Ustadz dan Muslim Tanpa Pesantren
SANGAT mungkin pasar ‘profesi’ ustadz diramaikan oleh calon da’i otodidak yang sumber keilmuannya didapat dari buku-buku Islam berbahasa Indonesia. Dalam dunia industri media (baca: komersialisasi budaya pop) hukum pasar adalah norma tertingginya. Asalkan sang ustadz bisa menyampaikan dakwah secara menarik dan menghibur, ia akan diterima pasar. Apakah ia benar-benar paham pesannya sendiri, tak jadi soal. Oleh karenanya, istilah ustadz selebriti, ustad gaul, bahkan ustadz cinta kian tak terelakkan. Dengan sendirinya, media menjelma pasar yang menggiurkan bagi banyak calon da’i untuk berlomba-lomba menjadi ustadz, karena keuntungan material-duniawi yang dijanjikan maupun popularitas yang ia dapatkan. Profesi ustadz dengan sendirinya harus tunduk pada hukum pasar yang berlaku, dan oleh karena itu, ia disejajarkan dengan profesi artis dalam televisi.