Puisi oleh Zely Ariane
GENERASI PINK-ORANYE Kami masih dangkal Generasi pink oranye, terbelalak oleh buku 500 halaman terbuai roman picisan. Cinderella dan pangeran berjubah besi larut dalam irama
GENERASI PINK-ORANYE Kami masih dangkal Generasi pink oranye, terbelalak oleh buku 500 halaman terbuai roman picisan. Cinderella dan pangeran berjubah besi larut dalam irama
Jumat siang di jalanan Jogja, seperti juga di kota-kota lain, roda menggelinding mengantar beragam karakter manusia melaksanakan kepentingannya masing-masing. Sementara itu, dua manusia berseragam coklat sedang berbincang dan hanya sesekali mengawasi puluhan kendaraan, bahkan mungkin sudah ratusan, yang telah berlalu-lalang melaluinya. Tampaknya, mereka lebih mencurahkan perhatiannya kepada pengendara sepeda motor. Mungkin karena jenis kendaraan itu memang lebih mudah kedapatan menerobos lampu merah atau garis marka daripada kendaraan besar, seperti mobil dan truk.
Orang tua Sabit adalah pasangan pegawai negeri yang sedang mengejar karir. Dengan tuntutan pekerjaan, keadaan ekonomi simpang siur dan kerja sampingan, mereka tidak punya waktu untuk memberi perhatian yang cukup untuk Sabit. Bocah kecil itu tidak mengendus persekongkolan di depan hidungnya: suatu pagi yang buta tahun 1997, mereka bertiga tiba di Sidoarjo. “Menjenguk Kakek,” kata ibu. Sabit senang berplesir. Kakek membawanya ke pasar lalu jalan-jalan di alun-alun kota dengan vespa biru muda. Pakde Broto mengajarkan naik sepeda dan Mbak Dian menemani bermain layangan. Ia tidur nyenyak dan bahagia malam itu.
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.