Kredit ilustrasi: fineartamerica.com
APAKAH sumbangsih lahirnya kapitalisme dan industri bagi peradaban? Selain perkembangan matematika, ilmu alam, mesin-mesin, salah satu yang paling berarti adalah dimungkinkannya membicarakan ‘ekonomi’ beserta unsur-unsur penyusunnya sebagai kategori mandiri dari kategori-kategori lain di pergaulan hidup manusia. Risalah-risalah yang mendiskusikan apa yang kita kenal sekarang sebagai ‘ekonomi’ dahulunya selalu ditulis bergandengan dengan aspek sosial lain: aturan perkawinan, tata kota atau moral. Sebabnya tata kelola ladang-ladang penghidupan bersama (atau ekonomi) hanya satu aspek dari aspek penghidupan yang belum lagi dominan. Masyarakat belum diatur dalam tatanan yang berdiri di atas pemisahan orang dengan komuniti dan ladang-ladangnya. Jauh dari soal ekonomi, orang lebih banyak memikirkan cara menghadapi alam, penyakit, penyimpangan moral umum, atau agresi kelompok lain.
Di awal tahun 1719 Robinson Crusoe-nya Daniel Defoe memotret kesadaran ini. Di kisah itu ada pemuda Crusoe yang setelah mengiyakan petuah ayahnya untuk hidup damai sebagai bagian atas dari kelas bawah mendadak terjun menjadi seorang petualang amatiran. Ia terima tawaran kawan lamanya untuk berlayar dari Hull ke London menjajagi kehidupan pelaut. Mudah diduga nasib malang tidak menunggu lama menghajar Crusoe. Ia menghadapi badai, perompak, dan berakhir sebagai budak seorang Moor sambil berulangkali menyesal mengenang pesan sang ayah. Tapi Robinson Crusoe memang dapat dibaca sebagai kisah anak manusia di sebuah zaman baru yang ditandai runtuhnya ikatan-ikatan tradisional. Crusoe sukses lolos dari perbudakan untuk mendarat di sebuah tanah baru yang ia namakan Pulau Keputusasaan. Seorang diri, hanya berbekal beberapa perkakas dari kapal lamanya Crusoe bertahan hidup berhadap-hadapan dengan alam. Ia hidup dari menanam gandum dan memburu hewan-hewan di pulau sambil sesekali mensyukuri nasib tidak kehilangan apapun kecuali tatanan masyarakat. Tanpa keluarga, tanpa kota-kota, tanpa tekanan tetangga, Crusoe tahu ia akan lebih lama bertahan jika segera menginventarisir perkakas-perkakas yang ia punya dan berkeliling melihat seisi pulau apa saja mahkluk hidup yang bisa jadi santapan.
“Kerja, pertama-tama adalah proses antara manusia dan alam, suatu proses ketika manusia, melalui tindakannya sendiri, mengantarai (mediated), mengatur dan mengontrol metabolisme (Stoffwechsel) antara dirinya sendiri dan alam” tulis Marx dalam diskusinya mengenai ‘Proses Kerja’. Di dalam kerja manusia “…berhadapan dengan materi alam sebagai suatu daya alam. Ia menggerakkan daya-daya alamiah yang terkandung dalam tubuh, tangan, kaki, kepala dan tangannya sendiri, untuk memperoleh materi alam di dalam bentuk yang telah disesuaikan dengan kebutuhannya. Melalui gerakan ini, ia bertindak atas alam eksternal dan mengubahnya, dan dengan begitu ia secara serentak mengubah kodratnya sendiri”[1]. Sedangkan elemennya terdiri dari aktivitas yang bertujuan, yakni kerja itu sendiri, objek yang dikenakan kerja—tanah, air, bumi dan segala isinya yang dapat dikenakan kerja, dan alat-alat bagi kerja tersebut[2]. Dengan kerja manusia memenuhi kebutuhannya, memperkaya dunia dan menciptakan hal-hal baru. Semua ini tidak pernah bisa ia ciptakan dari nol, hanya dengan mengubah bentuk-bentuk alam yang satu ke bentuk-bentuk yang lain. Proses kerja, relasi dengan alam yang Crusoe lakukan berbeda dari llama yang ia juga temukan di sana. Crusoe tidak sekadar mengambil dan membentuk alam, ia mengambil dan membentuk alam dengan terlebih dahulu mengonseptualisasi dan merencanakan kerjanya. Crusoe menyadari dan meniatkan proses kerjanya. Di dalam persatuan tubuh dan pikiran untuk mengolah alam inilah hadir kekhasan watak kerja khas manusia[3]. Tidak seperti sang Llama, Crusoe yang menyadari keadaannya bisa berulangkali berpikir bunuh diri saja—memutuskan berhenti melakukan metabolisme dengan alam dan berakhir sebagai petualang gagal. Satu keadaan yang tidak dimiliki sang llama sebab sang llama tidak bisa memutuskan melambaikan tangan menghadapi kerasnya alam. Sebab itu di dalam kekhasan kerja manusia yang ditandai oleh realisasi tujuan ini timbul intensionalitas dan kemampuan pemaknaan. Kerja adalah dialektika antara alam eksternal, tubuh dan pemikiran manusia.
