Kami Bersama Gerakan Massa #ReformasiDikorupsi

Print Friendly, PDF & Email

Ilustrasi oleh Alit Ambara (Nobodycorp. International Unlimited)


SEJAK seminggu yang lalu, kaum muda Indonesia (mahasiswa dan pelajar) serta elemen rakyat pekerja lainnya melancarkan aksi-aksi massa yang masif di berbagai daerah. Mereka mengusung sejumlah tuntutan yang diberi nama 7 Desakan #ReformasiDikorupsi dan #RakyatBergerak.

Tuntutan yang paling mengemuka adalah membatalkan revisi UU KPK dan menolak RKUHP. Revisi UU KPK dianggap melemahkan kewenangan dan independensi KPK, sementara RKUHP banyak mengandung pasal yang berwatak represif.

Selain itu, gerakan massa #ReformasiDikorupsi juga menolak RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan UU Sumber Daya Air. Mereka juga mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Tenaga Kerja.

Kemudian, mereka juga meminta pembatalan pengangkatan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR; menolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil; meminta penghentian militerisme di Papua dan daerah lain; meminta pembebasan tahanan politik Papua dengan segera, dan penghentian kriminalisasi aktivis.

Terakhir, gerakan massa #ReformasiDikorupsi juga meminta penghentian pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera oleh korporasi, serta pemidanaan dan pencabutan izin korporasi pembakar hutan; penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM dan mengadili penjahat HAM, serta meminta pemulihan hak-hak korban dengan segera.

Pemerintah dan sebagian pendukungnya merespons aksi massa #ReformasiDikorupsi dengan black campaign dan kekerasan yang brutal. Untuk mendiskreditkan aksi massa yang dipelopori kaum muda ini, berbagai fitnah dan hoax ditebar. Aksi ini, misalnya, difitnah sebagai bagian dari pekerjaan kelompok fundamentalis Islam untuk menggagalkan pelantikan Jokowi.

Sementara, pemerintah melancarkan kekerasan yang brutal terhadap aksi massa #ReformasiDikorupsi. Sampai tulisan editorial ini dibuat, sudah ada setidaknya tiga anak muda yang gugur selama aksi-aksi #ReformasiDikorupsi. Yang pertama, Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo, gugur ditembak saat berdemonstrasi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, Kendari.

Kedua, Muhammad Yusuf Kardawi, juga mahasiswa Universitas Halu Oleo yang berdemonstrasi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara, gugur setelah sempat dirawat secara intensif di RS Bahteramas. Ketiga, Bagus Putra Mahendra, pelajar SMA Al-Jihad, gugur saat mengikuti aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, tanggal 25 September lalu.

Belum lagi yang luka-luka parah. Dicky Wahyudi, misalnya, mahasiswa Universitas Bosowa saat ini sedang kritis di RS Ibnu Sina karena tertabrak kendaraan taktis polisi hingga masuk ke kolong mobil, saat aksi tanggal 28 kemarin di Makassar.

Mengenai yang ditangkap dan hilang, belum jelas berapa jumlahnya secara total. Tapi, untuk aksi di DPR tanggal 24 September saja, menurut informasi kepolisian, ada 143 orang yang ditangkap. Menurut laporan Kontras, sebagian besar dari mereka kini sudah dipulangkan, tetapi masih ada 30 orang yang ditahan. Namun, ini hanyalah data untuk aksi tanggal 24 di Gedung DPR. Belum jelas berapa total yang ditangkap dan hilang dalam aksi-aksi yang terjadi di berbagai kota secara nasional.

Meski dipukul dengan kekerasan yang brutal, tapi karena perlawanan massa kali ini begitu masif, gerakan #ReformasiDikorupsi berhasil mendesak Negara memberikan konsesi-konsesi terbatas. Negara pada akhirnya menunda pengesahan lima RUU, yaitu RKUHP, RUU Pertanahan, Pemasyarakatan, Minerba dan Kenetagakerjaan. Pemerintah menyatakan bahwa kelima RUU ini tidak akan disahkan pada masa periode DPR 2014-2019.

Penundaan ini bisa dimaknai sebagai “kemenangan kecil” dari desakan demokratik aksi-aksi #ReformasiDikorupsi. Namun, kita tidak boleh terlena oleh konsesi sangat terbatas yang diberikan pemerintah ini. Kita bisa menduga dengan cerdas bahwa kepentingan Negara mengakomodir sebagian kecil tuntutan gerakan #ReformasiDikorupsi adalah untuk meredam radikalisasi dan perluasan aksi-aksi #ReformasiDikorupsi, bukan karena Negara berniat baik.

