Selalu Ada Alternatif: Dunia Baru bukan Hanya Impian

Print Friendly, PDF & Email

Rio Apinino, anggota redaksi Left Book Review IndoPROGRESS dan Sekjen Serikat Mahasiswa Progresif UI (SEMAR UI)

 

Judul: Rebuilding the Left
Penulis: Marta Harnecker
Penerbit: Zed Books, 2007
Tebal: viii + 168 halaman

RebuildingTheLeft

Setelah PKI dihancurkan oleh Angkatan Darat pasca Gerakan 30 September 1965, panggung politik Indonesia otomatis absen dari gerakan Kiri. Pun setelah Suharto, sebagai gembong Orde Baru dijatuhkan oleh kekuatan rakyat pada tahun 1998, gerakan Kiri masih tertatih untuk kembali hadir. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Salah satu hal yang membuat Kiri sulit untuk berkembang, bagi saya, adalah imajinasi yang diciptakan Orde Baru terhadap Kiri. Mahfum diketahui, ketika berbicara Kiri, bukanlah imajinasi tentang sebuah alternatif terhadap kemandegan yang terjadi saat ini yang terbayang, melainkan yang berkaitan dengan kebengisan, tidak berperikemanusiaan, anti-tuhan, dan bayangan-bayangan imoral lainnya. Hal ini adalah bukti yang jelas bahwa kita belum benar-benar lepas dari hegemoni Orde Baru.

Di lain pihak, cengkeraman neoliberalisme yang setiap hari makin menyengsarakan rakyat pekerja tentu berpotensi untuk menjadi lahan subur bagi pembangunan gagasan Kiri. Maka, untuk membangun kembali Kiri hari ini, bagi saya, cukup banyak ditentukan oleh faktor subjektif: seberapa besar aktor-aktor yang ada digerakan kiri melakukan kerja politik untuk membumikan kembali Kiri. Pada titik ini, referensi yang berkaitan dengan pembangunan Kiri menjadi sangat penting untuk ditelaah lebih jauh, dan buku yang akan direview kali ini berada dalam ranah tersebut. Buku yang ditulis oleh Marta Harnecker, seorang Marxis dari Chile yang saat ini menjadi warga negara Kuba berjudul ‘Rebuilding The Left’, menawarkan sebuah proposal pembangunan Kiri dengan banyak mengambil contoh dari Amerika Latin.

 

Kiri dan Blok Anti-Neoliberalisme

Harnecker memulai bukunya dengan sebuah bab berjudul ‘The Left and New World’. Dalam bab pembuka ini, Harnecker menganalisis situasi dunia saat ini. Perubahan struktur ekonomi politik dunia berubah pada tahun 1980-an dengan ditandai oleh naiknya Margareth Thatcher dan Ronald Reagan sebagai Perdana Menteri Inggris dan Presiden Amerika. Dimulai dengan kebijakan pemberangusan serikat buruh di Inggris dan Amerika, diikuti dengan kebijakan deregulasi industri, pertanian dan pertambangan, serta meliberalisasi kekuasaan lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan IMF, ekonomi dunia bertransformasi secara global menjadi apa yang dinamakan neoliberalisme.

Doktrin neoliberalisme adalah doktrin yang berusaha memasukkan seluruh aktivitas manusia ke dalam kerangka pasar.[1] Doktrin ini tentu berimplikasi pada banyak hal. Dalam buku ini, Harnecker memberikan contoh bagaimana modal bisa berpindah dengan real-time lewat pasar saham, internasionalisasi produksi dengan banyaknya perusahaan multinasional-transnasional, hingga perkembangan kekuatan dunia yang berubah, yang menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adidaya satu-satunya.

Ketika neoliberalisme mulai masuk ke Amerika Latin, para diktator yang sebelumnya menjadi presiden di berbagai negara Amerika Latin mulai berjatuhan dan digantikan dengan pemimpin borjuis yang pro-Amerika sekaligus penganut program neoliberal. Dengan kebijakan neoliberal yang mulai dijalankan di tiap negara Amerika Latin, timbul kekecewaan di kalangan masyarakat, sekaligus, mencuatnya kembali Partai Kiri sebagai potensi kekuatan alternatif yang dapat menandingi neoliberalisme.

