PENGANTAR:
Minuman beralkohol yang memabukan hampir dapat kita temui dalam setiap masyarakat di tempat yang berbeda-beda. Tentu perlu sebuah penelitian khusus, atau sebuah bacaan tertentu, untuk dapat mengetahui apa yang ada dalam pemikiran masyarakat masa itu ketika mengkreasi sebuah minuman memabukan dari hasil-hasil alam yang tersedia di sekitar mereka. Yang jelas, sampai sekarang, minuman beralkohol tradisional nan memabukan masih tetap ada pada kita sebagai sebuah warisan dari kreativitas manusia mengolah alam di sekitarnya. Dan tentu, demi hidupnya.
Bagi masyarakat Lembata dan Flores Timur, NTT, minuman beralkohol tradisional seperti arak dan tuak putih bisa dikatakan sudah menjadi keseharian. Kedua minuman itu hadir dalam upacara-upacara adat tradisional, dalam pesta-pesta perayaan masa kini (seperti Pembaptisan, Komuni Pertama; keduanya adalah upacara Agama Katolik Roma), pun pula ketika dua atau tiga pemuda berkumpul selepas kerja yang melelahkan. Tak jarang, dengan ramuan tertentu, arak digunakan juga untuk kesehatan. Pada malam-malam sepi di kota-kota dan wilayah pelosok kedua daerah tersebut, teriakan-teriakan serta nyanyian-nyanyian dari anak muda yang mengkonsumsi kedua minuman itu, mampu membuat kelelawar dan burung hantu enggan menikmati malam.
Pada edisi kali ini, LKIP mempersembahkan pada pembaca potret langkah-langkah mengubah nanah Pohon Tuak menjadi arak. Gambar-gambar diambil pada sebuah proses memproduksi arak di kota Lewoleba, Kab. Lembata, NTT.
Foto oleh: Handrianus K. Belutowe
Teks oleh: Berto Tukan