Dicari: Donald Trump Asli Indonesia

Print Friendly, PDF & Email

 

Sumber ilustrasi: atlasobscura.com

 

POLITIK Paman Sam hari-hari ini makin seperti film horor Indonesia, sebuah negeri nun jauh di sana. Ngeri-ngeri bikin geli. Terutama karena kemunculan dan kenaikan Tokoh Kita, Donald Trump, dengan segala omong besarnya.

Kehadiran Tokoh Kita di blantika politik pertama-tama dianggap sebagai tontonan menyenangkan yang tidak berbahaya, lalu sebagai tontonan yang mengkhawatirkan, lalu sebagai tontonan sureal yang berbahaya, dan akhirnya sebagai mimpi buruk menakutkan yang menggemakan kembali suara-suara Adolf Hitler, Benito Mussolini, senator Joseph McCarthy, dan Kristallnacht.

Media-media menuliskan laporan dan menayangkan video klip aksi Tokoh Kita dan para pendukungnya yang merayakan supremasi kulit putih, yang tampak seperti pesta-pora proto-fasis, yang sarat rasisme, salam hormat pseudo-Nazi, dan ancaman kekerasan terhadap mereka yang berani-beraninya mencela.

Banyak orang yang percaya, pencalonan Tokoh Kita adalah tragedi politik paling berbahaya dalam sejarah modern Amerika. Lima presiden Amerika yang masih hidup, dari Carter, Bush Sr. Bush Jr. hingga Obama, menolak mentah-mentah Tokoh Kita ini. Bagi sebagian elit Republikan sendiri, partai si Tokoh Kita, Trump dianggap cela.

Tapi sepertinya sudah kehendak zaman Tokoh Kita bisa melesat sejauh ini, tinggal selangkah lagi menjadi orang nomor satu di negara adidaya. Kalau tidak ada aral istimewa yang menghadang, dan akhirnya terpilih menjadi presiden, tidak lama lagi beliau akan meneruskan perjalanan sekaligus pertunjukan politik yang menakjubkan: duduk berhadap-hadapan dengan Angela Merkel memperdebatkan pilihan busana si kanselir Jerman, perang kata-kata dengan Vladimir Putin di podium G-20 terkait siapa yang paling jago mematahkan hati perempuan, saling ejek gaya rambut bersama Kim Jong-un, dan sederet aksi epik lainnya yang patut ditunggu.

Kenaikan Tokoh Kita jelas preseden baru dalam politik, orang-orang sebenarya memberikan dukungan bukan karena mereka setuju dengan semua, atau sebagian, pernyataan dan janji politiknya, melainkan karena beliau menghibur.

Bayangkan, saudara-saudara: menghibur.

Beliau lantang, menawan, dan pelawak yang hebat. Daya tariknya moncer berkat rangkaian kampanye, dan liputan media, yang bahan bakarnya bukan substansi melainkan kesediaannya mengatakan banyak hal gila. Mereka tersedot akting Tokoh Kita, tentu saja. Sebagaimana kebanyakan komedi, daya pikatnya terletak pada kesenangan terlarang setelah mendengar hal-hal yang sangat tidak pantas diucapkan justru terdengar melengking melalui mikrofon—apalagi jika suara itu malah terdengar hingga seluruh pelosok dunia. Mereka senang mendukungnya karena nyaris tak percaya ada orang yang berani begitu, heran, tercengang, takjub.

Tapi rupanya dunia tengah merayakan sosok-sosok pelawak-jadi-raja.

Sebelum Tokoh Kita di Amerika, rakyat Italia pernah mengalami hal yang persis: memilih badut jadi kepala negara. Seorang taipan bisnis cum selebriti Silvio Berlusconi memerintah Italia selama tiga periode, hanya terputus dua kali oleh Romano Prodi, seorang sosialis yang kurang populer. Skandal seks, korupsi, pengekangan kebebasan pers, dan pengumuman keadaan darurat adalah harga yang harus dibayar untuk mencoblos Berlusconi hanya karena ia “menghibur.”

Negeri jiran kita Filipina pun kini diperintah badut yang mengancam memutus hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.

Serius?

Persoalannya, pembunuhan 2.446 warga Filipina oleh aparat dan preman sipil hanya dalam dua bulan pertama pemerintahan Duterte jauh lebih nyata ketimbang agitasi-agitasi anti-imperialisme palsu sang presiden.

Jika akhirnya Tokoh Kita benar-benar terpilih, ia merupakan mukjizat di dunia modern dan bukti nyata bahwa Tuhan memang Maha Humoris. Sama sekali tidak lucu dan tidak ada unyu-unyunya jika Hillary Clinton yang bagian dari oligarki lawas itu terpilih.

Kalaupun tidak terpilih, paling tidak beliau sudah menyediakan templat untuk menggoyang struktur politik yang sudah mapan. Kalaupun perolehan suaranya nyungsep, dia sudah sukses menghadirkan imajinasi #AmerikaTanpaImigran, #AmerikaTanpaKesetaraanLakiPerempuan, dan #MakeSlaveryGreatAgain. Dan kalaupun gagal duduk di Gedung Putih, setidaknya beliau sudah memberikan uswah yang bisa ditiru di tempat lain.

Tokoh Kita adalah teladan.

Di Indonesia, negeri yang jauh itu, sudahkah ada figur yang bepotensi mengikuti kisah sukses Tokoh kita? Atau jangan-jangan malah surplus?***

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.