Sebagai bentuk ketidaksetujuan dan perlawanan terhadap neoliberalisme, Harnecker mengusulkan sebuah front popular yang disebutnya sebagai ‘anti-neoliberal social and political bloc.’ Blok tersebut bagi Harnecker tidak bisa hanya terdiri atas kelas pekerja sebagaimana organisasi Kiri tradisional pada umumnya, tetap juga mayoritas rakyat seperti pengusaha kecil dan menengah, masyarakat adat, profesional, pengangguran, hingga tentara pangkat rendah. Dalam pandangannya terhadap blok perlawanan ini, Harnecker banyak mengambil konsep ‘multitude’ dari Michael Hardt dan Antonio Negri. Multitude Hardt dan Negri tidak lagi menempatkan kelas pekerja industrial sebagai kelas revolusioner yang dapat melawanan kapitalisme, melainkan bentuk-bentuk struktur kelas yang lebih heterogen. Sebagaimana yang dikatakan Hardt dan Negri, bahwa multitude terdiri dari perbedaan internal yang tidak terhitung banyaknya, yang tidak pernah dapat direduksi menjadi satu identitas tunggal.[2] Konsep multitiude yang digunakan Hardt dan Negri mencakup semua sektor dalam masyarakat, termasuk konsep Helio Gallardo tentang masyarakat sosial/social people[3] yang membentuk diri mereka kedalam sebuah ‘multitude’ ketika perbedaan internal dari beberapa subjek sosial mampu bertindak dalam hal yang sama. (p. 30)

Bagi Harnecker, tugas Kiri saat ini tidak lain adalah menginisiasi blok anti-neoliberalisme seperti itu. Dengan strategi yang diciptakan neoliberalisme, yaitu strategi fragmentasi (pecah belah), maka tugas Kiri adalah untuk menyatukan oposisi sosial yang ada untuk mengubahnya menjadi satu kekuatan yang mampu menandingi kelas yang berkuasa. Blok anti-neoliberal ini, dalam pemikiran Harnecker, harus berdiri di atas fondasi front popular klasik: dengan bergabungnya kelompok anti-imperialis dengan kelas kapitalis nasional yang modalnya berkontradiksi dengan modal transnasional (p. 35). Yang dimaksud kelas kapitalis nasional di sini tidaklah merujuk pada ‘borjuasi nasional progresif’ yang dapat memimpin pembangunan nasional, melainkan sektor kapitalis yang tidak memiliki alternatif lain selain daripada masuk ke dalam blok anti-neoliberalisme ini. Menurut York,[4] meskipun kedua kelas ini pada dasarnya memiliki sifat yang antagonistik dan program politik yang berbeda, yaitu yang pertama bertujuan untuk mensosialisasikan produksi di bawah kontrol pekerja dan yang lainnya untuk maksimalisasi profit yang lebih baik, tetapi front ini dimungkinkan sebab kaum borjuis yang lemah seperti di Amerika Latin terlalu takut dengan kekuatan potensial dari kelas pekerja yang konsisten. Dengan memimpin perjuangan demokratik dan anti-neoliberalisme, maka kelas pekerja dapat memimpin perjuangan menuju revolusi sosialis.

Dalam bukunya, Harnecker menggambarkan tahapan demi tahapan bagaimana agar secara efektif membangun blok anti-neoliberalisme ini dan juga analisa kebutuhan-kebutuhannya. Tahap pertama, bagi Harnecker, adalah ‘kebutuhan untuk membangun kembali Kiri sehingga Kiri dapat menjadi perekat di antara oposisi sosial yang ada.’[5] Dalam tahapan ini, Harnecker mendefinisikan ‘Kiri’ bukan hanya Partai kiri ataupun Organisasi Kiri melainkan juga termasuk aktor dan gerakan yang ‘mencoba untuk menciptakan ruang otonom.’ ‘Kiri’ bagi Harnecker terdiri atas ‘Kiri-Partai’ dan ‘Kiri-Sosial’ yang mencakup organisasi Kiri dan gerakan-gerakan yang hadir untuk merebut/menciptakan ruang otonom tersebut. Maka, strategi utama yang harus dilakukan adalah mengkoordinir Kiri-Partai dengan Kiri-Sosial ini. Menurut Harnecker, hanya dengan menyatukan berbagai ekspresi Kiri itulah blok anti-neoliberalisme dapat terbangun.

