaman sejarah yang lebih luas, yaitu apa yang ia sebut sebagai “konsepsi materialisme atas sejarah” atau “materialisme historis.” Dalam materialisme historis, kapitalisme dipahami sebagai satu bentuk masyarakat berkelas. Dalam masyarakat berkelas, terjadi pengambilalihan usaha kerja suatu kelas oleh kelas lain. Itulah cara sentral yang dipahami Marx mengenai fenomena eksploitasi.

Marx ingin memahami dan menjelaskan kepada pembacanya bagaimana fenomena eksploitasi beroperasi dalam masyarakat berkelas. Marx membandingkan pemahaman eksploitasi dalam feodalisme, yang sangat mudah dipahami karena terbuka, dengan cara yang jauh lebih kompleks dalam kapitalisme.

Dalam feodalisme, untuk memberikan analisis yang sangat sederhana, hukum menegaskan bahwa para buruh tani akan bekerja selama empat hari seminggu di tanah tuan tanah dan selama tiga hari bekerja di tanah mereka sendiri. Jadi, empat dari tujuh hari waktu buruh tani langsung diambil oleh tuan tanah. Fakta eksploitasi, di mana tuan tanah mengambil hasil kerja buruh tani, tampak transparan.

Marx mengklaim bahwa fenomena yang sama terjadi dalam kapitalisme. Namun, apa yang mengaburkan hal ini adalah kenyataan bahwa semuanya dimediasi melalui proses pasar dan kenyataan pertukaran. Dalam kapitalisme, kelas pekerja menjual kemampuan kerjanya kepada kapitalis untuk upah. Marx ingin menunjukkan bahwa ketika kapitalis menggunakan tenaga kerja yang telah mereka beli dan memproduksi komoditas lalu menjualnya ke pasar, mereka mampu mengambil lebih banyak nilai daripada yang dibayarkan kepada pekerja dalam bentuk upah.

Perbedaan ini, yang pada dasarnya muncul sebagai keuntungan seluruh kelas kapitalis, adalah apa yang dipahami Marx sebagai nilai lebih. Ini mungkin adalah aspek paling penting dari konsep nilai lebih. Sebab, dengan menunjukkan dengan cara yang ketat bahwa sistem pertukaran berbasis pasar juga dapat menimbulkan dan perampasan nilai lebih dari satu kelas oleh kelas lain–oleh kelas kapitalis dari kelas pekerja–Marx menunjukkan dengan tegas bahwa kapitalisme juga didasarkan pada eksploitasi, sama seperti masyarakat berbasis kelas sebelumnya.

Poin kedua adalah bahwa Marx memahami bahwa penciptaan, realisasi, dan distribusi nilai lebih adalah dinamika utama dari sistem kapitalis ketika dilihat dari perspektif makro. Kapitalisme adalah tentang menghasilkan keuntungan, dan sumber keuntungan adalah nilai lebih. Itulah mengapa yang dilakukan oleh kelas kapitalis dengan nilai lebih memiliki implikasi langsung pada bagaimana sistem berevolusi dari waktu ke waktu. Marx juga berpendapat bahwa kecenderungan krisis yang muncul dalam sistem kapitalis terkait baik dengan penciptaan dan realisasi nilai lebih.

Konsep nilai lebih memainkan kedua peran tersebut. Pertama, ia menekankan bahwa kapitalisme adalah masyarakat yang terbagi kelas dan karenanya bergantung pada eksploitasi pekerja, dalam arti bahwa sebagian nilai lebih milik kelas pekerja diambil oleh kelas kapitalis tanpa imbalan apa pun. Kedua, dinamika sistem, termasuk kecenderungan krisisnya, muncul dari kedua ranah ini: satu di mana nilai lebih dihasilkan dan yang lain di mana nilai lebih direalisasikan melalui penjualan komoditas.

Cale Brooks | Volume I Kapital mencapai puncak menjelang akhir, di mana Marx menjelaskan proses akumulasi. Ini adalah dinamika sentral dari perkembangan dan pertumbuhan kapitalis. Dapatkah Anda menjelaskan apa arti akumulasi kapital bagi Marx dan, terkait dengan itu, apa yang dia maksud tentang teori pengangguran yang terus-menerus (‘persistent unemployment’)?