Kalau Negara berniat baik, harusnya dari dulu tidak perlu ada UU dan RUU yang merugikan rakyat. Lagipula, penundaan tidak sama dengan pembatalan sepenuhnya. Kelima RUU itu masih bisa dilanjutkan pembahasannya di DPR periode berikutnya hasil Pemilu 2019.

Kemudian, sebagian besar tuntutan lain gerakan #ReformasiDikorupsi belum direspons oleh Negara. Terkait Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK, Presiden Jokowi yang awalnya bersikeras tidak akan mengeluarkan Perppu KPK, mulai terbuka terhadap wacana itu. Meski demikian, hal ini masih ditentang oleh koalisi partai-partai oligarki pendukungnya.

Berdasarkan perkembangan kondisi sosial-politik terkini di Indonesia, kami dari Redaksi IndoPROGRESS menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, kami mendukung penuh gerakan massa #ReformasiDikorupsi yang dipelopori oleh kaum muda. Batalkan semua UU dan RUU yang menyerang hak-hak politik, ekonomi, sosial dan budaya rakyat, termasuk revisi UU KPK. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Tenaga Kerja.

Kedua, kami berbela sungkawa terhadap korban yang meninggal dan luka-luka, serta mengutuk kekerasan brutal yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap aksi-aksi #ReformasiDikorupsi. Kami meminta Komnas HAM untuk mengusut tuntas potensi pelanggaran HAM yang terjadi pada massa aksi #ReformasiDikorupsi, agar Negara, termasuk kepolisian, bisa dimintai pertanggungjawabannya.

Ketiga, kami menuntut pembebasan seluruh demonstran #ReformasiDikorupsi yang masih ditahan. Bebaskan juga Surya Anta Ginting dan aktivis-aktivis Papua yang beberapa waktu lalu ditangkap karena menuntut hak penentuan nasib sendiri atas rakyat Papua. Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis seperti Veronica Koman dan Dandhy Dwi Laksono.

Keempat, mengusulkan kepada gerakan massa #ReformasiDikorupsi untuk juga mengangkat isu revisi aturan kepemiluan. Berbagai peraturan perundangan yang kita protes bobrok karena DPR kita yang memiliki kewenangan legislatif juga bobrok. DPR kita bobrok karena dikuasai oleh oligarki—persekutuan pengusaha dan pejabat—dan tidak ada representasi rakyat di dalamnya.

Selama ini, upaya menghadirkan representasi rakyat dalam bentuk partai yang kerakyatan selalu dijegal oleh aturan kepemiluan yang ada. Aturan kepemiluan yang ada saat ini menetapkan syarat yang sangat berat bagi partai baru untuk bisa berdiri dan mengikuti Pemilu, sehingga yang bisa mengikuti pemilu hanyalah partai-partai oligarki.

Karenanya, jika gerakan reformasi 98/99 pernah melawan sistem tiga partai di masa Orde Baru dengan menuntut pencabutan 5 Paket UU Politik dan demokrasi multipartai kerakyatan, maka saat ini gerakan #ReformasiDikorupsi juga perlu mengangkat isu revisi aturan kepemiluan agar kita bisa menghadirkan representasi rakyat dalam DPR untuk menandingi oligarki.

Kelima, menolak segala bentuk ajakan dan propaganda bahwa perlawanan massa kali ini adalah bagian dari upaya “penurunan Jokowi” atau “penggagalan pelantikan Jokowi.” Narasi seperti ini berpotensi menjadi alat pembenaran bagi manuver elite-elite tertentu atau kelompok anti demokrasi berbajukan fundamentalisme agama untuk menelikung aksi gerakan rakyat #ReformasiDikorupsi.

Alih-alih memajukan dan memperdalam kualitas demokrasi, kelompok-kelompok seperti ini hanya akan membawa mundur proses perjuangan demokrasi yang berlandaskan pada kesetaraan, keadilan, dan persaudaraan sebagaimana yang terjadi sekarang ini.

Keenam, kami mengajak segenap lapisan masyarakat untuk mendukung aksi-aksi #ReformasiDikorupsi. Penuntasan segala persoalan yang ada di Indonesia memerlukan partisipasi aktif dari kita semua.

Dukungan bisa diberikan dalam bentuk penyebarluasan bacaan dan pernyataan―termasuk penyebarluasan artikel editorial ini―memberikan bantuan logistik, menghadiri aksi-aksi #ReformasiDikorupsi dan mengajak anggota keluarga, rekan kerja, tetangga, dlsb., untuk juga turut serta dalam aksi-aksi tersebut. Sekecil apapun tindakan Anda, itu sangat berarti untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan berkeadilan sosial.

Kami bersama gerakan massa #ReformasiDikorupsi. Mari berjuang bersama untuk Indonesia yang demokratis, sejahtera, dan berkeadilan sosial.***

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.