Sebenarnya kemampuan pemaknaan, intensionalitas, pembagian informasi dan kemampuan berbahasa simbolik tingkat tinggi yang lahir dari kerja manusia menandakan hal lain: manusia selalu melakukan kerjanya secara sosial. Manusia mengembangkan kemampuan berbahasa untuk berbicara kepada sesamanya dan hal itu dikembangkan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhannya berhadapan dengan alam yang tidak bisa diajak diskusi. Absurd sekali membayangkan kemampuan berbahasa timbul dari manusia-manusia individual yang hidup terpencil. Justru kian terpencilnya manusia akan ditandai dengan semakin rendahnya kemampuan berbahasa. Jadi dari sejarah perkembangan taraf bahasa manusia sesungguhnya tercermin taraf perkembangan kehidupan manusia yang semakin tersosialkan. Tapi cukuplah dari cerita Crusoe saja kita sadar jika proses kerja adalah dialektika antara alam eksternal, manusia sebagai mahkluk fisik-intensional yang berwatak sosial untuk memenuhi kebutuhannya. Kenapa harus kerja? Mengutip Marx, “Hal itu merupakan prasyarat universal bagi interaksi metabolis [Stoffwechsel] antara manusia dan alam, pengkondisian yang secara abadi dipaksakan alam pada keberadaan manusia dan karenanya bersifat mandiri dari segala bentuk keberadaan manusia—atau bersifat umum terhadap segala bentuk masyarakat di mana manusia hidup”[4]. Apapun bentuk sejarah masyarakatnya, kerja selalu jadi prasyarat terdasarnya.
Crusoe dan kisah petualangannya sekarang barangkali sudah jadi lumrah. Tapi di awal abad 18 Robinson Crusoe adalah yang pertama mengekspos satu fenomena yang asing sekali dari masyarakat manusia: penampakan kerja manusia yang bercorak individual, yang bebas dari relasi personal tuan-budak, raja-hamba yang jamak ditemukan di masyarakat sebelumnya. Bagi pembaca Robinson Crusoe sukses sebab di balik kisahnya ikut bergema suara zaman yang menyadari lahirnya kebebasan dari penindasan personal (yang segera bertransformasi menjadi jeritan kebebasan jaminan-jaminan hidup). Maka itu Crusoe lantas jadi ilustrasi favorit kodrat alamiah manusia individual sebagai kalkulator cerdas penghitung kebutuhan perorangan yang tidak terbatas dihadapan sarana-sarana yang terbatas dalam teori-teori ekonomi ortodoks. Ditinjau dari sejarah pemikiran di sini sumbangsih kelahiran kapitalisme buat perkembangan ilmu sosial. Untuk pertama kalinya orang bisa memilah-milah keadaan-keadaan ekonomi masyarakat terlepas dari aspek-aspek sosial yang lainnya. Untuk pertama kalinya masyarakat dibangun di atas penindasan yang sepenuhnya bisa dikatakan, ditulis dan dikalkulasi dengan kepala dingin.***
————-
[1] Labour is, first of all, a process between man and nature, a process by which man, through his own actions, mediates, regulates and controls the metabolism between himself and nature. He confronts the materials of nature as a force of nature. He sets in motion the natural forces which belong to his own body his arms, legs, head and hands, in order to appropriate the materials of nature in a form adapted to his own needs. Through this movement he acts upon external nature and changes it, and in this way he simultaneously changes his own nature.” Marx. 1990: 283.
[2]“ The simple elements of the labour process are (1) purposeful activity, that is work itself, (2) the object on which that work is performed, and (3) the instruments of that work.” Ibid: 284.
[3] “Man not only effects a change of form in the materials of nature ; he also realizes [verwirklicht] his own purpose in those materials. And this is a purpose he is conscious of, it determines the mode of his activity with the rigidity of a law, and he must subordinate his will to it. This subordination is no mere momentary act. Apart from the exertion of the working organs, a purposeful will is required for the entire duration of the work.” Ibid.
[4] “The labour process, as we havejust presented it in its simple and abstract elements,is purposeful activity aimed at the production of use-values. It is an appropriation of what exists in nature for the requirements of man. It is the universal condition for the metabolic interaction (Stoffwechsel] between man and nature, the everlasting nature-imposed con.dition of human existence, and it is therefore independent of every form of that existence, or rather it is common to all forms of society in which human beings live.” Ibid: 290.