Deepankar Basu | Cara abstrak untuk memahami masyarakat kapitalis adalah dengan melihat apa yang dilakukan kelas kapitalis di titik awal. Mereka memasuki dengan sejumlah uang dan menggunakan uang itu untuk membeli dua jenis komoditas: tenaga kerja–kemampuan untuk bekerja–dan semua input non-tenaga kerja lain yang digunakan dalam produksi. Kemudian kita pergi bersama kapitalis ke pabrik. Di sana dia menggabungkan dua elemen yang baru saja didapat dan komoditas baru diproduksi. Kapitalis pun kembali lagi ke pasar–sekarang bukan sebagai pembeli tetapi penjual, karena ia memiliki barang jadi dengan dia. Kemudian ia menjualnya.

Dalam proses tersebut, kapitalis berakhir dengan lebih banyak uang daripada sebelumnya. Uang ekstra ini adalah ekspresi moneter dari nilai lebih. Itu adalah bagian dari waktu kerja yang tidak dibayar milik para pekerja, pihak sebenarnya yang memproduksi komoditas. Setelah kita memahami ini, maka Marx bertanya: Apa yang dilakukan oleh kapitalis dengan jumlah uang ekstra yang berhasil diekstraknya dari kelas pekerja, yaitu waktu kerja yang tidak dibayarkan ke kelas pekerja?

Jawaban Marx adalah bahwa sebagian besar nilai lebih yang telah direalisasikan digunakan kembali dalam proses produksi untuk menghasilkan lebih banyak nilai lebih. Dan pada akhir siklus lain, uang tersebut akan diinvestasikan kembali untuk menghasilkan lebih banyak nilai lebih. Reinvestasi nilai lebih ke dalam proses produksi dengan tujuan menghasilkan lebih banyak nilai lebih adalah yang disebut Marx sebagai “akumulasi kapital.”

Proses akumulasi kapital menimbulkan teka-teki yang tampaknya sulit dipecahkan. Mari kita katakan para kapitalis menginvestasikan semua keuntungan mereka kembali ke dalam produksi. Dalam hal ini, skala produksi akan meningkat dan permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat. Jika ini terus terjadi selama beberapa kuartal dan tahun, permintaan akan tenaga kerja pada akhirnya akan melampaui pasokan tenaga kerja. Begitu hal ini terjadi, upah riil yang diperoleh oleh kelas pekerja akan mulai naik. Dan jika itu terus naik, pada akhirnya akan mulai menggerogoti keuntungan. Jika tidak dicegah, maka hal itu akan menyebabkan, dalam kasus ekstrem, keuntungan menjadi nol.

Sistem kapitalis diarahkan untuk menghasilkan keuntungan. Jika dinamika internal sistem mengarahkan pada situasi di mana keuntungan akan menjadi nol, maka hal ini menunjukkan kontradiksi tersembunyi dalam kapitalisme. Jadi Marx bertanya: Apakah ada mekanisme yang tersedia untuk kapitalisme untuk memastikan bahwa permintaan akan tenaga kerja tidak meningkat sedemikian rupa sehingga mulai menggerogoti keuntungan dan, pada titik ekstrem, menekan keuntungan menjadi nol? Dan jawaban Marx adalah “ya”. Mekanisme yang ia bicarakan adalah apa yang ia sebut sebagai “tentara cadangan tenaga kerja”(‘reserve army of labor’) atau “populasi cadangan relatif” (‘relative surplus population’). 

Tentara cadangan tenaga kerja adalah bagian dari kelas pekerja yang saat ini tidak dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan kapitalis tetapi sebenarnya tersedia untuk dipekerjakan jika diperlukan. Marx mengatakan bahwa tentara cadangan tenaga kerja terdiri dari tiga bagian. Satu, yang disebutnya sebagai tentara cadangan tenaga kerja “mengambang”, yaitu bagian dari kelas pekerja yang berpindah antara pekerjaan dan pengangguran. Terkadang mereka bekerja, dan ketika terjadi resesi atau perusahaan tutup mereka dipecat dan menjadi pengangguran.