‘Aku yakin bahwa hanya dengan menyatukan upaya-upaya militan berbagai ekpresi Kiri yang berbeda-beda itulah yang akan mampu menjalankan dengan tepat tugas kedua: membangun persatuan yang lebih luas dari seluruh kepentingan yang menderita akibat kapitalisme yang kejam saat ini, dan menciptakan suatu blok sosial yang signifikan dalam melawan neoliberalisme.’

Kemudian, dalam tahapan selanjutnya Harnecker menganjurkan agar menerapkan strategi baru untuk perjuangan anti-kapitalisme. Bagi Harnecker, strategi ini haruslah menyadari transformasi penting dari perubahan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang diciptakan kapitalisme. Bukan hanya perlawanan terhadap aparatus kekerasan, melainkan juga melawan hegemoni yang diciptakan kapitalisme. Hal tersebut, menurut Harnecker, mungkin dilakukan jika Kiri mengembangkan alternatif lain di luar kapitalisme; mengimplementasikan logika humanisme dan solidaritas di daerah-daerah yang berada di bawah kontrol Kiri; mendukung perjuangan yang melampaui tuntutan-tuntutan ekonomistik; dan mendorong derajat otentik kekuasaan popular dan demokrasi yang secara nyata unggul dari demokrasi borjuis.

 

Krisis Partai Kiri

Jika diperhatikan, posisi politik Harnecker tersebut tidak lagi menempatkan partai kiri dan kelas pekerja sebagai garda terdepan dalam perlawanannya terhadap sistem ekonomi politik yang dominan saat ini. Posisi Harnecker tersebut bukan tanpa sebab. Menurut Holst,[6] posisi politik yang demikian adalah karena Kiri Amerika Latin saat ini sedang menghadapi kondisi kualitatif baru. Dengan kondisi rill yang baru ini, Kiri Amerika Latin harus meninjau ulang bentuk dan praktik organisasi yang sebagian besar tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini, pun bentuk dan praktik yang juga tidak selalu berhasil di masa lalu.

Ketidakberhasilan Kiri Amerika Latin tersebut kemudian dijelaskan Harnecker dengan menganalisis bentuk Partai Kiri yang selama ini telah eksis. Menurut Harnecker, ketidakberhasilan Partai Kiri Amerika Latin disebabkan karena Partai Kiri tersebut cenderung untuk secara mekanis menerapkan struktur partai kelas pekerja Eropa, atau dengan kata lain mengcopy-paste saja, terutama partai politik kelas pekerja yang beraliran Leninis. Padahal, Amerika Latin memiliki spesifikasi yang berbeda dengan Eropa yang disebabkan oleh perkembangan sejarah yang berbeda, termasuk, kondisi objektif dimana kelas pekerja bukan merupakan mayoritas dalam masyarakat sebagaimana yang ada di Eropa.

Adapun konsep partai Leninis, menurut D’Archy[7] secara garis besar adalah sebagai berikut: Pertama, partai politik, dan bukan bentuk organisasi lainnya seperti serikat buruh, yang harus menjadi wadah utama dalam memimpi negaran anti kapitalis; kedua, partai kelas pekerja haruslah diisi oleh aktivis termaju dalam gerakan pekerja dan tidak bisa semua kelas pekerja dapat menjadi anggota partai; ketiga, kebijakan partai haruslah sentralistis; keempat, sentralisme partai perlu diatur oleh hierarki komando, seperti badan yang lebih rendah bertindak di bawah arahan badan yang lebih tinggi; kelima, partai harus menginfiltrasi atau memberikan pengaruh pada organisasi massa proletariat yang telah ada, bukan membuat sebuah organisasi baru; keenam, kerja partai haruslah diintegrasikan dengan revolusi anti-kapitalis global yang lebih luas dalam bentuk internasionalisme yang terorganisir dan berdisiplin. Tetapi, masih menurut Archy, pokok-pokok garis partai tersebut hanya sesuai dengan konteks di zaman ketika Lenin merumuskan arah partainya. Dapat ditambahkan disini, bahwa beberapa poin yang ada, seperti poin ke-tiga dan ke-empat, secara lebih spesifik sesuai dengan konteks di mana Lenin dan gerakan Kirinya masih berada di bawah kediktatoran Tsar, karena setelah Tsar jatuh kebijakan partai pun ikut berubah.[8]

