INVERTED winger, terjemahan bebasnya ‘sayap terbalik.’ Ini taktik sepakbola modern yang lagi tren, meski bukan barang baru. Seorang pemain sayap ditempatkan pada sisi lapangan yang tidak sama dengan kekuatan kaki terbaiknya.
Musim lalu, Bayern Muenchen jadi kampiun Liga Champions dengan taktik ini. Dua sayap utamanya, Robben dan Ribery jadi kunci di balik keberhasilan itu. Atau tengoklah aksi Santi Cazorla, si kidal dari Arsenal. Cazorla lebih banyak beroperasi di sisi kanan lapangan, tanpa harus menghilangkan karakternya sebagai pemain kidal. Seperti halnya Robben di Muenchen.
Mereka pun menjadi kunci timnya dalam beberapa musim terakhir. Ada banyak contoh lain: Reus (Dortmund), Ronaldo (Madrid), Neymar (Barcelona) dan lain-lain. Modifikasi inverted winger yang lain, jangan heran bila Lionel Messi yang posisi aslinya adalah penyerang, juga sering beroperasi di sayap kanan.
Inverted winger bertolak belakang dengan sayap tradisional, yang kerjanya sangat sederhana. Tugas sayap tradisional sekadar berlari menyusur pinggir lapangan, menggiring bola, dan memberikan umpan dengan kaki terbaiknya. Dengan taktik itu, umumnya seorang kidal beroperasi di kiri, pun yang ‘kadal’ bekerja di kanan.
Manchester United, hampir sepanjang musim ini setia menggunakan jasa Valencia, Nani atau lainnya untuk menjalankan tugas sayap tradisional. Hasilnya MU babak belur. Pelatihnya, David Moyes –yang miskin imajinasi itu—pun harus angkat koper. Penggantinya Ryan Giggs, pemain sayap gaek yang terbiasa bekerja sebagai sayap tradisional. Kepada pecinta MU, sebaiknya Anda berdoa Giggs tidak sekaku Moyes dalam menerapkan taktik.
‘Sayap terbalik’ tidak hanya bertugas dalam memberikan umpan-umpan manis kepada para striker. Ia juga harus mengambil kesempatan untuk masuk ke dalam atau melakukan tusukkan ke jantung pertahanan lawan—bahkan melepas tembakan ke arah gawang. Walhasil seorang pemain yang beroperasi di dari sayap, bisa menjadi seorang pencetak gol, bahkan kunci keberhasilan tim.
Di sisi lawan tanding, taktik ini sungguh tidak mengenakkan. Umumnya para pemain bertahan (fullback) di sisi kiri atau kanan ditempati oleh mereka yang memiliki kekuatan kaki sama yang sama dengan sisi lapangan. Gampangnya, bek kanan adalah seorang dengan kaki kanan yang kuat –pun sebaliknya.
Ketika fullback menerima serangan inverted winger yang doyan menusuk ke tengah, maka dia akan kelabakan. Pemain fullback dipaksa memutar badan, untuk mengambil bola dengan kaki terbaiknya. Gerakan memutar badan itu harus memakan waktu sepersekian detik, fullback tertinggal, dan inverted winger punya lebih banyak kesempatan. Dalam sebuah duel, kesempatan sekecil apapun bisa jadi penentu.
Karenanya, tak heran juga bila muncul istilah inverted fullback, untuk menghambat seorang inverted winger. Inilah sepakbola selalu menarik karena teka-teki dan perkembangan taktik. Dalam sepakbola taktik boleh luwes, sepanjang bisa membawa kemenangan. Jose Mourinho sejak di FC Porto sampai Chelsea, sering dituduh merusak keindahan sepakbola dengan taktik ‘parkir bus.’ Para pecinta ‘kemurnian sepakbola,’ selalu menghina ‘parkir bus’—bila mau jujur mereka pun harusnya mengakui efektivitas serangan balik di balik ‘parkir bus.’ Dua gelar Liga Champions, dan tujuh trofi liga dari empat negara berbeda sudah cukup jadi bukti keefektifan taktik Mourinho.
Keberhasilan Real Madrid melawan dominasi Bayern Muenchen di semifinal liga Champions, bisa jadi contoh terkini dari pesona serangan balik. Muenchen demikan dominan di lapangan, dengan penguasaan bola 64 persen. Namun satu serangan balik Madrid, membuyarkan harapan kemenangan Muenchen. Benzema mencetak gol lewat sontekan kecil, membawa satu kaki Madrid ke final liga para juara Eropa itu.
Seperti sepakbola, selalu ada perkara taktik dalam politik. Para penjaga ‘kemurnian sepakbola’ –atau dalam kasus politik kiri, sebut saja mereka yang ‘kiri mentok’—lebih suka menonton pertandingan cantik, dan menolak taktik parkir bus. Baca saja begini: lebih suka boikot pemilu daripada mempertimbangkan dukungan kritis.
Patut dicatat, taktik ‘parkir bus’ dan kombinasi serangan balik adalah pilihan relevan, bahkan bagi tim sekelas Madrid dalam melawan dominasi penguasaan bola dan naluri menyerang para bintang Muenchen. Taktik itu tidak lahir dari ‘cinta buta’ khas remaja tanggung, tapi lahir dari hitung-hitungan yang relevan atas ketimpangan kekuatan di lapangan.
Bagaimana dengan inverted winger? Kosakata ‘Kiri’ di politik Indonesia, kerap dimaknai dengan lapangan main seperti boikot pemilu, dan yang senada dengan itu—angkat senjata, lempar molotov termasuk di dalamnya. Dalam pemahaman macam itu, pemilu dan pilpres (baca: sisi kanan) lebih sering dipandang sebagai sisi lapangan yang ‘haram’ bagi kiri.
Kenapa taktik ini perlu ditimbang oleh para kiri? Mereka yang kiri, bisa memaksimalkan sisi lapangan yang selama ini dipandang haram: pemilu dan pilpres. Memanfaatkan sisi ‘kanan,’ tanpa harus kehilangan karakter kirinya: politik kelas—lengkap dengan aksi, radikalisasi, dan pengorganisasian massa. Dengan kata lain, bermain di kanan tanpa harus menjadi ‘kadal.’
Bila mau menjadi sayap tradisional. Giringlah bola di sisi lapangan, umpan ke tengah, jika punya striker yang bagus bola akan diceploskan ke gawang. Biasanya, orang mengenang si pencetak gol, dan lupa pada para pengumpan. Mungkin terlalu berlebihan, tapi tradisi pressure grup memang lebih mirip cara kerja sayap tradisional.
Atau jangan-jangan mereka yang ‘kadal’ juga sudah piawai memainkan posisi sebagai inverted winger? Tak heran bila ada kelompok kecil yang terlihat bermain di lapangan kiri, namun sebenarnya kanan. Tradisi pemikiran kritis (baca: kiri dan sanak familinya) dibesarkan oleh pergulatan pengetahuan dan praktik di lapangan. Tapi bila ada yang mengaku kiri dan pekerjaannya memproduksi gosip—yang jauh dari esensi pengetahuan—sebaiknya dicek lagi kekiriannya. Atau bila perlu, segera bawa ke kaki gunung Merapi, di sana ada RSJ Grhasia.
Bagi mereka yang melabeli diri kiri, tidakkah penting untuk menimbang inverted winger , yang (sekali lagi) memungkinkan pemain kiri masuk ke dalam atau melakukan tusukkan ke jantung pertahanan lawan, melepas tembakan ke arah gawang, dan menciptakan gol.
Inverted winger dan serangan balik itu taktik.***
Sleman, 26 April 2014