Unsur besar kedua dari pasukan cadangan tenaga kerja disebut Marx sebagai cadangan tenaga kerja “laten”. Ini adalah fragmen dari kelas pekerja yang belum dimanfaatkan oleh sistem kapitalis tetapi berpotensi tersedia. Di sini dia memikirkan dua segmen demografi penting. Pertama adalah petani pemilik lahan kecil yang mampu menghasilkan pendapatan cukup sehingga tidak perlu datang ke pasar untuk menjual kemampuan bekerja mereka. Kedua adalah tenaga kerja domestik, terutama perempuan, yang untuk waktu lama berada di luar angkatan kerja. Segmen ini dapat diambil oleh kapital jika diperlukan.

Segmen ketiga adalah cadangan tenaga kerja “stagnan”. Ini adalah bagian dari kelas pekerja yang benar-benar keluar dari sistem: pekerja yang telah kehilangan keterampilan mereka atau telah, karena berbagai alasan, berhenti mencari pekerjaan. Semua ini bersama-sama merupakan cadangan tenaga kerja.

Dan di bab dua puluh lima volume I Kapital, Marx menunjukkan bahwa fluktuasi di dalam tentara cadangan tenaga kerja adalah mekanisme utama yang menjaga pergerakan upah riil dan memastikan bahwa upah riil tidak naik hingga pada akhirnya menghilangkan keuntungan. Ini adalah konsep yang sangat penting dan revolusioner karena menyoroti bahwa fakta pengangguran telah dibangun ke dalam sistem kapitalisme.

Meskipun mungkin bagi kapitalisme untuk memecahkan masalah pengangguran dalam jangka waktu yang singkat, selama waktu lama, pengangguran sebagai fitur dari kapitalisme akan ada di sana. Jika mekanisme tersebut tidak tersedia, maka kapitalisme akan terancam karena tidak akan ada cara untuk memastikan bahwa upah tidak naik hingga pada akhirnya keuntungan turun menjadi nol.


Cale Brooks | Orang-orang yang memiliki pandangan politik harus mengakui implikasi dari analisis ini, yaitu bahwa pengangguran adalah fenomena bersinambung dalam kapitalisme dan merupakan turunan dari akumulasi. Hal ini relevan ketika kita memikirkan berbagai proposal sosial demokrat atau sejarah upaya untuk menciptakan lapangan kerja penuh, dan banyak dinding yang mereka hadapi pada saat-saat krusial dalam sejarah; atau ketika kita memikirkan kegagalan keynesianisme pada tahun 1970-an untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan stagflasi. Sangat penting bahwa akumulasi yang mendorong proses ini–bukan, seperti yang terkadang terdengar, pekerja yang meminta terlalu banyak–yang pada akhirnya menyebabkan stagnasi.

Marx adalah seorang revolusioner politik sepanjang hidupnya yang banyak menghabiskan masa tuanya untuk berkontribusi pada gerakan politik kelas pekerja. Pada saat yang sama, dia mengatakan bahwa ada batasan bawaan dalam mendorong kenaikan upah. Ini tidak berarti Anda tidak melakukannya, tetapi Anda harus menemukan solusi politik untuk menangani struktur ekonomi objektif ini yang tak terpisahkan dari kapitalisme.

Bagi kebanyakan orang, di situlah cerita berakhir karena mereka tidak membaca melebihi volume I. Tetapi saya ingin beralih ke volume II sekarang. Bisakah Anda menjelaskan pentingnya sirkulasi dan realisasi nilai tambah, serta bagaimana Marx memahami pertumbuhan ekonomi dalam kapitalisme?

Deepankar Basu | Dalam volume I Kapital, Marx hendak memahami bagaimana nilai lebih dihasilkan dan apa yang dilakukan kelas kapitalis dengan itu. Jadi salah satu bagiannya adalah menjelaskan bagaimana nilai lebih itu dihasilkan. Bagian lainnya adalah akumulasi kapital, yang terjadi ketika nilai lebih itu diinvestasikan kembali. 