Kecenderungan untuk secara mekanis menerapkan model organisasi Kiri Eropa ini, menurut Harnecker, adalah karena Kiri Amerika Latin gagal memahami teori Marxisme, terutama yang berkaitan dengan kesadaran kelas yang dikembangkan oleh Karl Kautsky. Dalam teorinya, Kautsky membagi kesadaran menjadi beberapa tingkat, yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi dan perjuangan kelas tidak dengan sendirinya membangkitkan kesadaran tentang kebutuhan sosialisme; kedua, sosialisme dan perjuangan kelas tumbuh berdampingan dan tumbuh dalam kondisi yang berbeda; ketiga, kesadaran sosialis modern dapat tumbul jika dalam landasan pengetahuan ilmiah yang mendalam; keempat, sarana ilmu pengetahuan bukanlah milik proletariat, melainkan milik intelegensia borjuis; dan kelima, sektor intelektual borjuasi mengkomunikasikan ini ke intelektual proletar, yang mengenalkannya kepada perjuangan kelas proletar ketika kondisi yang memungkinkannya tersedia. Kesimpulan dari lima tesis ini adalah, bahwa kesadaran sosialis adalah sesuatu yang diinjeksikan ke perjuangan kelas proletar dan bukan sesuatu yang tumbuh secara spontan (p. 57).

Tesis-tesis tersebut di ataslah yang gagal dipahami oleh sebagian Kiri, termasuk Kiri Amerika Latin. Menurut Harnecker, tesis Kautsky yang salah diinterpretasikan dapat dirangkum seperti ini: pertama, kesadaran proletariat tersubordinasi pada ideologi dominan karena proletariat memiliki posisi yang subordinat dalam masyarakat kapitalis; kedua, terdapat emansipator dari proletariat –segelintir intelektual- yang memiliki teori Marxis; ketiga, adalah teori yang diimpor ini (Marxisme) dan bukan aksi dari proletariat sendiri yang dapat melepaskan pengaruh borjuis dan meraih kesadaran kelas (p. 59).

Dengan kesalahan dalam membaca teori-teori Marxisme, maka hal ini tentu saja berdampak pada kesalahan praktis, yaitu penerapan marxisme (leninisme) dalam ranah politik riil. Karena replikasi mekanis tersebut, Kiri Amerika Latin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Holst,[9] bertendensi untuk menjadi otoriter, birokratis dan dogmatis. Kecenderungan untuk menjadi otoriter misalnya, adalah karena kepemimpinan di dalam partai yang bergaya vertikal sama sekali. Dengan gaya kepemimpinan yang vertikal, maka segala keputusan partai akan diputuskan oleh pimpinan partai yang –merasa- segala apa yang dilakukannya adalah benar adanya. Tentu, selain akan menyebabkan ke-kritis-an anggota menjadi tumpul, model organisasi yang demikian akan menghilangkan sikap kritik-otokritik. Kecenderungan untuk menjadi dogmatis juga akan timbul. Hal ini sudah terbukti dengan, misalnya, penerapan secara tekstual teori Leninisme –terutama yang berkaitan dengan partai pelopor/Bolsyevik- sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini terlihat jelas, selain daripada model pembangunan Bolsyevik yang telah dibahas, juga dalam ranah strategi Kiri Amerika Latin untuk membangun revolusi. Selama beberapa dekade, Kiri Amerika Latin tidak mengembangkan strategi mereka sendiri terkait dengan revolusi, melainkan meniru berbagai pengalaman dari revolusi-revolusi yang pernah terjadi di dunia tanpa melihat konteks dimana pengalaman-pengalaman tersebut hadir.

Bagi Harnecker, untuk mengatasi kecenderungan yang berbahaya dan sekaligus tidak prospektif ini, Kiri Amerika Latin harus membangun Kiri yang otentik berdasarkan kepada analisa terhadap sejarah, ekonomi politik, dan perkembangan masyarakat mereka sendiri. Dalam lintas sejarah, terbukti bahwa revolusi-revolusi yang pernah berhasil dilakukan di Amerika Latin memiliki kaitan langsung dengan sejarah, bahkan tradisi negara yang bersangkutan. Kuba misalnya, kelompok yang berhasil melakukan revolusi dengan menggulingkan rezim otoriter Batista adalah kelompok Gerakan 26 Juli (M-26-7) yang dikomandani oleh Fidel Castro dan Che Guevara dan bukan Partai Komunis Kuba (PSP) yang berlandaskan ideologi marxisme-leninisme. Meskipun demikian, sebagaimana kita tahu, setelah Batista Jatuh, Castro membangun persatuan dengan gerakan Kiri di Kuba dan membangun revolusi sosialisnya sendiri. Hal yang sama juga terjadi dengan beberapa negara Amerika Latin lainnya. Tentu, yang paling menonjol adalah Venezuela yang dipimpin Chavez dengan simbol perjuangan pahlawan nasionalnya sendiri seperti Simón Bolívar, Simón Rodríguez, dan Ezequiel Zamora.

