SEORANG kawan pernah menulis bahwa dalam tradisi Marxis, partai bergerak berdasarkan tuntunan program. Program yang utama, partai menyesuaikan dengannya. Program adalah jiwanya dan partai adalah badannya
Pernyataan ini, saya kira, tidak keliru karena Marxisme itu sendiri adalah sebuah metode ilmiah untuk menganalisa dan mengubah dunia. Dengan kata lain, kita tak mungkin bikin partai atau organisasi dulu lalu programnya dicari-cari, atau partai Marxis dibangun di atas jampi-jampi, atau hanya karena punya uang dan media.
Namun demikian, statemen ini jika kita tidak hati-hati akan menjerumuskan partai kiri sebagai partainya kaum intelektual. Atau partainya mereka yang bisa mikir thok. Dalam banyak pengalaman, kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Dalam kongres, misalnya, ketika tiba saat perumusan program, maka biasanya yang lebih banyak berdebat adalah para intelektualnya, yang sudah siap dengan setumpuk buku dan segudang argumen teoritik yang dihapalnya di luar kepala. Massa tinggal sebagai penonton, kadang bersemangat, kadang ketiduran karena ngantuk.
Karena bentuk organisasi mengikuti program, maka perpecahan di kalangan kiri juga sering bermula dari adanya perbedaan program ini. Kelompok A merasa bahwa programnyalah yang lebih benar (konsekuensinya bentuk organisasinya juga yang paling baik) dari kelompok B, begitu sebaliknya. Perbedaan faksional ini jika diwadahi secara demokratis tentu saja merupakan hal yang sangat positif. Tetapi, biasanya, jika sudah berbeda faksi, yang itu berarti berbeda metode perjuangan yang efektif serta bentuk organisasi yang tepat dalam mewadahi program tersebut, maka cepat atau lambat perpecahan hampir pasti menjadi mungkin. Maka ada banyak organisasi kiri, tapi semuanya kecil-kecil.
Ketika kondisi ini terjadi, maka membangun persatuan gerakan begitu sulitnya. Si kecil-kecil ini, karena merasa masing-masing paling benar, justru sulit membangun konsensus, lebih-lebih mempertahankan konsensus yang sudah dibangun itu sekuat mungkin dari goyangan kiri-kanan. Karena sama-sama kecil, maka semuanya gampang terpelanting ke kiri dan ke kanan juga.
Adakah jalan keluarnya? Pertama, kita mesti mengakui bahwa program kita benar, tapi program organisasi sekawan pun boleh jadi benar. Yang harus dicamkan adalah omongan Marx ini, ‘kemenangan kelas pekerja (bukan intelektual partai/organisasi) haruslah merupakan karya mereka sendiri.’ Melalui sikap ini, maka dialog menjadi lebih mudah dilakukan; kedua, solidaritas antar organisasi sekawan harus dibudayakan sehingga muncul saling percaya. Toh sumber bacaannya sama dan pengalaman perjuangannya pun mirip-mirip. Mendaku diri paling pintar, paling benar, dan yang lain salah, telah menyimpang, sama sekali tidak bermanfaat.***