Sebuah isu penting telah diabstraksikan oleh Marx ketika melakukan analisis: nilai lebih hanya dapat direalisasikan dan menjadi bagian dari kumpulan uang kapitalis ketika komoditas yang dibuat terjual dengan harga yang memadai. Di volume II, dia kembali dengan pertanyaan: Bagaimana sistem kapitalis mampu membuat banyak sekali komoditas dan memastikan semuanya dibeli dengan harga yang diperlukan untuk merealisasikan semua nilai? Marx menyediakan jawaban atas pertanyaan ini dalam dua level. 

Pada level agregat, hal terpenting yang dia mau katakan adalah bahwa, ketika kita melihat semua komoditas yang telah diciptakan sebuah negara kapitalis dalam periode waktu tertentu, katakanlah satu tahun, kita akan menyadari bahwa semua komoditas tersebut akan dibeli antara oleh kepas kapitalis atau kelas pekerja. Jadi kelas kapitalis akan saling membeli semua yang dibutuhkan untuk produksi. 

Bagian lain akan dibeli kelas pekerja, tapi itu pun pada akhirnya didorong oleh pembelian kelas kapitalis. Mengapa demikian? Sebab kelas kapitalis memutuskan berapa banyak tenaga kerja yang dipekerjakan. Ketika tenaga kerja dipekerjakan, mereka akan mendapat upah, lalu membeli komoditas untuk kebutuhan sendiri. Demikian pula keputusan berapa banyak yang akan diinvestasikan dan komoditas yang ingin dihasilkan. Semua pada akhirnya akan menentukan apakah semua komoditas yang telah diproduksi akan dibeli. 

Secara keseluruhan, ekonomi kapitalis mampu membeli semua yang mereka produksi dengan harga yang telat untuk menghasilkan dan merealisasikan semua nilai lebih, jika kelas kapitalis bersedia berinvestasi dalam jumlah memadai. Oleh karena itu, dari sudut pandang Marx, penting untuk mengembangkan teori investasi kapitalis yang solid. 

Marx tidak menyelesaikan proyek itu di volume II, dan saya pikir para cendikiawan marxis perlu mengerjakannya. 

Perspektif kedua adalah untuk memahami apa yang terjadi ketika menganggap ekonomi terbagi ke dalam apa yang disebut Marx sebagai “departemen”. Katakanlah ada dua departemen: satu membuat mesin dan lainnya memproduksi barang konsumsi. Begitu kita memikirkannya sedikit saja, jelas bahwa ekonomi agregat kapitalis, yang dibagi menjadi dua departemen, akan mampu memproduksi dan menjual apa pun hanya jika ada proporsionalitas antara jumlah mesin dan barang konsumsi yang dibuat. Anda tidak  bisa membuat salah satunya lebih banyak. Alasannya karena banyak mesin yang sedang dibuat akan dibeli kapitalis yang sedang memproduksi barang-barang konsumsi. Dan banyak barang-barang konsumsi yang sedang diproduksi akan dibeli tidak hanya oleh para pekerja di pabrik-pabrik barang-barang konsumsi tapi juga para buruh di pabrik-pabrik penghasil mesin. 

Ada saling ketergantungan antara dua sektor tersebut. Itulah sebabnya Marx menekankan, melalui apa yang dikenal sebagai skema reproduksi, bahwa jika sistem kapitalis ingin mereproduksi dirinya sendiri dengan lancar dari waktu ke waktu dan tidak terjebak dalam masalah permintaan yang terlalu banyak atau sedikit, ia harus memproduksi barang-barang konsumsi dan barang-barang produsen secara proporsional. Rasio spesifik dan presisi yang harus diproduksi oleh kedua departemen ini agar sistem dapat mereproduksi dirinya sendiri dengan lancar dari waktu ke waktu bisa saja dicari tahu. 

Mari kita langsung ke pertanyaan tentang pertumbuhan. Bagi Marx, kapitalisme adalah sistem yang diarahkan untuk menghasilkan dan mewujudkan nilai lebih. Nilai lebih lalu dimasukkan kembali ke dalam sistem sehingga meningkatkan skala proses produksi. Oleh karena itu Marx memahami pertumbuhan sebagai ukuran aliran nilai seluruh ekonomi kapitalis dari waktu ke waktu. 