paradepki-siswa

 

Praksis Politik Kiri dan Beberapa Kritiknya

Kemudian, setelah mengritik praktek politik yang dilakukan Partai Kiri, Harnecker beralih dengan membahas bagaimana idealnya relasi antara Partai Kiri, Gerakan Sosial, masyarakat umum, dan juga kaitan ketiganya dengan kemungkinan pembangunan relasi-relasi alternatif di luar neoliberalisme.

Dalam dunia dimana yang dominan adalah neoliberalisme, maka aktivitas politik semata-mata direduksi menjadi aktivitas yang bersifat institusional. Kaum Kanan, menurut Harnecker, telah dengan berhasil memaksimalkan kontrol mereka terhadap institusi politik untuk memaksakan model neoliberal dan disaat yang bersamaan mempraktekkan politik fragmentasi (pecah-belah) dan sentimen anti partai. Sementara Kiri, bagi Harnecker, harus lebih memaknai politik dari sekadar kontrol terhadap institusi politik. Bagi Kiri, kontrol terhadap institusi politik harus juga sekaligus dapat membuka peluang mengubah institusi-institusi tersebut sehingga memiliki kemungkinan untuk dapat mentransformasikan realitas. Dengan kata lain, institusi politik bagi Kiri harus dilihat sebagai peluang untuk dapat menciptakan relasi sosial yang baru.

Untuk membangun kekuatan politik, haruslah membangun sebuah kekuatan sosialnya terlebih dahulu. Di antaranya dengan cara menggunakan institusi politik tersebut untuk mengubah realitas dan menciptakan hubungan kekuasaan yang baru. Di sini institusi politik tersebut haruslah terlibat secara dalam di masyarakat umum. Kekuatan institusi politik, atau yang Harnecker namakan sebagai instrumen politik yang baru, tidak bisa dilihat dari seberapa banyak anggota yang dimiliki ataupun seberapa banyak kegiatan internal yang dilaksanakan, melainkan seberapa signifikan mereka dalam mempengaruhi masyarakat. Sedangkan untuk Partai Kiri, kata Harnecker, sangat penting untuk melakukan pendidikan politik bagi para anggota untuk kegiatan intra-partainya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka Partai Kiri akan berakhir dengan ketiadaan kader muda yang terlatih yang dapat menggantikan kader tua, dan pada akhirnya tidak akan memiliki pengaruh/signifikansi bagi masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan karakter Partai Kiri, terutama Partai Kelas, yang menurut Harnecker, sulit untuk bekerja dalam masyarakat yang beragam (plural).

Selain itu, instrumen politik yang baru juga harus menunjukkan keberpihakannya kepada gerakan popular, dan harus berkontribusi pada pengembangan otonomi mereka. Hal ini disebabkan karena kader politik yang ada (maksudnya kader Partai Kiri) bukanlah satu-satunya pihak yang dapat menawarkan ide-ide untuk pengembangan komunitas; sebaliknya, bahwa gerakan rakyat juga memiliki banyak ide yang dapat ditawarkan karena melalui perjuangan keseharian mereka belajar, menemukan cara baru, dan mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan yang timbul. Dengan pola demikian, maka tendensi vertikalisme dari organisasi Kiri ke massa popular dapat diminimalisir karena menempatkan rakyat pada titik tolaknya. Peran instrumen politik, dalam hal ini adalah untuk memfasilitasi gerakan popular tersebut, bukan justru menggantikannya. 

