Daftar Isi Edisi Ini:
- Mengupas Sejarah Sosial Pemikiran Politik Barat
- Linda Christanty: Saya Memang Tidak Meniatkan Diri untuk Menulis Telenovela
- Pendidikan dan Kebutuhan Kapitalisme
- Komoditi Sebagai Hubungan Sosial (2)
BERTOLT Brecht dalam In Praise of Communism, menyebut komunisme sebagai ‘it’s just the simple thing. That’s hard, so hard to do:’ suatu hal yang sangat sederhana, (namun) sangat, sangat sulit untuk dilakukan.
Pernyataan Brecht seakan relevan dalam pengalaman kekinian kita. Ketika kini universalisasi kapitalisme dalam rupa neoliberalnya menciptakan banyak kontradiksi sosial di mana-mana, seharusnya tercipta kemudahan bagi kita dalam mengorganisasikan perlawanan, lalu mengeliminasi sistem sosial kapitalis ini. Bahwa rakyat yang tertindas oleh kapitalisme akan mudah berjuang bersama-sama dalam rangka menciptakan masyarakat yang lebih baik. Kenyataannya, Brecht benar: ‘sangat, sangat sulit untuk dilakukan.’ Perjuangan menuju masyarakat yang adil di luar kapitalisme, kini justru menghadapi situasi paling rumit dan kompleks yang tidak pernah ada presedennya. Tidak heran, jika bagi beberapa kalangan, perjuangan untuk menghancurkan kapitalisme merupakan kemustahilan. There is no alternative.
Bagi kita, tentu saja, posisi ini adalah suatu hal yang harus ditolak. Kegagalan untuk melakukan mobilisasi perlawanan politik yang efektif di tengah universalisasi kapitalisme sekarang, harus diakui sebagai kegagalan untuk merefleksikan secara mendalam dan serius mengenai apa yang sebenarnya tengah kita hadapi. Sempat di masa lalu kita mendapati perintah mengenai, ‘jangan hanya berpikir, lakukan sesuatu!’ Di tengah kesulitan yang kita hadapi sekarang, kita harus menyatakan bahwa perintah seperti ini adalah suatu hal yang berbahaya. Hilangnya proses berpikir ketika bertindak, justru membuat tindakan tersebut hanya mereproduksi dan mengekalkan situasi yang ada. Untuk itu, sekarang kita harus menyatakan bahwa perintah yang sahih adalah, ‘Jangan hanya melakukan sesuatu, berpikirlah!’ Hanya dengan perintah ini ke diri kita sendiri, ke basis-basis pengorganisiran kita, kepada kelas pekerja yang tertindas, maka kita mampu bertindak secara strategis. Dan hanya dengan perintah inilah kita mampu mengatasi problem kekinian kita.
Dalam semangat refleksi mendalam dan serius tersebut, Left Book Review (LBR) kembali hadir di hadapan Anda, pembaca yang setia. Pada edisi ini LBR akan menghadirkan tulisan Anggar Septiadi yang mereview buku Marx and Education, yang merupakan tema paling penting di tengah maraknya perlawanan rakyat pekerja sekarang melawan privatisasi pendidikan. Ada pula review dari Iqra Anugrah, yang dapat memberikan kita pemahaman penting mengenai kontekstualisasi sosial akan pemikiran dan teori ilmu sosial, khususnya dibidang ilmu politik. Bahwa pemikiran politik hadir dalam konteks pergumulan dan refleksinya atas kondisi-kondisi sosial pada masanya. Wawancara dengan Linda Christanty, sastrawati Indonesia terkemuka saat ini mengenai sastra dan keberpihakan politik, memberikan nilai tambah pada LBR edisi kali ini. Terakhir kami hadirkan pula suplemen tambahan Kajian Capital.
Selamat membaca!
¶