Seiring waktu, dari tahun ke tahun, ukuran nilai meningkat. Peningkatan ini terjadi karena dua alasan. Pertama, lebih banyak nilai lebih yang diekstraksi dari pekerja karena populasi mereka, yang dipekerjakan oleh kapital, meningkat. Kedua, karena perubahan teknologi, komoditas terjual lebih cepat. Kecepatan nilai melintasi seluruh proses dan kembali dalam bentuk moneter ke tangan kapitalis untuk diinvestasikan kembali meningkat seiring waktu. Semakin banyak nilai lebih yang diekstraksi dan direalisasikan dengan cepat, maka sistem pun tumbuh lekas dari waktu ke waktu. 

Marx paham betul bahwa pertumbuhan kapitalis adalah proses yang amat kontradiktif, yang punya kemungkinan untuk diinterupsi di berbagai titik. Gangguan terhadap penciptaan, sirkulasi dan realisasi nilai lebih inilah yang disebut Marx sebagai “periode krisis.” Krisis dapat terjadi jika komoditas tidak dapat dijual karena beberapa alasan sehingga semua nilai lebih yang telah tercipta tidak dapat direalisasikan. Jika itu terjadi, maka di periode berikutnya kapitalis akan mengurangi investasi, banyak orang kehilangan pekerjaan, dan permintaan terhadap barang dan jasa semakin menurun. 

Krisis juga dapat muncul jika ada konflik di tempat kerja, di mana kapitalis tidak mampu menghasilkan nilai lebih yang cukup. Hal itu mungkin muncul dengan sendirinya akan memanifestasikan diri sebagai penurunan tingkat keuntungan yang direalisasikan pada investasi.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.


Cale Brooks | Mari beralih ke volume III Kapital. Di sana Marx mendiskusikan tentang bagaimana kelas kapitalis mendistribusikan surplus dan hubungan sosial yang menyatukan kelas penguasa. Marx tidak mengatakan bahwa setiap kapitalis secara langsung mengeksploitasi pekerja, tapi sebaliknya, banyak dari mereka saling tawar-menawar untuk mengamankan bagian surplus masing-masing. 

Bisa jelaskan tentang pembagian tersebut dan bagaimana surplus didistribusikan di antara kelas kapitalis? 

Deepankar Basu | Argumennya bergerak dalam dua tahap. Pada tahap pertama, ia melihat apa yang disebutnya sebagai fungsi kapitalis: kapitalis yang secara langsung terlibat dalam produksi komoditas dan kapitalis yang memastikan bahwa komoditas terjual. Marx menyebut kelompok pertama sebagai kapital “industri”, sementara kelompok kedua kapitalis disebut kapital “komersial”. Kapital industri secara langsung mengorganisir produksi komoditas dan kemudian menyerahkannya kepada kapital komersial, yang kemudian memastikan komoditas tersebut terjual kepada konsumen akhir. Contohnya, ada pemilik General Motors yang membuat mobil, lalu ada pemilik diler yang menjual mobil-mobil tersebut. Yang pertama adalah kapital industri, yang kedua adalah kapital komersial.

Marx sangat jelas bahwa nilai lebih hanya dapat dihasilkan dalam produksi. Semua nilai lebih yang didistribusikan dan didistribusikan ulang dihasilkan dalam produksi. Itulah tempat pertama untuk memahami bagaimana nilai lebih kemudian secara bertahap mengalir melalui masyarakat dan berakhir sebagai aliran pendapatan dari berbagai fragmen kelas non-pekerja.

Di dalam kelompok kapitalis industri, jenis produsen yang berbeda memiliki intensitas kapital yang berbeda pula. Beberapa produksi membutuhkan banyak tenaga kerja per mesin, dan beberapa yang lain membutuhkan sebaliknya. Jadi ada suatu proses di mana total nilai lebih yang dihasilkan dalam produksi komoditas didistribusikan kembali di antara berbagai fragmen kapital industri.

Ini diperlukan untuk memastikan bahwa setiap kapitalis pada akhirnya membuat tingkat keuntungan rata-rata yang sama. Mengapa hal tersebut perlu dilakukan? Sebab, jika ada segmen produksi yang menghasilkan tingkat keuntungan di atas rata-rata, maka banyak kapitalis akan masuk ke dalam sektor tersebut sehingga produksi serta pasokan komoditasnya akan meningkat. Ini membuat harga akan turun, pun dengan tingkat keuntungan.