Pada titik inilah Harnecker mengusulkan kepada Kiri untuk ikut serta berkontestasi dalam politik elektoral pada tingkat-tingkat lokal, dan sekaligus menolak pandangan Ultra-Kiri yang ‘mengharamkan’ taktik elektoral dengan dalih pemilu hanyalah milik kelas borjuasi (persis seperti yang juga terjadi di beberapa Kiri Indonesia). Hanya dengan prakondisi dikuasainya institusi politik oleh Kiri-lah, maka eksperimen-eksperimen yang lebih luas dapat dilakukan, termasuk mendemonstrasikan alternatif lain di luar neoliberalisme.

Posisi teoritik Harnecker ini bukan tanpa kritik. Sebagaimana menurut Ellner,[10] posisi Harnecker adalah satu dari tiga strategi yang muncul dalam merespon runtuhnya Uni Sovyet yang disertai krisis Kiri yang akut baik dalam aras organisasi, program, hingga ideologis serta kemenangan neoliberalisme di Amerika Latin. Ketiga proposal strategi tersebut adalah: Pendekatan Kiri-Tengah yang diajukan oleh Jorge Castaneda, politikus cum akademisi dari Meksiko. Dalam posisi ini, Kiri menggandeng Tengah agar menjauh dari Kanan dengan berbasiskan pada program alternatif dari neo-liberalisme. Lalu, strategi dari Marta Harnecker yang kita bahas ini. Strategi Harnecker dapat dirangkum sebagai berikut: Kiri memprioritaskan anti-neoliberalisme, sementara menghindari tuntutan-tuntutan yang lebih radikal seperti anti-imperialisme sebab Kiri internasional belum cukup kuat untuk itu, mengutamakan ruang-ruang lokal untuk tujuan memperkuat Kiri, serta menghindari aliansi dengan kaum kanan yang akan secara substansial mencairkan intisari anti-neoliberalisme. Ketiga, strategi yang lebih kiri yang diinisiasi oleh James Petras.[11] Bagi Petras, tuntutan anti-neoliberalisme dikedepankan tapi tidak menutupi perjuangan anti-imperialisme atau anti-kapitalisme. Dalam hal ini akan dibahas ketidaksetujuan teoritik Petras terhadap posisi Harnecker. Hal ini penting dibahas sebab keduanya memiliki beberapa persamaan sekaligus juga posisi yang kontras.

Bagi Petras, kesalahan dari posisi teoritis Harnecker adalah mengesampingkan tujuan-tujuan jangka panjang untuk memprioritaskan tujuan-tujuan anti-neoliberal.[12] Strategi Harnecker, meskipun terlihat sangat anti terhadap neoliberalisme, nyatanya masih cukup akomodatif terhadap praktek neoliberalisme di tingkat nasional. Menurut Petras, borjuasi nasional sebagai salah satu elemen dari blok neoliberal yang diusulkan Harnecker, tidak akan mampu melawan borjuasi global, dan satu-satunya kelas yang mampu melawan neoliberalisme global adalah kelas pekerja. Jadi, berbeda dengan Harnecker yang masih akomodatif terhadap Tengah asalkan Kiri tetap memimpin dalam blok anti-neoliberalisme, Petras sama sekali tidak setuju kepada semua bentuk aliansi semacam itu.

Selain itu, perbedaan teoritik lain antara Harnecker dan Petras adalah dalam memandang globalisasi. Berbeda dengan Harnecker, Petras menempatkan globalisasi disebabkan oleh faktor subjektif seperti ketiadaan kelas pekerja yang terorganisir secara internasional dan bukan disebabkan oleh faktor objektif seperti kemajuan teknologi informasi. Imbas dari perbedaan pemikiran ini sangat jauh. Sebagaimana yang ditulis Pontoh[13],

‘Pada yang pertama (Harnecker, -pen), gerakan kiri dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi-politik global. Di sini, politik kiri sesungguhnya ditentukan batas-batasnya oleh kondisi di luar dirinya. Sedang pada yang kedua (Petras, -pen), gerakan kiri harus berusaha secara aktif mengoreksi kelemahannya agar bisa mengubah tatanan ekonomi-politik yang menindas tersebut. Di sini, politik kiri diharuskan untuk melewati batas-batas yang dibentuk oleh kondisi-kondisi di luar dirinya.’

