Wawancara Terakhir dengan Ben Anderson

Print Friendly, PDF & Email

IA tak lagi muda, tapi bukan berarti kehilangan semangat. Gayanya yang santai tidak menghilangkan bayang-bayang kemasyhuran Imagined Community sebagai karya kelas duniaBenedict Richard O’Gorman Anderson tetap sosok yang bersahaja, ramah, dan penuh gurauan. Ini mematahkan segala kesan angker seorang ilmuwan yang malang melintang dengan minat luas terhadap sejarah, sastra, politik dan bahasa masyarakat kajiannya di Asia Tenggara.

Redaksi Majalah Loka berkesempatan mewawancarainya setelah ia selesai menyampaikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, yang disusul dengan penandatanganan bukunya yang terbaru yang diterbitkan Penerbit Marjin Kiri.  Sambil menyantap kepiting rebus dan ikan bakar pada sore menjelang malam, Ben Anderson bercerita tentang pengalaman dirinya, kondisi Indonesia masa kini dan harapannya di masa depan. Berikut kutipan wawancaranya:

 

L: Pak Ben, setelah buku ini, karya apa lagi yang sedang dibuat saat ini?

Saya sedang menyusun buku otobiografi, dari masa kecil saya sampai sekarang. Mau bicara banyak tentang pengalaman-pengalaman pribadi saya.

 

L: Semacam warisan pemikiran? 

Ya memang begitu, karena saya sudah tua dan mau ke mana lagi? Tapi yang penting buat saya sekarang adalah saya tetap menjaga hubungan dengan “anak-anak” di Indonesia. Saya mulai belajar sykpe dan internet, saya tidak mau hubungan itu putus. Kalau begitu saya bisa celaka.

 

L: Pak Ben mulai melakukan studi tentang Indonesia dengan mengambil tema tentang revolusi pemuda? Dalam kondisi sekarang, apakah elan revolusi pemuda itu masih nampak dalam budaya politik Indonesia?

Saya kurang tahu persisnya. Yang jelas simbol-simbol dan tokoh dari generasi itu sudah mati, dan tak ada lagi. Sekarang ini nampaknya anak-anak sibuk dengan video game, dengan televisi. Berbeda.

Sekarang ini saya mikir apa yang terjadi dengan Jokowi? Semangat anak-anak [muda] dengan Jokowi. Apa ini sekedar satu dua hari saja atau bagaimana? Saya tidak tahu.  Tapi kesan saya  Indonesia adalah Jakarta …

 

L: Setelah banyak mengamati Indonesia sepanjang lebih dari lima dekade dan kemudian beralih ke Thailand dan Filipina, menurut Pak Ben apa perbedaan arah studi tentang Indonesia sekarang  ini dibanding era Pak Ben dahulu? 

Dari informasi yang saya peroleh, sekarang ini hampir sembilan puluh persen studi-studi doktoral tentang Indonesia diwarnai dengan studi-studi tentang Islam.  It’s okay anyway, tapi kenapa proporsinya bisa seperti itu? Kenapa arah studi terhadap tema lain di luar kajian itu begitu rendah? Mengapa studi tentang Indonesia sekarang tidak memiliki koneksinya dengan perkembangan-perkembangan yang lain? Saya tidak tahu jawabannya, saya hanya memperhatikan situasi perkembangannya saja.

 

L: Ada satu hal mengesankan dari sosok Ben yang bukan sekedar akademis, tetapi juga sering menyuarakan pandangan intelektualnya tentang masyarakat kajiannya? Bagaimana pandangan Pak Ben sendiri tentang ini? 

Sesungguhnya memang ini sulit. Saya sering digambarkan sebagai pemimpin rombongan Cornell. Saya sendiri khawatir akan mempengaruhi banyak hal. Saya tidak tahu nanti bagaimana anak-anak yang sedang belajar itu … saya sendiri hampir 80 tahun dan sebentar lagi mampus (tertawa)

 

L: Apa yang Pak Ben harapkan dari perkembangan Indonesia di masa depan? 

Ada malam-malam yang saya ingat untuk menggambarkan hal ini. Sepertinya ada kemalasan intelektual, tidak ada konsep baru yang menarik yang lahir tentang masa depan Indonesia seperti pada dekade 1960an. If we look into the problem hmm… saya melihat jumlah orang  yang membaca semakin rendah. Miskin sekali. Ada problem dengan kreativitas.

Saya tidak tahu apakah ini karena sikap dari orang tua, yang selalu bilang “Jangan begini! Jangan begitu!” Mungkin saja. Begitu yang saya lihat mungkin di sastra, musik, film, atau sinetron yang dimiliki orang Pakistan itu [Raam Punjabi] Nothing! Nothing!

Barangkali mungkin ada saja hal baru lahir. Ada semangat untuk menjadi sesuatu, tapi ini juga sebuah masalah. The problem is how to be more creative. Mungkin ada krisis di antara anak-anak sekarang…

Mereka tidak jelek, tapi gak tau apa ya … tidak mendalam. Tetapi juga ada Eka [Kurniawan] yang membawa banyak hal baru. There is still works to do, but if we look into Jakarta politics, everythings is boring…***

 

Wawancara ini pertama kali muncul di Majalah Loka. Dimuat ulang di sini untuk mengenang wafatnya Om Ben.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.