Kita dapat memvisualisasikan proses ini berjalan dengan sendirinya selama periode yang lama untuk memastikan bahwa setiap kapitalis yang terlibat dalam produksi komoditas–tidak peduli mereka terlibat di jalur produksi apa, apakah membuat mobil atau komputer atau baju–mendapatkan tingkat keuntungan yang sama. Fakta bahwa produksi mobil mungkin membutuhkan mesin yang lebih banyak per pekerja daripada produksi baju berarti ada redistribusi nilai lebih di antara kapitalis industri itu sendiri pada putaran pertama. Kemudian hasil produksi diserahkan kepada perusahaan yang menjual komoditas tersebut. Perusahaan-perusahaan itu tidak memproduksi apa pun; mereka hanya memastikan bahwa komoditas yang telah diproduksi dijual. 

Jadi, bagian kedua dari argumen ini adalah bahwa apa yang terjadi antara kapital industri dan kapital komersial adalah distribusi nilai lebih. Jika total nilai lebih yang dihasilkan sama dengan $100, ada beberapa proses di mana $100 itu didistribusikan antara produsen yang sebenarnya mengorganisir produksi dan perusahaan-perusahaan yang menjual komoditas.

Nilai lebih pun dihasilkan; sebagian diambil oleh para kapitalis yang membuatnya, sebagian lagi diserahkan ke kapital komersial yang akan memastikan bahwa komoditas terjual. Tanpa komoditas yang terjual, nilai lebih tidak dapat direalisasikan. Itulah mengapa kapital komersial dapat mengekstrak sebagian dari surplus nilai.

Proses tersebut tidak berakhir di situ karena semua perusahaan tersebut membutuhkan dua hal. Pertama, meminjam uang untuk membiayai investasi–karena sering kali mereka tidak memiliki semua uang yang dibutuhkan untuk memperluas produksi, memperkenalkan mesin baru, atau memperluas jaringan toko. Kapitalis akhirnya meminjam dari kelompok nonpekerja lain yang mengkhususkan diri untuk memberikan pinjaman kepada kapitalis fungsional. Kelompok ini adalah apa yang Marx sebut sebagai “kapital  uang”. Sekarang terjadi perundingan antara kapitalis fungsional dan kapital uang. Sebagian dari nilai lebih yang telah direalisasikan harus diserahkan kepada kapital uang sebagai pendapatan bunga.

Potongan terakhir berasal dari sekelompok orang yang tidak bekerja dan memiliki sumber daya alam seperti tanah. Tanah diperlukan untuk produksi kapitalis–pikirkan bukan hanya pertanian, tapi juga tambang, real estat, pariwisata. Semuanya membutuhkan sumber daya alam atau akses ke sumber daya alam. Pemilik sumber daya alam dapat memperjuangkan sebagian dari nilai lebih dari kapitalis fungsional. Bagian yang diambil oleh pemilik sumber daya alam seperti tanah adalah apa yang Marx sebut “sewa tanah”, atau apa yang bisa kita sebut “sewa” saja. 

Jadi, pada akhir volume III, kita telah membahas semua segmen penting dari kelas non-pekerja–kelas penguasa–dan telah memahami bagaimana aliran pendapatan pada akhirnya berasal dari tenaga kerja yang tidak dibayar. Potongan pertama diberikan kepada kapitalis industri, kedua kepada kapitalis komersial, ketiga kepada kapitalis uang, dan terakhir kepada pemilik sumber daya alam. Dua kelompok pertama mendapatkan keuntungan, kapitalis uang mendapatkan bunga, dan pemilik sumber daya alam mendapatkan sewa.

Itulah bagaimana Marx menyimpulkan analisisnya: dengan menunjukkan bagaimana nilai lebih dihasilkan dalam volume I, bagaimana direalisasikan dalam volume II, dan bagaimana didistribusikan dan berakhir sebagai aliran pendapatan dari berbagai fragmen kelas non-pekerja dalam volume III Kapital.