Dalam kutipan yang jelas tersebut, dapat dipahami mengapa posisi politik Harnecker hanya sampai pada tataran ‘anti-neoliberalisme’ dan menunda perjuangan ‘anti-imperialisme’ atau bahkan ‘anti-kapitalisme’ sebagaimana posisi Petras. Dengan pandangan bahwa gerakan Kiri dibatasi oleh kondisi di luar dirinya, maka perjuangan Kiri bagi Harnecker terlihat lebih moderat sebab (mengikuti cara pandang Harnecker), tidak dapat dipungkiri bahwa hari ini Kiri belum lagi mampu dapat mengonsolidasikan dirinya secara solid dan dalam lingkup internasional, terutama semenjak kejatuhan Uni Sovyet pada tahun 1991.

 

Penutup

Jika dirangkum, posisi teoritik Harnecker lebih mirip kalangan post-marxis. Misalnya, Harnecker tidak lagi menempatkan proletariat sebagai subjek revolusioner, meskipun dalam buku ini Harnecker juga tidak banyak membahas politik berbasis identitas sebagaimana banyak kalangan post-marxis pada umumnya. Posisi post-marxis juga diperkuat dengan usulan Harnecker bahwa Kiri harus menguasai ruang-ruang lokal dalam rangka mengkonsolidasikan Kiri sekaligus membangun relasi sosial alternatif di luar neoliberalisme dengan berbasis pada kekuasaan popular, dan bukan pada kerangka kelas. Hal ini tentu mengingatkan kita pada tesis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, akademisi yang masuk ke dalam deretan post-marxis, tentang demokrasi radikal. Mengenai perdebatan tentang posisi post-marxis, seperti siapakah subjek revolusioner dalam kerangka neoliberalisme saat ini, agaknya masih akan menjadi perdebatan yang panjang.

Poin penting karya Harnecker bagi gerakan Kiri, khususnya di Indonesia, adalah untuk kembali mengingatkan bahwa marxisme pada dasarnya adalah seperangkat metode untuk membaca realitas, dan potensi untuk mengubah realitas didasarkan pada hasil pembacaan terhadap realitas tersebut. Apa yang Harnecker tulis, termasuk tesis-tesisnya, didasari atas pembacaan terhadap realitas Amerika Latin. Dengan demikian, apa yang Harnecker argumentasikan dalam buku ini belum tentu sesuai dengan realitas di Indonesia. Maka, tugas Kiri Indonesia saat ini –antara lain, di antara tugas-tugas lainnya- adalah membaca masyarakat Indonesia untuk kemudian menemukan strategi apa yang paling tepat untuk membangun sosialisme Indonesia. ***

Penulis beredar di twitland dengan ID @rioapinino

 

[1] David Harvey. Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis. Yogyakarta, Resist Book, 2009.

[2] Michael Hardt & Antonio Negri. Multitude: War And Democracy In The Age Of Empire. New York: The Penguin Press, 2004. p. xiv

[3] Konsep ini mengacu pada semua sektor yang dirugikan oleh kapitalisme. Istilah ini tidak hanya mencakup mereka yang bisa disebut miskin dari sudut pandang sosial-ekonomi, tetapi juga mereka yang miskin dalam subjektivitas mereka.

[4] Andy York. Rebuilding The Latin American Left. [internet]. Diakses di http://www.fifthinternational.org/content/rebuilding-latin-american-left pada 28 Juli 2014

[5] Terjemahan bebas dari ‘The need to rebuild the Left so that it can become the glue that sticks the social opposition together’. Marta Harnecker. Rebuilding the Left. London and New York: Zed Books, 2007. p. 32

[6] John D. Holst. Rebuilding the Left. [internet]. Diunduh dari http://journals.msvu.ca/index.php/cjsae/article/download/1007/996

[7] Stephen D’Arcy S. Strategy, Meta-strategy and Anti-capitalist Activism: Rethinking Leninism by Re-reading Lenin. [internet]. Diunduh dari http://journals.sfu.ca/sss/index.php/sss/article/view/85

[8] Lihat Coen Husain Pontoh, ‘Membaca Lenin di Luar Konteks’, dalam Jurnal Indoprogress, 2, 2012. p. 107-113

[9] John D. Holst. Op. Cit.

[10] Steve Ellner. Tujuan-Tujuan Kaum Kiri Dan Perdebatan Strategi Anti-Neoliberal Di Amerika Latin. [internet]. Diambil dari http://nefos.org/?q=node/8

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Coen Husein Pontoh. Strategi Defensif dan Ofensif. [internet]. Diakses dari https://indoprogress.com/2006/08/strategi-defensif-dan-ofensif/ pada 28 Juli 2014.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.