Cale Brooks | Fakta bahwa semua orang bergantung pada pasar untuk bertahan hidup dalam kapitalisme, baik sebagai pekerja dalam pasar tenaga kerja atau kapitalis yang mencoba mengumpulkan keuntungan dalam pasar komoditas yang terbatas, berarti bahwa persaingan dihasilkan dari struktur kelas, dan itu adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan satu cara atau lainnya dalam kapitalisme.

Hal kunci yang muncul dari proses persaingan ini adalah perubahan teknis, yang merupakan penambahan mesin yang lebih besar dan perangkat hemat tenaga kerja dalam proses kerja. Bagaimana seorang marxis memahami persaingan dan perubahan teknis dibandingkan dengan pemahaman ekonomi lain tentang fenomena ini?

Deepankar Basu | Marx selalu mempertimbangkan struktur kelas ketika menjabarkan teori kapitalisme, dan ia membuat dua poin berikut. Pertama, ada hubungan yang sangat bertentangan antara kapital dan tenaga kerja, tetapi ada juga hubungan yang bertentangan antara kapitalis individu atau kelompok kapitalis dalam kelas kapitalis. Interaksi antara mereka adalah apa yang bisa kita pahami sebagai proses persaingan.

Kapitalis baik sebagai individu dan kelompok tertarik untuk menghasilkan dan merealisasikan nilai lebih yang lebih banyak lagi. Karena kapitalisme bukan sistem yang direncanakan, masing-masing kapitalis individu tidak selalu mencoba untuk mengoordinasikan tindakan mereka dengan kapitalis lainnya. Sebenarnya, kebalikannya adalah yang kebanyakan terjadi. Kapitalis individu dalam satu industri, atau kapitalis yang berbeda antarindustri, selalu mencoba untuk saling mengungguli satu sama lain untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan bagi diri mereka sendiri. Proses persaingan yang sengit, tanpa henti, dan berkelanjutan adalah kenyataan kehidupan dalam kapitalisme. Marx menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan dan menganalisis fenomena ini.

Dalam kompetisi antara dua kapitalis, kapitalis yang mampu menurunkan biaya produksi akan mampu memenangkan pertarungan kompetitif. Mengapa? Karena kapitalis individual yang memproduksi komoditas yang sama dengan biaya lebih rendah akan mampu menghasilkan lebih banyak nilai lebih dan keuntungan pada saat menjual dengan harga pasar yang berlaku. Dan dengan menginvestasikan nilai lebih atau keuntungan ke dalam proses produksi, ia akan dapat meningkatkan ukuran basis kapitalnya dan meningkatkan teknik produksi yang digunakan.

Jadi, kapitalis yang mampu menurunkan biaya produksi akan memenangkan pertarungan kompetitif. Oleh karena itu, dalam logika kapitalisme, ada kebutuhan bagi kapitalis untuk terus-menerus mencari metode produksi baru yang dapat menurunkan biaya produksi. 

Kita juga perlu menyadari bahwa salah satu elemen biaya yang paling penting bagi kapitalis adalah upah. Pertarungan kompetitif mengarah langsung pada pencarian teknik produksi baru yang dapat mengurangi jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan setiap unit output. Sistem kapitalis terus meningkatkan metode produksi dengan menghemat tenaga kerja dan sebagai gantinya meningkatkan non-tenaga kerja. Proses persaingan, yang inheren dalam kapitalisme, dengan demikian mengarah pada fitur khusus perubahan teknis ini (pengurangan tenaga kerja). 

Apa yang menarik adalah bahwa bukti empiris berjangka waktu yang lama, dan bahkan saat ini, telah sepenuhnya memvalidasi pemahaman Marx bahwa perubahan teknis dan kecenderungan nyata teknik penghematan tenaga kerja memang kerja terus terjadi. Fitur analisis Marx ini benar-benar relevan untuk memahami sejarah teknologi kapitalis dan juga untuk memahami periode kapitalisme saat ini.


Artikel ini pertama kali terbit di Jacobin pada Maret 2023 dengan judul “The Basics of Marxist Economics”. Diterjemahkan oleh Yanuar Farhanditya. Dimuat ulang untuk tujuan pendidikan.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.